28. Sisi Lembut

172 24 2
                                    

"Seburuk apapun kenyataannya, aku tidak akan pernah pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seburuk apapun kenyataannya, aku tidak akan pernah pergi."
-Riskan

****

"Key, Rifka kenapa?" tanya Riskan dengan raut yang begitu khawatir. Ia langsung melesat ke sekolah begitu mendengar kabar dari Keyna bahwa kembarannya kini sedang berada di UKS.

"Sebenarnya—" Keyna menggantungkan kata-katanya.

"JAWAB, KEY!"

Keyna menjengit kaget. Apa Riskan baru saja membentaknya?

Tolong, kenyataan ini begitu pahit untuk ia telan.

Bahu Keyna langsung bergetar hebat, ia menangis sesenggukan dengan kepala yang menunduk. Melihat hal itu, Riskan langsung tersadar akan perbuatannya yang telah melewati batas.

Riskan mengusap wajahnya kasar. Apa yang sudah ia lakukan?

"Key, maaf." ucap Riskan dengan nada yang menghalus. Ia menangkup kedua pipi Keyna dengan lembut dan berkali-kali memohon maaf pada gadis itu.

"Maaf, maaf, maaf, maaf." tutur Riskan dengan nada rendah.

"Ris, aku yang minta maaf. Ini semua salah aku," Keyna berucap dengan lirih.

"Aku yang udah melibatkan Rifka dalam masalahku," terang Keyna dengan air mata yang terus mengalir.

Tangan Riskan terulur untuk mengusap butiran kristal itu dan tersenyum lembut. Kenapa ia merasa sangat bersalah yang mendalam ketika melihat gadis di depannya menangis?

"Bicarain ini nanti aja, ya. Sekarang kita liat kondisi Rifka dulu." usul Riskan dengan intonasi yang sama. Begitu lembut dan menenangkan.

Hari ini, Keyna menangkap sisi lain dari Riskan. Ia baru tau jika sosok di hadapannya ini sangat berhati malaikat. Perlakuan lembut itu secara nyata Keyna rasakan hingga membuat jantungnya berdegup dengan kencang.

"Riskan, sepertinya aku harus bicarakan ini sekarang sama kamu. Soalnya ada hal penting yang harus aku lakukan." Keyna jadi teringat perkataan Asya, ia harus segera pulang untuk memastikan semua ucapannya.

Riskan tampak menimbang permintaan Keyna. Sejujurnya ia ingin melihat kondisi Rifka sekarang, tapi sepertinya jawaban Keyna jauh lebih penting saat ini. "Yaudah, kita duduk disana aja." Riskan menunjuk ke sebuah bangku yang berada tak jauh dari UKS.

"Ris, setelah aku ceritakan ini, apa kamu juga akan pergi?" tanya Keyna dengan raut sendu. Ia menunduk dalam, menetralisir rasa takutnya yang kian memuncak.

Cowok itu menatap mata Keyna dengan teduh, sebuah senyuman terukir indah di wajah Riskan. "Gue nggak akan pernah pergi dari lo, Key. Seburuk apapun kenyataannya, gue nggak akan pernah pergi."

Keyna mengangkat wajahnya, ia mendapati Riskan yang tengah tersenyum tulus. Senyuman yang jarang Riskan tunjukkan kepada siapapun.

Dan mungkin ini saatnya. Riskan akan menjadi orang pertama yang mengetahui segalanya.

Keyna menceritakan semua awal mula kejadian yang ia rasakan ketika masuk ke sekolah ini. Mulai dari di hindari teman sekelas, di bully diam-diam, bahkan sampai di asingkan. Reynand memang tak tau mengenai hal ini, Keyna sengaja menyembunyikan semuanya agar sahabatnya itu tak mengkhawatirkannya.

Keyna juga menceritakan ke Riskan bagaimana Rifka mulai di teror oleh Asya dan di siksa hingga harus terkapar tak berdaya di ruang UKS.

Mendengar semua penuturan Keyna, rahang Riskan langsung mengeras. Kenapa ia tak mengetahui hal sebanyak itu?

"Dia harus di beri pelajaran, Key!" Riskan langsung berdiri tegak dengan tangan yang mengepal.

"Key, kenapa lo nggak bilang dari awal, sih? Apa Reynand tau hal ini?" Keyna menggeleng.

"Riskan, kita bicarakan ini nanti, ya. Aku harus pulang dulu untuk memastikan semuanya," ujar Keyna mencoba memberi penjelasan ke Riskan.

"Maaf karena aku nggak bisa nemenin Rifka untuk saat ini. Tapi aku janji, besok aku akan jenguk Rifka ke rumah." Tatapan Keyna berubah menjadi sendu. Hidupnya terlalu rumit untuk usianya yang masih menginjak tujuh belas tahun. Tapi Keyna mencoba sekuat mungkin untuk tegar, demi dirinya dam keluarganya.

"Santai aja Key, yang penting lo harus pulang sekarang. Mau gue antar?" tawar Riskan yang di balas gelengan oleh Keyna.

"Kamu temenin Rifka aja, kalau perlu bawa dia ke rumah sakit. Aku akan tanggung semua biayanya," tutur Keyna ragu. Padahal saat ini ia belum mempunyai uang yang cukup.

"Gak perlu, Key. Keluarga gue nggak semiskin itu," ujar Riskan dengan senyuman.

Keyna menggeleng sembari terkekeh kecil. Seperti saat ini saja Riskan masih bisa menyombongkan diri.

"Key," panggil Riskan saat gadis itu hendak melangkahkan kaki pergi.

"Iya?"

"Maaf soal yang tadi." Riskan kembali di selimuti oleh rasa bersalah. Ia tidak pernah tahu menahu mengenai latar belakang Keyna, apalagi ia sudah bertindak keterlaluan pada gadis malang tersebut.

"Gapapa, Ris. Aku ngerti kok kekhawatiran kamu. Yang penting kamu...jangan pernah pergi."

****

Walaupun nggak ada yang komen next, tapi cerita ini akan berlanjut. Sepertinya kalian tidak antusias dengan cerita yang satu ini😭

Gapapa deh, semoga aja suatu saat cerita ini bakal rame dan penuh dengan komentar pembangkit semangat:)

See you again ❤

KENTAKI [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang