24. ANCAMAN BARA

1.9K 315 25
                                    

“Assalamualaikum, Lintang pulang!”
Suara pekikan riang yang bersumber dari Lintang membuat Garis yang tengah duduk di sofa, bangkit berdiri menghampiri gadis yang tengah menutup pintu itu.

“Waalaikumsalam,” balas Garis membuat Lintang yang baru saja membalikkan badan terkejut.

“Kaget,” ucap Lintang sebari mengelus-elus dada.

Garis nyengir tanpa dosa, namun tidak berlangsung lama. “Balik sama siapa?”

“Naik angkot.”

“Di angkot gak ada yang gangguin kan?” Garis menatap Lintang dengan tatapan menyelidik.

Lintang sontak memundurkan wajahnya. Ia tak menyangka Garis akan bersikap posesif. “Enggak ada, Kakak!” kata gadis itu.

Garis mengangguk paham, ia dengan sengaja membungkukkan badannya, menyejajarkan wajahnya dengan wajah Lintang. “Cepet ganti baju, kita makan bareng,” ucapnya lembut.

“Makan? Aku belum masak,” balas Lintang celingukan.

“Gue udah masak, khusus buat istri  gue. Makanya sekarang ganti baju, terus kita makan bareng,” terang Garis lalu menyuruh.

“Masa? Kak Garis masak?” Lintang membulatkan matanya tak percaya.

“Iya dong, kan mau menjadi suami yang serba bisa,” timpal Garis sebari menegakkan posisinya.

“Oke, aku ganti baju dulu, tunggu ya,” kata Lintang dibalas anggukan kepala oleh Garis.

Selang beberapa detik setelah mengatakan itu, Lintang langsung berlari kecil menuju kamarnya, sesekali matanya melirik ke arah meja makan, melihat banyak makanan yang tertera disana. Lintang masih belum percaya, bahwa Garis bisa memasak.

Sebari menunggu Lintang berganti baju, Garis berjalan kearah meja makan, menyiapkan kursi untuk Lintang, tidak hanya kursi, Garis menyiapkan piring, sendok garpu untuk istrinya itu. Katanya, Garis tak mau Lintang lelah sedikit pun.
Melihat Garis tengah sibuk, Lintang dengan pikiran jahilnya berjalan mengendap-endap, menghampiri Garis pelan. Saat sudah berada di belakang tubuhnya, Lintang memeluknya dari belakang, menyimpan kepalanya di salah satu pundak Garis.

“HAYO!” pekik Lintang, namun tak membuat Garis kaget.

“Apa sih, gue udah tau kali lo bakal datang. Pake peluk-peluk lagi, nakal,” goda Garis masih sibuk dengan aktivitasnya.

Bibir Lintang mencebik. “Enggak mau aku peluk?” katanya kecewa.

Garis tertawa kecil. “Mau dong, peluk saja sampe lo puas,” balasnya.

Lintang mengeratkan pelukannya, ia jelas mencium parfum pria itu yang sangat wangi dan membuatnya nyaman untuk terus memeluknya.

“Udah peluknya, kita makan,” suruh Garis membuat Lintang mengangguk.

Gadis itu melepaskan pelukannya, menarik kursi dan terduduk begitu pula dengan Garis. Bibir Lintang sedikit menganga tak percaya dengan masakkan di hadapannya sekarang. Sungguh, dari segitu penampilan begitu menggugah selera.

“Serius Kakak yang masak?” Lintang menoleh ke samping, menatap Garis dengan tatapan tak percaya.

“Iya, beneran gue. Gak percaya pasti?” Garis menopang pipinya dengan salah satu tangannya di atas meja.

“Saya sedikit mencium aroma-aroma curiga,” kata Lintang dramatis, matanya menyipit menatap Garis.

“Gemes banget istri gue!” timpal Garis gregetan, ia mengacak-ngacak rambut Lintang dengan gencar.

Garis Lintang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang