Part 33

108 7 2
                                    

Dilihatnya kedua punggung yang ringkih itu dari kejauhan, tetap terpana seperti pertama kali memandangnya.
Kedua sosok itu memang tiada akhir.
Dalam kelam dan nilam pun tetap merekalah tempat kembali.

Sudah hampir dua bulan semenjak Jimin bercerai dengan Yeonmi, ia memutuskan untuk tinggal beberapa lama di kampung halamannya.
Jimin pikir dengan tinggal bersama ibunya, setidaknya ia bisa menenangkan diri untuk sementara waktu.

Melenyapkan penatnya sedikit, setelah melewati berbagai macam drama di kehidupannya.

Perceraian memang sepelik itu.
Ditambah dengan hal hal yang sengaja ia buramkan karena ketidakinginannya untuk merasakan lagi rasa sedih dan merasakan parau yang seolah mencekik.

Proses perceraian yang awalnya di tolak oleh Yeonmi memang memakan waktu.
Berkali kali Yeonmi membujuk Jimin, bahkan ia meminta ibu Jimin untuk membantunya.
Tapi mustahil, sang ibu hanya bisa menyayangkan keputusan anaknya.

Mereka tau Jimin tidak pernah semarah ini.
Pihak pengadilan pun sempat mengadakan mediasi hingga tiga kali pertemuan.

Pada mediasi terakhir, Yeonmi tersungkur di kaki Jimin. Membuatnya sedikit iba dan memikirkan untuk berpisah sementara selagi menunda perceraian.

Sampai akhirnya mereka berdua sepakat untuk mencoba tinggal bersama dalam dua pekan seolah itu adalah masa percobaan.

Ternyata keberuntungan belum menghampiri Jimin lagi kali ini.
Jimin menemukan alat tes kehamilan di tas lama Yeonmi yang sepertinya sengaja di sembunyikan.
Juga terdapat sebuah kertas yang menunjukan bahwa Yeonmi pernah ada janji temu dengan dokter kandungan.

Seketika Jimin hancur.
Bukan karena mengetahui Yeonmi hamil.
Ia lantak seketika.
bagaimana mungkin, bahkan ia tak menyentuh Yeonmi sedikitpun setelah permasalahan masa lalu.

Ya, siapa lagi yang menjadi ayah dari jabang bayi itu kalau bukan Junki.
Pria brengsek yang selamanya tetap brengsek di mata Jimin.

Tak ada sepatah katapun yang Jimin lontarkan ketika memergoki Yeonmi tengah duduk berdampingan bersama pria jangkung yang paling Jimin benci.
Mereka tengah menunggu di dalam ruangan khusus ibu hamil di salah satu rumah sakit.

Mereka seolah tidak menghiraukan betapa kelamnya proses dan waktu yang Jimin lalui untuk memperoleh kepercayaannya kembali lagi.

Seketika Jimin pergi dari rumah sakit dan menuju ke pengadilan untuk mengesahkan dan melanjutkan proses perceraiannya.

Pedih, tidak ada yang lebih menyiksa dari perpisahan karena tersakiti.
Lebih lebih ia tidak punya tempat lagi untuk mengadu.

Wanita yang ia gadang gadang untuk bisa menemaninya kini tak kunjung memberi kabar.
Terakhir ia berkabar dengan Jeena sekitar satu bulan setelah perceraian.
Sangat sulit untuk mencaritau dimana Jeena berada.

Terlebih karena Jieun benar benar membenci Jimin sejak kejadian itu.
Bahkan Jieun memutuskan untuk berhenti bekerja dan hanya mengurus perusahaan keluarga saja, agar tidak bertemu Jimin lagi di tempat kerja.

Tanpa Jieun tau, Jiminpun memutuskan mengundurkan diri dari sekolah itu dan beristirahat beberapa lama di kampung halamannya.

"Nak, sampai kapan kau akan terus disini?
Ibu bukan tidak senang dengan keberadaanmu.. tapi sebaiknya kau kembali bekerja.." Ibu Jimin tak bosan menasehati anaknya yang kian hari tampak semakin kurus.

Jimin melihat sang ibu dengan tatapan penuh kasih sayang. Sosok itulah yang menguatkannya hingga kini.

Ibunya benar benar malaikat.
Bahkan ketika Jimin murka pada Yeonmi, sang ibu tak sedikitpun marah pada mantan menantu kesayangannya itu.
Ia hanya ingin memeluk Yeonmi untuk terakhir kalinya karena Jimin melarang Yeonmi untuk menemuinya lagi.

Ephemeral • PJM •ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang