11

5.4K 512 29
                                    

Sepintas tampak indah pada langit yang terbentang di Seoul malam ini. Menyajikan taburan bintang yang berkelap kelip dengan rasi beragam macam bentuk dan unik. Sepintas memang tampak indah betul bila dipandang apalagi saat ini bulan tepat duduk pada singgasananya.

Namun, bila saja manusia lain juga mampu menangkap dan menyaksikan pemandangan lainnya yang ada dibumi ini dengan teleskop yang mereka gunakan untuk memuji segala macam benda cantik yang ada dilangit.

Masih pada bumi yang sama dengan atap langit yang sama. Pemandangan yang tampak kala itu sangat memilukan sekaligus menyayat hati. Dalam satu ruang lingkup yang kecil dan sempit. Letaknya paling sudut bangunan mewah milik keluarga Kim. Kamar milik pemuda bernama Jeon Jungkookㅡah, ralat;  ruangan yang ditempati Jeon Jungkook  dengan temaran lampu redup yang hampir mati karena kehabisan daya. Lampu belajar dengan daya baterai yang saat ini cahayanya sudah sangat kecil dan redup seperti binar matanya yang selalu tampak kala malam tiba, menjadi satu satunya penerangan bagi Jungkook. Ruangan itu hanya dipinjamkan oleh keluarga Kim bukan untuk diklaim sebagai hak milik. Jungkook tidak punya serta tidak berhak mengklaim apapun harta benda yang ada dirumah ini. Dia hanya menumpang, tidak lebih dari itu.

Sosok pemuda yang menyandarkan punggungnya pada dinding yang dinginnya seperti es, memejamkan matanya erat seperti sedang menahan sakit yang merajam. Wajahnya basah karena habis dibasuh dengan air. Jungkook terbangun tengah malam karena perutnya bergejolak mual.

Melemparkan semua angan-angan yang tersimpan pada memori kepala yangbmenghasilkan halusinasi berupa bunga tidur yang indah. Harapan sederhana namun sulit untuk diraih.

Sakit yang seperti mengoyakkan lambung berhasil membangunkan Jungkook. Ia sampai harus tertatih-tatih menuju kamar mandi. Memuntahkan cairan pahit bila dikecap dengan lidah.

Sakit. Sakit sekali. Sakitnya belum mereda sama sekali. Sakitnya justru merambat kekepala. Membuat dunia Jungkook serasa berputar. Berdenyut ngilu melebihi rasa sakit libasan tali pinggang yang kadang dilakukan kakaknya kala ia melanggar peraturan.

Ia sampai tak bisa lagi berkata-kata sebab sakit yang begitu menyiksa. Bahkan tangannya tak lagi mampu menghapus darah yang keluar dari  lubang hidungnya.

"Ma...mama.."

Walau tidak pernah sekalipun dalam seumur hidupnya, ia berkesempatan untuk melihat wujud nyata dari sosok cantik penuh kelembutan yang selalu dipandang fotonya kala malam tiba. Sosok malaikat yang tulus serta sukarela menukar nyawanya demi melahirkan seorang Jeon Jungkook. Ia tetap memanggil dikala sedih maupun bahagia. Ia tetap mengingat setiap saat. Selalu berharap sosok itu datang menemuinya disaat hatinya butuh tempat untuk melepaskan beban, disaat ketakutannya butuh ditenangkan.

Barangkali walau hanya sekedar usapan dikepala ataupun pelukan hangat. Jungkook membutuhkan itu. Namun ia sadar bahwa ia tak boleh serakah karena melawan takdir. Manusia yang telah pergi meninggalkan raga serta dunia tidak akan mampu lagi kembali. Sebab, Tuhan takkan pernah mengizinkan barang satu detikpun karena waktunya telah usai.

Ketika rasa sakit yang benar-benar meradang  pada bagian kepalanya, memaksa Jungkook untuk melupakan kesadaran ketika tangannya malah menambah parah kesakitannya. Ia tak lagi mampu berpikir jernih.

Tangannya sudah beralih mencengkram kuat rambutnya seakan ingin merobek kepala hingga terbelah dua. Memukul keras berharap denyut yang menyerang kepalanya sudi untuk pergi. Walau pada kenyataan ketika ia mulai kehilangan tenaganya, sakit dikepalanya tak kunjung reda. Jungkook menyudahi aksinya dan berakhir menidurkan tubuhnya sambil berdoa, berharap Tuhan masih sudi memberi kesempatan untuk menatap mataharinya esok.

***

"Yeogyeomie"

"ya?" Yugyeom menanggapi panggilan Jungkook dengan ringan. Masih asik menyendok makanan pada mangkuknya. Tidak sadar jika yang ada didepannya sedang gusar sendiri.

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang