Berlian Alfian

3 0 0
                                    


Bab 5

Pertengahan Musim Hujan

*Aku juga tidak tau kapan ia akan menyelesaikan bebannya. Bahkan mentari pun segan untuk muncul membantunya memutihkan kembali dirinya. Dan tanpa diduga hujan semakin deras. Apakah kau akan tetap di sana ?*


Aku tidak terlalu fokus dengan omelan tanteku di dalam mobil. Pikiranku melayang ke seniorku yang masih terbaring diranjang rumah sakit. Dia seakan enggan untuk kembali dari dunia mimpi. Sesampainya dirumah pun aku memilih langsung kekamar untuk beristirahat. Tangan kiriku sudah membaik dan tidak perlu lagi diperban, tapi tidak bisa digerakkan sebebas dulu. Aku mesti berhati-hati.

Lama sekali aku melamun di atas kasurku sambil menatap kosong kedepan. Aku sungguh tidak mengerti kepada diriku sendiri. Memikirkan kondisi seniorku selalu saja membuatku sakit hati. Tapi, sekarang kepalaku lebih sakit rasanya.

Tiba-tiba saja aku teringat dengan perkataan ibuku disuatu hari yang gelap saat kami menatap bintang setelah tiga puluh hari ayahku pergi untuk selamanya. Ibuku berkata, 'Jangan salahkan siapapun atas kepergian orang yang kita cintai. Itu adalah jalan yang terbaik dari Sang Pencipta. Karena, Dia lebih mengetahui skenario yang terbaik untuk setiap makhluk-Nya. Kita hanya perlu melepaskannya dengan ikhlas dan menyimpan kenanganya dengan rapi. Tidak perlu repot membuangnya cukup simpan kenangan indah dan buang kenangan yang membuat kita terluka. Percayalah bahwa orang yang meninggalkan kita juga akan bersedih melihat kita bersedih. Kita harus bahagia atas selesainya urusan dia dengan dunia ini. Itu berarti kita harus mulai membersihkan kenangan lama dan memulai menciptakan kenangan baru. Kita boleh mengingatnya kapanpun yang kita mau, tapi kita tidak boleh terus bersedih saat mengingatnya. Karena, kita harus mengingat kenangan indah bersamanya bukan kenangan pahit'.

Kemungkinan yang aku perkirakan bahwa seniorku terlalu membuka kenangan pahit, hingga membuatnya lupa kalau dia juga memiliki kenangan manis bersama kekasihnya yang dulu.

Terkadang saat seseorang sibuk dengan rasa duka dan kesedihannya yang menyiksa, dia lupa pada orang-orang yang berusaha menyemangatinya, menghiburnya, dan mendukungnya. Dia terlalu pasrah pada mimpi buruk yang menghantuinya. Dia tidak lagi menjawab sapaan hangatnya mentari pagi dan harumnya bunga dimusim semi. Dia sibuk berbaring di atas es dengan menatap langit gelap dan dedaunan yang gugur diterpa angin dingin.

Dia tetap di sana meski mengetahui bahwa es mulai mencair dan musim panas telah tiba. Kemudian, ia merelakan dirinya tenggelam dan membeku tanpa mencoba menyelamatkan diri. Ia enggan berenang menuju permukaan dan menentang panasnya matahari, namun ia juga tidak berharap akan mati membeku. Pilihan ada pada dirinya. Sebab, sebanyak apapun manusia yang mencoba membantunya, apabila ia menolak maka perjuangan semua orang itu akan menjadi sia-sia.

Aku setuju dengan perkataan semua manusia bahwa merelakan itu adalah sesuatu hal yang berat. Namun, itu tidak akan mengubah apapun. Selesaikan kedukaanmu dan mulailah untuk membuktikan bahwa kau layak untuk kembali bahagia untuk mensyukuri waktumu bersamanya yang dihabiskan untuk menciptakan kenangan indah yang takkan kau lupakan dengan mudah.

''Kak, udah saatnya kakak melihat bunga dimusim semi.'' Matanya terbuka setelah mendengar bisikan itu.

***

Musim gugur baru saja bangun. Ia telah merengangkan raga dan membuang daun yang telah tua. Waktunya untuk bersiap mengunjungi toko baju dan membeli mantel agar udara dingin tidak menusuk sendi yang sendiri. Ramalan cuaca telah mengumumkan bahwa udara akan semakin dingin dimalam hari dan hujan pun mulai mengambil daftar hadirnya. Para tupai dan berang-berang hampir selesai mengumpulkan makanan untuk bersiap menghadapi musim dingin.

U & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang