"Aku bahagia ketika melihat semuanya berubah. Setidaknya masih ada sinar harapan yang akan menerangi hidupku."
-Keyna****
"Mama!" panggil Keyna ketika ia masuk ke dalam rumahnya. Hatinya begitu was-was kala melihat rumah yang begitu sepi dan sunyi.
"Apa mereka benar-benar pergi?"
Hatinya begitu tak karuan kala membayangkan kata perpisahan dengan keluarganya. Semoga kata itu tak akan pernah menghampiri hidupnya.
Perlahan mata Keyna memanas, dimana semua orang yang seharusnya berada disini? Kemana keluarganya pergi?
"Key? Kamu sudah pulang, Nak?"
Tiba-tiba tubuh Keyna langsung membeku ketika wajah itu menampilkan senyuman yang begitu cerah saat menghampirinya. Tubuh hangat itu juga memeluknya sambil mengelus surai panjang miliknya. Ilusi apakah ini? Benarkah sosok itu adalah Ibunya?
Kini sosok itu melepaskan pelukan mereka dan tersenyum indah. Hal yang membuat Keyna lebih terkejut adalah, saat seorang Pria bertubuh tegap datang ke arahnya dengan membawa sebuah bolu dan lilin diatasnya.
"Kejutan!" pekiknya dengan wajah yang selama ini tak pernah Keyna lihat. Raut wajah yang begitu Keyna rindukan sejak beberapa tahun terakhir.
"Ma-Mama? Pa-Papa?" Lidah Keyna terasa kelu untuk mengucapkannya. Apa ini semua nyata?
"Selamat ulang tahun anak Papa!" Sebuah kecupan singkat mendarat di dahi Keyna. Begitu singkat namun sangat berharga. Benarkah ini Papanya yang selalu menampar dirinya ketika pulang?
"Ayo tiup lilinnya!" ucap Heri dengan senyuman yang mengembang.
Air mata Keyna sudah tak terbendung lagi. Kebahagiaan yang ia nanti telah datang. Hari ini adalah hari dimana ia menginjakkan umurnya yang ke tujuh belas tahun dengan bahagia. Ini adalah kado terindah dari Tuhan yang pernah ia terima.
"Selamat ulang tahun, Kak!" Seorang gadis kecil datang dengan diikuti oleh seorang Pria bertubuh tinggi di belakangnya. Di tangan mereka terdapat sebuah bingkisan kado yang besar.
"Happy Birthday, Key. Bahagia selalu buat lo," Ardim merengkuh tubuh Keyna dan memeluknya dengan erat.
Keyna tak mampu membendung rasa haru ini. Ketika di pelukan Ardim, ia langsung menumpahkan semua air matanya disana. Keyna sempat mencubit tangannya sendiri, takut jika ini semua adalah mimpi. Namun tidak, ini terasa begitu nyata. Dan benar-benar nyata!
"Jangan pernah pergi," ucap Keyna di sela isak tangisnya.
****
"Hari ini kamu mau makan apa sayang? Mama pengen buatin sesuatu buat kamu." Rinai menatap putrinya dengan teduh. Tangannya bergerak teratur mengelus surai panjang milik Keyna. Gadis yang berada di pangkuannya itu malah memeluk perutnya dengan erat seolah-olah menolak untuk beranjak dari sana.
"Gimana kalau kita masak bareng? Kita akan masak kentaki kesukaan kamu!" ajak Rinai dengan semangat. Keyna langsung berdiri tegak dengan mata yang berbinar.
"Beneran, Ma?" tanya Keyna yang di balas anggukan oleh Rinai. Gadis itu pun langsung memeluk tubuh Ibunya dengan erat seakan-akan kerinduannya selama ini belum hilang.
****
"Wah, kentaki?" pekik Kinan saat melihat makanan yang tersaji di meja makan.
Wajah girang Kinan menjadi sumber semangat tersendiri bagi Keyna. Entah sejak kapan dirinya mulai meneteskan air mata saat melihat gadis mungil itu menyantap makanan dengan penuh selera. Tempat yang selama ini menjadi garis merah bagi Keyna, kini menjadi sesuatu yang akan ia kenang sepanjang hidup.
"Papa mau tambah lagi, dong." Heri menyodorkan piring ke arah Istrinya.
"Masakan Keyna enak, kan, Pa?" ujar Rinai dengan senyuman lebar.
"Banget! Putri Papa emang jago masak!" ujar Heri dengan antusias, ia mengacungkan ibu jarinya ke arah Keyna.
"Daritadi Keyna mulu yang di puji, Ardim nggak?" seloroh Ardim yang mengundang banyak tawa.
****
"Ma, Keyna berangkat ke sekolah dulu ya." Keyna mencium tangan Rinai dan memeluknya sebentar. Ia masih tak menyangka jika kehangatan keluarganya bisa kembali seperti dulu.
Sejujurnya ia ingin membuka suara dan menanyakan beribu pertanyaan yang sudah tersusun rapi di otaknya. Namun, ia takut jika hal itu akan merusak semua kebahagiaan yang telah terukir.
"Belajar yang rajin ya, Nak." Rinai meraih tubuh Keyna dan mengecup dahinya singkat. Rasanya Keyna ingin kembali menangis, Ibunya sudah kembali seperti dulu.
"Ma, jangan pernah pergi." tutur Keyna yang langsung memeluk tubuh Rinai dengan erat. Ia sangat trauma dengan kata perpisahan.
"Iya, sayang." Rinai pun membalas pelukan putrinya dengan penuh kasih sayang.
****
Yeay update lagi!
Simpan dulu semua pertanyaan kalian ya, nanti bakal ke jawab kok di part-part berikutnya, hehehe.See you again ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
KENTAKI [COMPLETE]
Teen FictionIni bukan kisah keuwuan antara dua insan yang saling mencintai dan membutuhkan. Keyna berbeda dari yang semua kalian pikirkan. Di benci keluarga dan di tinggalkan, di benci bahkan di asingkan. Keyna pun tak mempunyai teman ataupun pasangan. Baginya...