32

933 129 68
                                    


"Pah!" Teriakkan itu terdengar nyaring ke seluruh ruang rumah.

Sedangkan yang diteriaki, hanya duduk di atas sofa sambil menghisap rokok yang ada di tangannya dengan kaki kanan yang dinaikkan ke atas kaki kiri.

"Ini semua salah papa! Ini anak papa! Papa bodoh! Papa bajingan! Kenapa papa tega?! Aku ini anak papa.. pah...." perempuan itu mulai menangis sendu, kakinya mulai melemah dan akhirnya terduduk di lantai tepat di depan papanya.

Isakkan tangis itu tak juga berhenti, tangannya terangkat mengusai rambutnya frustasi.

Anak perempuan itu kini tampak kusut dan berantakkan. Perutnya yang mulai membesar dan badannya yang semakin hari semakin kurus.

Lelaki yang disebutnya 'papa' itu pun, mematikan rokoknya lalu menurunkan kaki kanannya dan membungkukkan sedikit badannya sambil menatap gadis itu yang berada di depannya.

"Ferisa? Kamu tau, kamu bukan anak papa sayang.." ucapnya lalu tersenyum dan tertawa kecil sambil membuat sedikit smirk di bibirnya.

"Kamu itu anak yang dibuang. Kamu hidup ngandalin duit papa, kamu sekolah disekolah bagus karna papa, kamu jadi anak yang disegani disekolah karna papa. Menurut kamu, hidup kamu ada gunanya gak? Enggak kan? Jadi...--" lelaki itu menjeda ucappannya lalu berjalan ke arah gadis didepannya itu lalu berjongkok nyamakan tinggi mereka dan menarik dagu gadis itu supaya menatapnya.

"Papa buat hidup kamu jadi lebih berguna." Sambungnya dengan senyuman dan tawa kecilnya menatap gadis yang semakin terisak didepannya itu, membuatnya semakin tertawa renyah.

Lelaki itu berdiri lalu berjalan mengambil jas nya yang tergeletak di atas sofa, lalu berjalan ke arah pintu luar. Ferisa menghapus air matanya lalu berusaha untuk berdiri.

"Kalo papa gak bisa tanggung jawab, aku bakal gugurin anak ini!" Ancamnya membuat lelaki itu menghentikan langkahnya lalu menghadap balik dengan senyuman kecil di bibirnya.

"Gugurin aja, kita bisa buat lagi kok." Ucapnya santai, lalu kembali berjalan menuju pintu luar.

Ferisa tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Dia memilih untuk duduk di atas sofa dan meluruskan kakinya. Perutnya sekarang terasa berat, badannya juga semakin kurus kering.

"Penyakit sialan, aku belum mau mati sekarang.. banyak yang belum aku selesaikan.. ku mohonn.." pintanya dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

....

Y/n membanting badannya yang sedikit lelah ke atas sofa ruang tengah rumah mamanya.

Tangannya meraih remot tv di atas meja kaca di depannya, lalu menyalakannya dan mencari siaran tv yang ia sukai.

"DOR!" kaget hanbin dari belakang sambil menepuk pundak sang adik.

Yang di kagettin cuma melirik sebentar lalu kembali memfokuskan pandangannya ke arah tv. Seperti orang yang tak ada semangat hidup.

"Setan, gak kaget ternyata." Umpat hanbin sambil tertawa renyah lalu ikut duduk disebelah y/n.

"Gak kerja bang? Masih siang kok udah pulang." Tanya y/n sambil sesekali melirik ke arah hanbin yang sibuk dengan ponsel genggamnya.

"Suka suka gua lah, gua kan anak direktur. sksksk" ucap hanbin sambil tertawa sok mantep, membuat y/n yang mendengarnya ikut tertawa.

"Lu ngapain kesini? Hyunsuk mana?" Tanya hanbin balik tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Mati." Jawab y/n yang sebenarnya malas membahas 'dia'.

CINTA DI SMA ~ Choi HyunsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang