18. Sebenarnya

277 25 2
                                    

"Ada yang kamu ketahui dantidak kamu ketahui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada yang kamu ketahui dan
tidak kamu ketahui."
-Keyna

****

"Ardim udah tau semuanya, Ma." Cowok bertubuh jangkung itu menjeda ucapannya sejenak.

"Bangun, Key." Ardim mengulurkan tangannya ke arah Keyna.

Speechless.

"Kak—"

Ardim menarik tangannya kembali.

"Jangan banyak bicara. Lo punya kaki untuk berdiri," tutur Ardim dengan wajah datar. Keyna tersenyum miris di dalam hati. Harapannya hancur seketika.

Dengan tenaga yang hampir terkuras habis, Keyna mencoba sebisa mungkin untuk berdiri. Kepalanya terasa berat karena efek menangis. Rasanya—ah Keyna tak bisa mendeskripsikannya.

Rinai membuang wajahnya ke arah lain. Tangannya mengepal di samping tubuh. Semua itu tak luput dari pandangan Ardim.

"Ma," panggil Ardim. Rinai enggan menoleh ke anak sulungnya.

"Liat Ardim, Ma." Rinai tetap kukuh pada pendiriannya.

Melihat usahanya tak membuahkan hasil, Ardim pun menoleh ke arah Keyna.

"Key, jalan lurus ke arah Mama!" ujar Ardim dengan wajah datar.

"T-tapi itu—"

"Gue nggak peduli! Sekarang jalan!" tekan Ardim.

Keyna menatap Ardim sendu. Bahkan isak tangisnya belum reda, tapi Ardim malah ingin menyakitinya lagi. Melihat kaca yang bertebaran membuat Keyna menengguk salivanya dengan susah payah.

Keyna memejamkan matanya dengan kaki yang perlahan mulai melangkah. Sejauh ini, apa mereka belum puas menyiksa batinnya hingga harus melukai fisiknya?

"Apapun yang terjadi, Keyna sayang kalian."
batin Keyna.

Serpihan kaca mulai menembus telapak kaki Keyna yang lembut. Tetesan demi tetesan mengalir ke lantai. "Aww!"

"KEYNA!!"

Keyna tertegun.

"Apa yang kamu lakukan, hah?!" Rinai menarik Keyna dari serpihan kaca itu.

"APA KAMU TIDAK WARAS ARDIM? KAMU MAU MENYELAKAI ADIK KAMU, HAH?!" bentak Rinai. Ardim tersenyum bahagia, rencananya berhasil.

"Mama," Keyna tersenyum haru.

Menyadari ada yang salah dengan ucapannya barusan, Rinai spontan menutup mulutnya.

"Lihat? Sebenarnya Mama masih peduli dengan Keyna, kan?" Ardim mendekat ke arah Mamanya.

"Tapi—"

Detik berikutnya Keyna langsung berhambur ke pelukan Rinai. Ia sangat bahagia. Kehidupan pahit yang ia jalani ternyata hanya sebuah sandiwara belaka. Terdengar menyakitkan, namun sekarang tidak lagi.

Kebencian itu hanya untuk menutupi kasih sayang mereka pada Keyna. Dan kenapa ia baru menyadarinya?

"Keyna sayang Mama,"

"Keyna rindu Mama,"

Rinai mematung. Tanpa ia sadari, sebulir air mata jatuh membasahi pipinya. Namun ia langsung menghapus jejak air mata itu.

"Cukup, Ma. Sebenarnya Ardim tau kalau Mama sering melamun sendirian di kamar. Ardim juga tau Mama sering nangis kalau udah bertindak kasar sama Keyna. Ardim tau semuanya, Ma."

"Ardim juga udah tau tentang Asya. Itu hanya pura-pura, kan? Tapi Ardim mencoba untuk ikuti alur yang udah Mama buat." Ardim tersenyum pahit.

"Mungkin Papa nggak akan tau hal yang Mama rasakan sebenarnya, tapi Ardim tau. Bukan gini caranya untuk membenci Keyna, Ma. Dia nggak salah,"

****

Ardim menarik Keyna ke dalam pelukannya.

"Ka—"

"Udah diem, gue rindu." Ardim memejamkan matanya, memeluk tubuh Keyna dengan erat.

"Hiks, Keyna juga rindu Kakak."

"Jangan nangis, ada gue." Ardim mengelus surai rambut hitam milik Keyna.

"Kenapa terlalu banyak sandiwara di hidup Keyna, Kak?" Keyna tersenyum getir.

Ardim juga tak tau kenapa Mamanya bisa menyangkal semua kebenaran yang ada. Padahal ia merasa yakin jika Mamanya itu masih menyayangi Keyna.

"Mama cuma butuh waktu," Ardim mencoba menenangkan Keyna.

Entahlah, Keyna juga tak mengerti. Baru saja ia merasakan kebahagiaan sebentar, namun itu sudah di renggut begitu cepat. Sampai kapan ia harus menanti? Apakah ia tak pantas untuk hidup lagi?

"Kakak lagi nggak bersandiwara,kan?"

Ardim diam sejenak, ia merasa sangat bersalah pada Keyna. Ia melepaskan pelukannya dan menatap iris mata Keyna dalam.

"Nggak, Key. Walaupun selama ini gue benci sama lo, tapi rasa sayang gue lebih besar daripada itu." tutur Ardim dengan tangan yang menyeka air mata Keyna.

"Udah, jangan nangis lagi." Ardim kembali memeluk Adiknya dengan erat. Tidak, ia tak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Sudah cukup ia membuat Keyna menderita.

"Apa Keyna harus menemui Alan untuk memberi nyawa yang pernah dia selamatkan?"

****

Maapkeun jika beberapa minggu ini nggak update:(

Lagi tahap sibuk soalnya:"(

Jangan lupa komen banyak-banyak ya...
Jangan lupa vote juga...
See you again ❤

KENTAKI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang