22. JANGAN PERGI

2K 331 24
                                    

Sehabis sepulang sekolah, Lintang langsung buru-buru berlari ke kamarnya, tak mengindahkan peringatan Garis yang berada di belakangnya. Lintang berlari, lalu sesampainya di kamar, ia merebahkan tubuhnya dengan posisi terlentang.

Helaan napas kasar, begitu terdengar jelas. Lintang menatap langit-langit atap. Tatapan kosong yang begitu tiada arti. Dilema, satu kata yang mendominasi dirinya saat ini. Jujur, sejak Bara melontarkan perkataan tadi di tangga rooftop, Lintang jadi dilema.

Brak!

Garis menutup pintu cukup keras, membuat Lintang yang tadinya merebahkan badannya jadi bangun dan duduk.

“Kalo suami ngomong itu di dengerin. Gue udah teriak jangan lari, masih aja lari.” Garis mengomeli Lintang, sebari berjalan dan duduk di sebelah gadis itu.

“Maaf...” Lintang merundukkan kepalanya sebari memainkan jemarinya.

“Lin, lo kenapa sih?” tanya Garis, bingung.

Jelas Garis bingung, sedari tadi di dalam mobil Lintang terus saja melamun. Hal yang patut dipertanyakan menurut Garis, karena tidak biasanya Lintang melamun seperti tadi di dalam mobil.

“Aku enggak apa-apa,” jawab Lintang sebari mengangkat wajahnya, menoleh ke samping menatap Garis.

“Jangan bohong,” ujar Garis tenang. Cowok itu nampaknya tahu bahwa Lintang kini tengah berbohong.

“Serius, Kak, aku enggak bohong,” balas Lintang meyakinkan.

“Oke, gue ganti baju dulu. Lo juga nanti ganti baju, gantian.” Garis kembali beranjak berdiri, berjalan menuju lemari dan mengambil beberapa pakaian lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah Garis masuk ke dalam kamar mandi, Lintang membuang napas sebari kembali merebahkan tubuhnya.

“Kembali sama gue, gue mohon.”

Ucapan Bara begitu terngiang di telinga Lintang, bukan hanya di telinga, tapi juga bersarang di kepala. Jujur, Lintang bingung harus bagaimana?

Kembali pada Bara, atau tetap bersama Garis?

Lintang tak bisa bohong, bahwa ia masih belum bisa melupakan Bara, dan Lintang juga tak bisa bohong bahwa ia sudah mulai merasa nyaman bersama Garis.

Bara atau Garis?

Itulah dua pilihan yang sekarang berputar di kepala Lintang. Gadis itu berdecak, kembali bangkit bangun sebari memukul-mukul dengan kesal kasur empuknya. Lintang tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

🖤🖤🖤

Tetes demi tetes ribuan bahkan jutaan air dari langit turun, membasahi bumi sore ini. Hujan di ibukota sore ini cukup deras, menggemburkan tanah dan membuat aspal menjadi hitam legam. Di tepi jendela, Lintang menengadahkan tangannya, menatap ke depan, melihat senja dengan garis halus kuning jingganya yang telah muncul saat ini.

“Lintang.” Garis menepuk pundak gadis itu, sukses membuat sang empu terkesiap.

Lintang berbalik badan, menatap Garis yang kini tengah berdiri sebari membawa segelas susu di tangannya.

“Minum susu nih, kata mamah susu hamil itu bagus buat bayi di dalam kandungan lo,” tawar Garis sebari sedikit memberi pengertian.

Lintang mengambilnya, sebari tersenyum. “Makasih, Kak,” katanya.

“Gak usah makasih terus, udah kewajiban gue sebagai seorang suami.” Garis memegangi pucuk rambut Lintang, mengelusnya dengan lembut membuat gadis itu sedikit malu.

Garis Lintang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang