35. Bahagia

442 26 1
                                    

"Tuhan, aku ingin bahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuhan, aku ingin bahagia. Jika boleh meminta,aku ingin bahagia,
satu menit saja."
-Keyna

****

"Keyna, gue boleh masuk?" tanya Reynand sembari mengetuk pintu kamar gadis itu.

Ceklek!

Reynand tak menyangka jika gadis itu langsung membukanya. Alih-alih menangis, gadis di hadapannya malah menyambutnya dengan senyuman.

"Kamu kesini, Rey?" tutur Keyna dengan senyuman yang belum pudar sedari tadi.

"Lo baik-baik aja, Key? Tapi tadi Kakak lo bilang—"

"Mereka baru aja pergi. Riskan juga baru aja pulang." tutur Keyna mencoba terlihat biasa saja.

Apa? Riskan?

"Dia kesini?" tanya Reynand dengan heran.

"Iya, kamu telat sih, Rey." Keyna tertawa hambar. Ia terlihat bodoh ketika memaksakan diri untuk terlihat bahagia.

"Maaf, Key. Tadi jalanan lagi macet, jadinya gue nggak bis—"

"Iya, Rey. Nggak papa kok, yang penting kamu udah kesini, kan?" tutur Keyna masih dengan topeng palsunya.

"Key, lo nggak terlihat baik kalau gini. Lo bisa cerita apapun ke gue, Key. Gue akan siap dengerin lo," ujar Reynand dengan tatapan bersalah.

"Maaf, Rey. Bukannya aku menolak kehadiran kamu. Tapi—" Keyna menjeda ucapannya.

"Aku mau menghargai perasaan Naina." Ujar Keyna setelahnya.

"Key, gue ini sahabat—"

"Nggak, Rey. Aku nggak pernah menganggap kalau kita ini sahabat, tapi lebih dari itu."

Saatnya Keyna melakukan perannya.

"Aku suka kamu, Rey." tutur Keyna secara tiba-tiba. Cowok di hadapannya tampak syok dengan mata yang membulat sempurna.

"Lo suka gue?"

"Iya, Rey. Lucu, kan?" Keyna terkekeh pelan.

"Lucu banget, Key!" Reynand langsung tertawa terbahak. Melihat itu, Keyna tersenyum miris.

"Ternyata perasaan aku selucu itu ya?" Kali ini Keyna tak dapat membendung air matanya, rasa sesak kembali menghampiri dada. Kenapa takdir ingin mempermainkan perasaannya?

"Key," ujar Reynand pelan. Tawanya langsung berhenti ketika bulir air mata itu jatuh membasahi wajah Keyna.

"Maaf, aku kelepasan. Air matanya nakal," tutur Keyna mencoba berseloroh. Ia langsung mengusap air matanya cepat.

"Key—"

"Aku capek, Rey. Aku mau istirahat." Keyna mencoba menampilkan senyum manisnya. Ia berkata setenang mungkin. Seolah ada perasaan yang sedang ia tahan.

"Tunggu, Key!" Reynand langsung menahan pintu kamar Keyna yang hendak tertutup rapat.

"Key, gue tau ini sulit. Tapi—lebih baik lo kubur perasaan itu dalam-dalam. Lo itu sahabat gue, Key. Gue cuma mau lo bahagia sama orang yang buat lo bahagia. Dan bukan gue orangnya." Sebelum pintu itu tertutup rapat, sebulir kristal jatuh membasahi permukaan lantai.

"Maaf, Key. Tapi ini lebih baik." tutur Reynand sebelum meninggalkan rumah kediaman Keyna selama ini.

****

"Tiga hal yang harus lo lakukan saat ini, Key. Pertama, biarkan Reynand tau perasaan lo. Kedua, tetap tersenyum. Ketiga, selalu bahagia."

Ucapan Riskan kembali terngiang di kepala Keyna. Ia sudah melakukan hal yang pertama dan kedua, bahkan ketiga. Tapi semuanya tetap menyakitkan. Keyna benar-benar tak menyangka jika hidupnya akan sehancur ini. Ia curiga pada semesta, apa semuanya tidak akan pernah berubah?

"Tuhan, Keyna juga pengen bahagia. Jika boleh meminta, izinkan Keyna bahagia sebentar saja. Nggak lama-lama kok, satu menit aja." Pinta Keyna dengan air mata yang luruh.

****

"Lo disini? Keyna mana?" tanya Riskan dengan wajah panik. Ia tak tenang meninggalkan Keyna sendirian di rumahnya, namun ketika melihat mobil Reynand terparkir di halaman rumah Keyna, ia jadi lebih panik.

"Dia di dalam," jawab Reynand dengan wajah datar. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku, mencoba bersikap biasa saja.

Bugh!

"Jangan pura-pura bodoh, Rey! Keyna butuh lo! Dia butuh orang-orang di sekitarnya!" Riskan menatap Reynand dengan penuh amarah. Tak habis pikir dengan pria di hadapannya.

"Lo boleh pukul gue semau lo, Ris. Gue tau ini salah, tapi perasaan Keyna yang patut untuk di salahkan!" balas Reynand mencoba bangkit dari posisinya.

"Shit!"

Bugh!

Reynand kembali terpental kebelakang. Tak ada raut emosi dalam wajahnya, justru malah sebaliknya. Ia kembali bangkit dari posisinya dan berjalan mendekati Riskan.

"Keyna lebih butuh lo, Ris. Bukan gue." Reynand mencoba untuk menampilkan senyuman dan menepuk bahu Riskan pelan. Melihat hal itu, tangan Riskan yang hendak memukul wajah Reynand tertahan.

"Mari jaga Keyna sama-sama. Gue sebagai sahabatnya, dan lo sebagai—kekasihnya. Gue rasa itu akan lebih baik." Reynand mencoba tersenyum setenang mungkin.

"Lo lebih pantes buat Keyna, Ris."

"Gue nggak tau itu bakal melukai perasaan atau nggak, tapi—" Riskan menggantungkan ucapannya sejenak.

"Gue bakal coba," jawab Riskan yang langsung menurunkan tangannya dan beralih memeluk tubuh Reynand.

"Makasih atas pengertian lo. Tapi gue nggak akan pernah memaksakan perasaan Keyna ke gue. Nggak salah kan kalau gue mencoba?"

****

Jangan lupa vote dan komen ❤
See you again ❤

KENTAKI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang