Part 17 🔞🔞🔞❗️❗️

289 15 0
                                    

"Jadi orangtuamu benar benar tidak bisa datang ??"
Jimin dan Jeena kini berada di lantai atas yang terbuka. Jeena terduduk di lantai tepi gedung itu. Bersandar sambil menangis tersedu.

"Padahal mereka sudah berjanji padaku, mereka akan pulang dan menjadi tamu kehormatan malam ini.. mereka selalu saja seperti ini, oppa..."
Jeena menangis sambil berjongkok di tepi gedung itu. Ia membenamkan wajah pada kedua lututnya.

Jimin ikut berjongkok dan mengelus pelan bahu Jeena.
Jujur ini pertama kalinya ia melihat Jeena menangis seperti ini.

Dulu sekali, Jeena memang pernah menangis saat pulang sekolah. Saat itu Jimin menunggunya di depan gerbang.

Jeena menangis sejadi jadinya.
ia lupa membawa pakaian olahraga, dan membuatnya di hukum oleh guru dan menjadi bahan bully teman satu kelasnya.

Tentu saja Jimin bisa menyelesaikan masalah itu dengan mendatangi pihak sekolah dan mengatakannya pada Jieun.

Tapi kali ini berbeda. Ini lebih rumit karena menyangkut masalah keluarga.

"Jeena-ssi... apa Jieun mengetahui hal ini??"

Jeena menggeleng sambil tetap menenggelamkan kepala di kedua lututnya.

"Aku tidak ahli tentang hal ini.
Karena aku tidak tau kondisi sebenarnya.
Tetapi percayalah, mereka memutuskan untuk tidak datang, pasti karena ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan..."
Jimin akhirnya duduk di samping Jeena, sama sama bersandar di tepi gedung dengan satu kaki berselonjor di lantai semen yang tidak rata itu.

"Apa mereka tidak bisa memprioritaskanku sekali saja ? Apa aku tidak penting bagi mereka???
Kejam sekali!!"
Emosi Jeena belum turun dan air mata itu masih saja mengalir bak air terjun niagara.

Jimin kebingungan dengan apa yang akan di ucapkannya.
Tapi ia berusaha tenang.

"Jeena.. sebelum kalian berdua ada.
Mereka mungkin sudah bersusah payah dan bekerja keras.
Untuk siapa lagi kalau bukan untukmu dan Jieun.
Mereka bukan sengaja untuk tidak datang kemari.
Tapi mereka kini sibuk dengan dunia pekerjaan yang nantinya akan mereka tinggalkan untukmu dan Jieun. Percayalah padaku..
Tidak ada orangtua yang ingin anaknya hidup dengan susah payah. Dan orangtuamu adalah salah satunya.. berpikirlah jika dirimu ada di pihak mereka.."
Jimin berusaha menenangkan Jeena yang kini mulai meredakan tangis dan sedikit mengangkat wajahnya.
Menyembulkan kedua mata dan melihat ke arah Jimin.

"Oppa....."
Suara Jeena layaknya akan meledakkan tangis lagi setelah mendengar perkataan Jimin.

Pria yang kini melepas jas, dan menyampirkannya di lengan pun tersenyum.

"Sekarang kau harus menghapus air matamu, perbaiki riasanmu. Karena sekarang kau terlihat seperti penyihir! Dan segera turun untuk memberikan sambutan pada semua tamu.
Mereka datang untuk melihatmu, bukan orangtuamu.. mereka kemari karena melihat prestasimu..
Kau juga harus bangga memiliki orangtua yang selalu bekerja keras. Jika tidak, mana mungkin sekarang kau bisa membuka butik mewah seperti ini dan menjadi seorang designer hebat..."
Jimin berdiri di depan Jeena yang masih terduduk.

Ia mengulurkan tangannya pada Jeena untuk menyambut dan segera bangkit.

"Kajja... jangan menangis lagi..."

Jeena pun menyambut uluran tangan Jimin dan segera berdiri sambil membersihkan kotoran di pakaiannya.

"Terimakasih, oppa... setidaknya kau waras hari ini..."
Jeena tiba tiba memeluk Jimin layaknya anak kecil.

"Yha !! Jangan membuat emosiku tiba tiba meledak!"
Jimin mendorong kepala Jeena dengan telunjuknya.

Ada suara gaduh dari kejauhan dan terlihat satu sosok mendatangi mereka.

Ephemeral • PJM •ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang