Senja di ufuk barat telah menyapa. Sore yang indah, karena ditambah angin yang berembus cukup tenang. Angin yang mampu menyisir pepohonan hingga rumput yang tadinya terdiam jadi tergoyah. Tepat pukul 17.30, Lintang tengah santai di atas ranjang kasurnya sebari memangku laptop dengan gambar apel sebelah di belakang layarnya.
“Lin,” panggil Garis di dalam kamar mandi.
“Iya, Kak?” sahut Lintang, ia beranjak bangun dari posisinya, berjalan dan berdiri di daun pintu kamar mandi.
“Tolong, ambilkan handuk, gue lupa bawa,” ucap Garis memerintah dengan lembut.
“Oke, bentar.” Lintang buru-buru berjalan kearah lemarinya, mengambil sebuah handuk berwarna putih.
Tok tok tok!
Lintang mengetuk daun pintu dengan pelan, perlahan pintu terbuka sedikit, terlihat tangan Garis mengintip disana.
“Mana?” kata Garis sebari menodongkan tangannya.
“Ini.” Lintang memberikannya dengan cepat, buru-buru juga Garis kembali menutup pintu.
“Makasih, Lin,” ucap Garis.
“Kembali kasih, Kak,” balas Lintang sebari melangkahkan kaki dan kembali naik ke atas ranjang kasur.
Sama seperti tadi, Lintang kembali menyimpan laptopnya di pahanya, menyandarkan tubuhnya dengan nyaman dan kembali fokus ke depan layar.
Lintang tidak sedang belajar, ia tengah asyik menonton drama Korea di laptopnya. Sesekali, gadis itu tertawa, hingga tanpa disadari Garis sudah keluar dari dalam kamar mandi. Garis memandangi Lintang dengan kedua alis terangkat, heran rasanya melihat gadis itu tertawa seorang diri.
“Lintang,” panggil Garis cukup keras.
Atensi Lintang langsung tertuju pada sumber suara, matanya sedikit membelalak saat mendapati ternyata Garis tengah memperhatikannya.Dengan cepat, Lintang menutup laptopnya, tersenyum kikuk dan bergerak gusar di tempat.
“Lo kenapa ketawa sendiri?” tanya Garis datar.
“Hm ... aku, lagi nonton film komedi, Kak,” jawab Lintang kaku.
Garis manggut-manggut, tangannya terangkat mengeringkan rambutnya dengan handuk putih yang Lintang beri tadi. Cowok itu berjalan ke arah cermin, sambil sesekali bersiul.
“Film komedi apa drakor?” sindir Garis pelan.
Walaupun pelan, tapi Lintang mendengarnya jelas.
“Tenang aja Lin, gue gak masalah kok kalau lo suka drakor, gue dukung malah. Nanti kalo ada rejeki, kalau gue udah kerja, kita ke Korea,” lanjut Garis sebari menyisir rambutnya.
Wajah Lintang langsung memancarkan binar bahagia mendengar itu. “Serius, Kak?” tanyanya, antusias.
“Serius, tapi nanti kalo gue udah kerja. Makanya, lo jangan pergi dari kehidupan gue, biar kita bisa ke Korea bareng,” jawab Garis.
“Yeay!” Lintang bersorak riang, “aku senang banget deh, Kak, ada cowok yang dukung aku suka yang berbau Korea. Soalnya, jaman sekarang kayaknya susah deh nyari yang kayak Kak Garis,” ungkapnya.
Garis tertawa kecil. “Siap-siap sana, mamah gue ngajakin makan malam hari ini.”
“Hah?” Lintang melongo tak percaya. “Makan malam?”
“Iya,” Garis berucap mantap. Cowok itu berbalik badan, menatap Lintang dari kejauhan. “Katanya, mamah kangen sama lo, maka dari itu, mamah ngajak makan malam. Tapi, bukan di kafe lagi, tapi di rumah gue,” terangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Lintang [SELESAI]
Ficțiune adolescenți[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Lintang Amoza cuma gadis cupu yang sering jadi bahan bullying di sekolah. Menyukai Bara Aldian Adiwijaya sudah ada di dalam kamus hidupnya, tekadnya untuk mendapatkan Bara membuat Lintang mengubah dirinya, ia yang...