Semerbak harum petrichor yang dihasilkan dari tetesan hujan pada penghujung Agustus membuat suasana terasa menenangkan lagi hangat. Seumur hidupnya Seokjin tak pernah merasakan kebahagiaan yang luar biasa seperti sekarang. Ia pikir, Tuhan terlampau murka atas segala dosanya. Namun, satu kali lagi, Tuhan masih berbaik hati untuk menyadarkannya dan tak merenggut titipan yang ada padanya.
"Seokjin hyung."
Ia mengerjap, menatap seseorang yang baru saja membangunkannya dari mimpi buruk yang terus menghantuinya. Sosok itu tersenyum hangat yang secara tak langsung menular padanya.
"Jimin? Kaukah itu?"
"Iya, ini Jimin." Seokjin segera beranjak dari tempat tidurnya. Wajahnya kian berseri, dan mencoba mengesampingkan hatinya yang mendadak perih sebab mimpi mengerikan yang baru saja mampir dialam bawah sadarnya.
"Kau sehat?"
Sosok yang ada dihadapannya tampak mengeryit dahi, namun segera menyahut, "iya tentu. Aku sehat dan sangat baik."
Seokjin masih terus mengukir senyumnya, matanya tak lepas dari bingkai wajah adiknya tersebut. Sebelum pada akhirnya sosok dihadapannya tersebut kembali berujar, "hyung, ayo segera turun dan kita makan bersama."
Lalu tanpa sedikit pun keraguan Seokjin melontarkan pertanyaan, "apakah juga ada Jungkook disana? Dia akan ikut makan bersama dengan kita,kan?"
"Huum, Jungkook sudah menunggu dimeja makan. Dan Jungkook pula yang membuatkan sarapan spesial untuk kita bertiga."
"Woah, jadi benar Jungkookie yang memasak sarapan pagi ini?"
Ia menatap seseorang lainnya yang sudah stagnan duduk dikursi makan.Seseorang tersebut hanya mengangguk sambil terus menunduk. Jarinya saling bertaut gelisah menandakan bahwa ia masih merasa canggung dengan suasana yang tidak seperti biasanya.
"Jungkook." Seokjin tersenyum getir, ketika adik bungsunya mendongakkan wajah, menatapnya dengan sepasang binar penuh ketakutan. Jungkook jadi seperti ini juga karena perbuatanmu "Tidak apa-apa. Jangan takut. Sekarang sudah berbeda. Tidak akan adalagi yang akan menyakitimu."
Seokjin beralih mengambil langkah mendekat, mendudukkan diri tepat disamping adik yang selama ini selalu ia torehkan luka. "Terima kasih, ya. Sebagai imbalan, bagaimana jika hyung yang akan menyuapimu?"
Lalu netranya ia gulir menatap satu orang lagi yang masih berdiri, "Jimin juga? Ingin hyung suapi?"
Jimin langsung menggeleng kukuh, "tidak, tidak, aku akan makan sendiri. Jungkookie saja hyung aku tidak perlu."
Seokjin merasa sesuatu mendesak ingin keluar dari dalam rongga dada ketika menatap sepasang netra boneka milik Jungkook. Ah, jadi dia sudah melewatkan banyak hal. Adiknya ternyata sudah hampir beranjak dewasa. Dan yang paling menyayat hati ialah Seokjin baru menyadari bahwa Jungkook, adiknya benar-benar mirip dengan mama.
***
Hoseok menatap layar ponselnya, menunggu seseorang diseberang sana mengangkat panggilannya. Ia menempelkan gawainya pada telinga dan lantas mengukir senyum mantap ketika orang yang ia hubungi mengangkat panggilannya.
"Yobosseo."
Ia terkekeh sejenak ketika seseorang yang ada diseberang sana memberi respon terkejut tak percaya, "Hoseok?! Astaga! kau baru menghubungiku setelah 2 tahun lamanya? kemana saja kau?!"
"Namjoon, kau bisa marah-marah denganku nanti. Tapi sekarang, jemput aku dibandara, oke? Kutunggu 20 menit dari sekarang."
"Sialan! Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk menunda kemarahanku?! T-tunggu, apa? Kau kembali? Sungguhan benar-benar sudah kembali? Hoseok kau tidak bercanda,kan? Halo?halo? kenapa diam saja? Hey? Hoseok? Aku butuh penjelasannmu--"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HOPE (✓)
FanfictionJeon Jungkook harus hidup diantara orang-orang yang membencinya karena kesalahan besar yang tak disengaja. Tapi, semua itu tak membuatnya gentar dan masih tetap berharap bisa medapatkan maaf dari semua kakaknya dan bisa hidup bahagia bersama. Meskip...