Part 29

91 6 0
                                    

Lagi dan lagi..
Jimin berduka untuk kedua kalinya..

Setelah balutan luka karena kehilangan buah hatinya kian mereda, kini ia harus berusaha memalingkan wajah cerianya untuk kembai merasakan hampanya ruang hati yang selama ini terisi oleh kasih sayang seorang ayah.

Jimin memang tidak terlalu dekat dengan sosok ayahnya.
Tapi ia paham dan merasa ketegasan ayahnya adalah cara untuk mencurahkan kasih sayang.
Darinya lah Jimin belajar tentang arti memberi tanpa berharap balasan.

Pria yang Jimin jadikan panutan selama hidupnya kini sudah tak ada.
Kini sudah berada di alam lain dengan buah hatinya yang bahkan tak sempat merasakan dekapan hangat seorang ayah.

Kini ia berdiri bersama sanak saudaranya di hadapan makam sang ayah.

Hancur? Pasti..
Tapi Jimin tau bahwa ia harus menjadi sosok yang paling kuat.
Ia harus menjaga dan melindungi ibunya.

Busan kini menjadi kenangannya bersama sang ayah.

Betapa pilunya relung hati Jimin ketika melihat wanita paruh baya yang menghadirkannya ke dunia itu menangis memukul mukul dadanya.

"Nakk.... bagaimana nasib ibu tanpa ayahmu???
Ibu ingin mati saja! Ibu tidak bisa hidup sendiri ......"

Jimin memeluk ibunya dengan erat.
Seolah tak akan ada yang bisa membuatnya terisak lagi. Terlalu perih bagi seorang anak laki laki yang melihat cinta pertamanya menangis seperti itu.

"Ibu.. ada aku... ayah sudah tenang disana..
Biarkan aku yang menggantikan tugas ayah..
Jangan khawatir ya bu.. aku aka selalu ada untuk ibu.."
Jimin menahan air matanya sekuat mungkin.
Ia tidak ingin air mata itu membuat ibunya tambah cemas.

Ia harus tegar..
Tegar menghadapi kenyataan bahwa ia harus bertahan untuk membahagiakan ibunya.
Seorang diri.

~~~

"Makanlah dulu Jim...
Biarkan ibu beristirahat.."
Yeonmi menyuruh Jimin untuk meninggalkan ibunya yang tertidur mendekap foto ayah.

Jimin beranjak dalam diam.
Mengecup kening sang ibu yang tertidur dengan mata sembabnya.

Jimin melewati Yeonmi yang berdiri menunggunya untuk makan bersama.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Jimin semenjak mereka berangkat dari Seoul ke busan.

Jimin benar benar mengunci rapat seluruh inderanya pada keberadaan Yeonmi.
Sekalipun ia begitu ingin berada di pelukan sang istri saat ini. Tapi ia menahannya.

"Aku akan menambah nasimu..."

"Tidak perlu... kau makanlah yang banyak..
Aku sudah kenyang.."
Jimin beranjak dari meja makan dan segera melangkah untuk pergi meninggalkan Yeonmi yang masih terduduk dengan sendok yang masih ia genggam.

"Jim.. aku ingin bicara.."

Jimin terhenti dari langkahnya.
Menunggu tanpa menoleh pada sang istri.

"Katakan..."
Suara Jimin yang begitu hangat kini sudah tidak ada lagi di dengar oleh Yeonmi.

Tiba tiba tanpa di inginkan, tangan Yeonmi melingkar di pinggang Jimin.
Ia bersandar pada punggung Jimin yang selama ini bekerja keras untuknya.

Jimin seakan berhenti bernafas.
Ia menahan air mata yang bisa saja meruah secara tiba tiba jika ia larut dalam suasana seperti ini.

Ingin sekali ia membalikkan tubuhnya dan memeluk erat Yeonmi.
Bercerita bahwa ia begitu kehilangan ayahnya.
Bercerita bahwa ia akan begitu berat menjalani hari hari kedepan tanpa sosok ayah.
Dan ketidakhadiran sosok Yeonmi di kemudian haripun kian membayanginya.

Ephemeral • PJM •ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang