Part 30

122 11 0
                                    

Sungguh memuakkan ketika kita harus di hadapkan dengan sesuatu yang tidak di sukai tapi harus di kerjakan.
Tapi tidak bagi Jimin.
Ia berusaha untuk menyukai apa yang ia kerjakan hingga akhirnya rasa nyaman itu hadir untuk membunuh kejenuhan di tiap harinya.

Ini minggu ketiga setelah ayah pergi.
Dan di penghujung minggu ini ibu akan datang untuk tinggal bersama Jimin dan Yeonmi.

Tidak ada yang berubah dengan keadaan rumah tangga Jimin. Sikap dingin dan acuh itu kian terasa menyakitkan bagi Yeonmi.

Setiap hari Jimin mengabaikan dengan berbagai caranya.

Ia tidak pernah lagi sarapan di apartemen.
Bahkan sepulang kerja, Jimin biasanya langsung berkutat dengan laptopnya dan begitu pekerjaannua selesai, ia segera tidur tanpa mengucap sepatah katapun pada Yeonmi.

Kecuali beberapa hal penting seperti memberitahu tentang keberadaan barang di apartemen itu.

Yeonmi merasa jengah, ia sudah berusaha sekuat tenaga agar Jimin kembali luluh.
Tapi kali ini hati yang begitu hangat itu berubah menjadi sedingin es antartika.
Entah dengan cara apalagi Yeonmi meluluhkan Jimin.

Ia pernah mencoba menggoda Jimin dengan berpakaian minim sebelum tidur.
Itu malah membuat Jimin merasa tidak nyaman.
Yeonmi menunggu Jimin selesai mandi hingga tertidur dalam keadaan memakai lingerie.

Jimin melihat itu dan ia langsung menyelimuti Yeonmi hingga ke leher karena suhu ruangan sangat dingin.
Lalu Jimin pun bergegas tidur tanpa melakukan apapun pada sang istri.

Pernah Jimin melontarkan kalimat bahwa setelah ibu datang ia akan mengurus perceraian.
Itu membuat Yeonmi kian takut akan kehilangan Jimin.

~~~

"Apa kau sudah menemukan dimana dia, hyung??"
Jimin bertanya pada Hoseok yang sedang merapikan barangnya setelah waktu mengajar selesai.

"Ah.. itu.. aku belum mendapat kabar apapun, Jim..
Sepertinya kita akan kesulitan mencari keberadaan Junki.."
Hoseok dimintai tolong oleh Jimin agar bisa menemukan Junki.
Mengingat Hoseok mempunyai banyak teman yang berada di beberapa kota.

Tapi tidak semudah itu.
Entah kenapa Jimin sulit menemukan sosok yang ia yakini menjadi penyebab ayahnya sakit hingga akhirnya meninggal dunia.

Ia benar benar ingin menyelesaikan keresahannya pada pria yang ia sebut sebagai penyebab kehancuran hidupnya.

"Jim, kenapa kau tidak tanyakan pada Jeena? Bukankah adik Junki berteman dengan Jeena ??"
Jieun mengingat itu karena kejadian dirumah sakit dan juga ketika peresmian butik Jeena.

"Aku sudah meminta bantuan pada Jeena untuk menanyakan pada Nana. Tapi nihil..
Bahkan Nana pun tidak bisa di hubungi dan di temukan..
Entahlah.. mungkin aku memang di takdirkan untuk menerima semuanya daripada aku harus berhadapan dengan orang itu lagi..
Aku pulang duluan. Sampai berjumpa besok.."

Jimin berlalu meninggalkan rekan kerjanya yang saling menatap karena melihat wajah Jimin yang jarang sekali tersenyum akhir akhir ini.

"Jim..."
Jieun memanggil Jimin yang sudah berjalan jauh di depannya.

"Hm? Ada apa Noona?"
Jimin menoleh dan melihat Jieun sedikit berlari mengejarnya.

"Pulanglah denganku..
Aku akan ke suatu tempat dan melewati apartemenmu.. ini bukan pertanyaan.."
Jieun memberikan kunci mobilnya pada Jimin yang tidak bisa menolak.

~~

"Jim.. aku bukan ingin ikut campur dengan semua urusan pribadimu..
Tapi aku berharap kau bisa memutuskan sesuatu untuk dirimu sendiri. Bukan untuk orang lain.
Kau juga harus bisa menemukan semangatmu lagi.
Agar hidupmu tidak sia sia.."
Jieun jarang sekali memberikan nasihatnya pada Jimin. Karena ia tau Jimin adalah tipikal yang sulit menerima saran karena ia tidak mau merepotkan orang lain hanya untuk memikirkan saran dan nasihat untuknya.

Ephemeral • PJM •ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang