Part 32

136 10 3
                                    

Malam itu kian larut, hujan tak kunjung henti.
Jeena dan Jimin bersama malam itu.
Ya, Jeena melihat Jimin yang sedang berantakan di bawah payung gelapnya dengan kondisi yang basah dan mengkhawatirkan.

Jeena dan Min ahjussi memang melewati kawasan itu karena naluri Jeena untuk sekedar lewat untuk memastikan Jimin baik baik saja ternyata tepat.
Tapi ternyata Jimin tidak baik baik saja.

Jeena memutuskan mengajak Jimin ke villa yang sudah tidak asing lagi bagi mereka berdua.
Seolah tempat itu kini menjadi tempat persembunyian sekaligus tempat pelarian Jimin dari Yeonmi. Termasuk dari Jieun.

"Makanlah dulu sebelum kau tidur, oppa..
Wajahmu pucat sekali.."
Jeena memberikan semangkuk sup yang Min ahjussi belikan untuk Jimin.

Mereka kini duduk di ruang makan yang begitu hangat. Walaupun hanya ada mereka berdua, dan ahjumma yang sering membantu di villa.
Tapi suasana di tempat itu begitu membuat Jimin nyaman. Dan Jiminpun tau bahwa rasa nyaman ini sudah bersarang di tempat yang salah.

"Maaf Jeena-ssi.. aku merepotkanmu lagi..
Aku...."

"Kau harus makan, oppa..
aku mohon..."
Jeena meminta dan menatap Jimin dengan tulus sambil mendorong mangkuk itu agar lebih dekat ke arah Jimin.

Jiminpun menarik mangkuk keramik mewah itu.
Tanpa sepatah katapun, Jimin mulai menyuapkan sup itu perlahan.

Ia tidak begitu ingin menelan apapun hari ini.
Tapi ketika ia melihat wajah Jeena yang menunggu hanya untuk memastikan Jimin menyuapkan supnya, Jimin tidak tega.
Ia benar benar menghargai perhatian Jeena padanya.

"Maaf aku tidak bisa menghabiskannya..
Perutku tidak enak.."
Jimin hendak membawa mangkuk itu ke wastafel dan berniat mencucinya.

"Duduk saja, oppa...
Biarkan aku yang mencucinya, ahjumma sepertinya sudah tidur..
Minumlah vitamin itu, kau membutuhkannya.."
Jeena menarik mangkuk dan membawanya ke wastafel.

Dengan mata yang sayu dan rapuh itu, Jimin memandang Jeena yang sedang berdiri membelakanginya. Wanita yang dulu hanya ia anggap sebagai adik yang harus ia lindungi, kini menjadi seseorang yang pandai memikat hatinya.
Bahkan Jeena diam saja itu membuatnya terpikat.

Jimin berdiri perlahan, menghampiri Jeena yang sudah selesai mencuci dan menaruh mangkuk di sebelah wastafel.

Seolah tidak ingin momen ini terlewat, Jimin tiba tiba memeluk Jeena dari belakang.
Jeena mematung, ia tak tau harus berbuat apa saat tangan dan tubuh hangat Jimin beradu dengan punggungnya.

"Oppa....."

"Biarkan seperti ini Jeena-ssi... kumohon...
Aku hanya memelukmu sebentar saja.."
Suara Jimin begitu menuntut agar Jeena menuruti apa yang diinginkan Jimin.

Ceruk Jeena terasa hangat karena deru nafas Jimin ada disana.
Ya, Jimin menaruh kepalanya di bahu Jeena yang mampunyai tinggi badan hampir sama dengannya.

"Aku bingung kenapa kau bisa sehangat ini..
aku tau ini salah. Tapi aku tidak bisa menahan rasa ini Jeena-ssi... Mian.."
Jimin mengecup lembut bahu Jeena.

Jantung Jeena tak karuan.
Ia tau ini benar benar salah.
Tapi ia berusaha untuk sedikit saja lebih menikmati pelukan Jimin.

Perlahan Jeena menyentuh tangan Jimin yang melingkar di pinggangnya. Berusaha menyatukan tautan tangan mereka.
Ternyata benar, sentuhan ini begitu hangat, pikir Jeena.

Jeena nembalikkan tubuhnya, mereka bertatapan begitu dalam.

Bahkan Jeena tidak berani memandang ke arah Jimin terlalu lama.
Ia hanya sesekali melihat mata Jimin yang seolah tidak berkedip hanya karena menatap seorang Jeena.

Ephemeral • PJM •ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang