32

8.5K 807 426
                                    

Kesadarannya telah kembali. Namun, dunia terasa tak lagi sama. Relung hatinya terasa begitu sakit yang bahkan mengalahkan rasa ngilu dan kebas yang hinggap diraga. Ada rasa kehilangan yang sangat perih menembus jantung. Yugyeom ingin menepis semuanya. Barangkali yang hadir pada buai mimpi hanyalah bunga tidur semata. Namun, mengapa terasa begitu nyata?

Tidak mungkin.

Jungkook tidak mungkin pergi meninggalkannya.

"Yugyeom, kamu sudah sadar, nak."

Runggunya tak mampu menangkap suara orang-orang yang mulai berisik disekitarnya. Yugyeom masih terbungkam. Ia masih terbawa dalam bayangan mimpi yang sangat ingin ia hindari seumur hidup. Jungkook menghampirinya, ia berkata akan pergi jauh, jauh sekali. Ia juga berharap setelah ini tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi yang merasa dirugikan. Jungkook bilang, semua orang harus bahagia.

Tanpa sadar liquid bening mengalir pada sudut matanya. "Jungkook, Jungkook sahabatku ada dimana?" Ia bertanya entah pada siapa. Suasana seketika hening. Semua orang membisu.

Mengabaikan rasa pening ketika ia mendudukkan diri secara tiba-tiba. Yugyeom menatap satu persatu wajah yang ada dihadapannya dengan mata memerah. Dirinya membutuhkan jawaban, bukan sebuah kebungkaman.

"Kenapa diam? Aku tanya dimana Jungkook?!"

Semua orang yang ada didalam ruangan tersebut terperanjat kaget mendengar bentakan keras yang terlantor begitu bebas dari mulut Yugyeom. Sang ibu lantas ambil langkah untuk mendekat, mencoba menenangkan amarah yang mulai menyulut tubuh lemah anaknya.

"Yugyeom, kamu harus istirahat kembali, sayang. Supaya--"

"Mengapa Mama menyuruhku untuk istirahat kembali disaat aku sudah lama terlelap. Apa tidurku tadi masih belum cukup?" Ia menyela tak setuju dengan ucapan sang ibu.

"Aku bertanya dimana Jungkook, apa kalian sudah memastikan bahwa ia baik baik saja? Kalian juga menolongnya, bukan? Mama tidak memukulnya lagi, kan?"

Hingga kesabaran sang ibu mulai menipis, ia menghardik Yugyeom, "Mengapa kamu masih menanyakan anak pembawa sial itu? Dia sudah membawa malapetaka dikehidupan kita. Bahkan kini kamu sampai babak beluk di buatnya. Mama bahkan akan menyuruh pihak sekolah untuk memberinya sanksi. "

Mendengar lontaran pedas dari sang ibu. Yugyeom menatap tak tak terima, "Siapa yang Mama sebut anak pembawa sial? Apa cara pola pikir orang dewasa memang se-kekanakan itu? Mama terlalu dibuta oleh kematian Ayah. Jungkook juga korban, Ma. Ia juga kehilangan ayahnya. Berhenti menyalakannya, ia sudah sangat menderita dari kecil. Bahkan ia tidak seberuntung aku yang masih memiliki ibu. Jungkook bahkan tidak pernah merasakan pelukan hangat ibunya. Ia sudah kehilangan itu sejak dari bayi. Dan Mama masih menghakimi anak punya nasib meyedihkan itu!"

Rasa pening semakin menusuk ketika Yugyeom berteriak dengan kondisi yang masih lemah. Namun ia mengabaikannya, semua yang ia alami belum ada separuhnya dari apa yang dirasakan Jungkook selama ini.

"Asalkan Mama tahu. Dia bahkan merelakan dirinya menjadi bulan-bulanan anak-anak brandalan itu demi aku. Demi anakmu ini, ia bahkan rela jika harus mati. Dan kalian dengan tidak berperasaannya tidak datang menolong Jungkook. Sekarang aku tidak tahu, apakah Jungkook baik-baik saja. Apakah masih ada yang manusia yang punya hati nurani datang menyelamatkannya. Dia pasti sangat ketakutan."

Untuk yang kedua kalinya sang ibu dihadapkan dimana sang anak menatapnya dengan kecewa bahkan sampai menangis. Dulu Yugyeom juga pernah seperti ini, ketika ibunya mencoba memaksanya untuk berpisah dan tidak satu sekolah dengan Jungkook.

"Jika kalian tidak punya belas kasihan sedikitpun. Biar aku saja yang pergi mencarinya. Rasanya sakitku bahkan tidak ada apa apanya dibanding dengan yang dirasakannya selama ini."

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang