17. Kebohongan

264 28 0
                                    

"Jangan membuat aku menebak sesuatu yang tidak bisa aku tebak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan membuat aku menebak sesuatu yang tidak bisa aku tebak."
-Keyna

****

"Btw, adik lo juga ada yang kembar kan?"

Deg.

Keyna tertegun sejenak.

"I-iya," cicit Keyna dengan wajah yang menunduk. Ia memainkan jari tangannya, berharap Reynand tak menanyakan sesuatu yang menjadi trauma hidupnya.

"Jangan bahas itu, aku mohon."  batin Keyna.

"Gue nggak nyangka kalau kita bisa satu sekolah lagi setelah tiga tahun. Gue harap semuanya masih baik-baik aja sama keluarga lo," tutur Reynand yang membuat Keyna langsung menoleh ke arahnya.

"Ma-maksud kamu?" tanya Keyna dengan keringat dingin yang mengucur. Ia takut jika Reynand telah mengetahui semuanya.

"Gue berpikir kalau lo lagi nggak baik-baik aja, Key. Lo beda dari yang gue kenal dulu," Reynand beralih menatap manik Keyna dalam.

"Maaf, aku belum bisa cerita apapun ke kamu." batin Keyna.

"Dan lo nggak bisa sembunyikan apapun dari gue," ujar Reynand dengan wajah datar.

Deg. Jantung Keyna kian berpacu cepat, lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan sesuatu. Keyna sangat takut.

Reynand mendekatkan wajahnya ke arah Keyna dengan sebuah sunggingan kecil.

"Hahaha! Lo lucu banget sih, Key! " Reynand mencubit kedua pipi Keyna dengan gemas. Wajah yang tadinya serius kini telah berubah drastis.

Keyna membulatkan matanya lebar. Apa Reynand hanya bercanda?

"Sorry, gue cuma becanda, Key." Reynand terkekeh.

Keyna diam sejenak, lalu ikut terkekeh pelan. Hanya saja, tawa itu terpaksa. Ia hanya ingin menutupi luka.

"Btw, gimana kabar Kak Ardim? Udah lama gue nggak jumpa sama dia,"

Deg. Lagi-lagi perkataan Reynand berhasil membuat Keyna mematung.

"Hei! Kenapa? Kok melamun?" Reynand mengibaskan tangannya di depan wajah Keyna.

"A-aku mau pulang," tutur Keyna menahan air mata yang hendak tumpah. Ia tak sanggup dengan semua ini.

****

"Keyna, dari mana saja kamu?" tanya Rinai dengan tatapan menusuk.

"Ke-Keyna tadi ke taman bentar, Ma." cicit gadis itu dengan wajah menunduk.

"Tadi Asya menelpon saya! APA BENAR KAMU SUDAH MENAMPAR DIA?!" bentak Rinai.

"Ma—"

"Kamu benar-benar keterlaluan! Bukannya meminta maaf, kamu malah menambah masalah!" Rinai menarik rambut Keyna hingga sang empu mengerang kesakitan.

"S-sakit, Ma."

"Dasar anak—"

"MAMA!" Ardim datang dari arah dapur dengan segelas jus jeruk di tangannya. Wajahnya memerah dengan emosi yang sudah berada di ubun-ubun.

Mendengar suara Ardim, Rinai langsung melepaskan tangannya dari rambut Keyna. Gadis itu pun langsung terduduk lemas. Menangis pilu, melepaskan segala rasa sakitnya.

"Ardim! Mama sudah tidak tahan dengan dia!" Rinai beralih menatap anak sulungnya dengan tajam.

Prankk!

Kaca-kaca itu berserakan di lantai. Yang tadinya bersih kini penuh dengan noda oranye. Kilauan tajam dari serpihan tajam membuat siapa saja takut untuk menyentuhnya.

"APA YANG KAMU LAKUKAN ARDIM?!" pekik Rinai dengan emosi yang membuncah.

"Mama!" Kinan muncul dengan dengan wajah sendu. Banyak kaca yang berserakan di mana-mana. Ia pun berjalan berhati-hati mendekati sang Mama.

"Kinan, kamu ngapain kesini? Sekarang kamu masuk ke kamar!" titah Rinai tak terbantahkan.

"Nggak, Ma. Kinan nggak suka Mama marah," Kini wajah yang begitu polos itu meneteskan air mata. Rinai memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Bi Narti!"

"I-iya, Nya." Seorang wanita paruh baya datang tertatih-tatih ke arah mereka.

"Bawa Kinan ke kamar!" Perintah itu langsung di angguki patuh oleh asisten rumah tangganya. Walau Kinan terus memberontak, namun ia mencoba sekeras mungkin membawa anak majikannya itu ke kamar.

"Lihat! Gara-gara dia Kinan harus menanggung semuanya!" Rinai menatap Keyna nyalang.

"Ma—"

"DIAM!" hardik Rinai yang membuat Keyna mengatupkan mulutnya.

Keyna selalu di salahkan. Ia selalu di pojokkan. Apa salahnya dalam hal ini? Siapa yang harus di salahkan?

"Ma, Ardim mohon. Jangan gini," lirih Ardim.

Gadis itu hanya bisa menahan isak tangisnya. Kedua orang yang ia sayangi bertengkar karenanya. Bagaimana jika kalian berada di posisi Keyna?

Gadis itu cuma bisa menangis tanpa suara. Menyaksikan semuanya dengan rasa sakit yang tak bisa di jelaskan.

"Mama sudah lama diam Ardim. Tapi apa? Gadis ini selalu membuat Mama emosi setiap saat. Dan kamu berani melawan Mama hanya untuk membela dia?"

"Ardim bukan membela Keyna, Ma. Tapi Ardim cuma nggak mau Mama kehilangan arah dengan kebencian yang sudah Mama buat!" balas Ardim dengan menekankan setiap kata-katanya.

"Apa Mama masih mau membohongi diri sendiri?"

****

Huaaaa gimana? Konfliknya bikin sport jantung nggak?

Setiap orang pasti punya pendapat yang berbeda kan;)

Jangan lupa penuhi kolom komentar ya🍉
Vote-nya juga jangan lupa🍉

See you again ❤

KENTAKI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang