16

5.6K 605 45
                                    

Gemerisik daun memercik bunyi melodi. Angin menyapu mereka dengan secuil sentuhan. Awan masih muram padahal hari telah berganti, muramnya yang mewakili hati seorang pemuda yang masih setia memeluk lutut didinginnya lantai.

Terbangun dalam kondisi meringkuk akibat ulah penyakit yang akhir-akhir menyerang tubuhnya. Ingin menepis dengan praduga yang mulai merayap namun tak mampu. Ingin mencari pembenaran disaat diri telak dihadapkan sebuah kebenaran. Berdoa pun serasa percuma. Semuanya sudah terlanjur, semuanya sudah terlambat. Yang ada saat ini ia hanya harus mampu menyiapkan hati mendengar kenyataan pahit yang kian mengiris hati.

Rasanya seperti tertusuk ribuan jarum ketika angin menerpa dirinya. Dingin sekali. Bajunya masih lembab dan rambutnya lepek. Kondisinya saat ini benar-benar jauh dari kata baik. Dari penampilan saja siapapun bisa menilai, Jungkook sedang tidak baik-baik saja. Bibirnya membiru karena kedinginan bercampur hawa panas yang dihasilkan tubuhnya serta ditambah dengan hiasan lingkaran hitam pada bagian wajah pucat pasinya. Jungkook mirip mayat hidup.

Perih, pedih, dan pilu. Kesakitan yang kian meradang hingga rasanya sulit untuk ditahan. Bersyukurlah karena ia merupakan pemuda yang mudah dalam hal mengukir kurva manis disegala kondisi walau semuanya serasa kosong. Setidaknya oranglain tidak mampu menelisik keadaan hatinya yang sekarat.

Jungkook melamun memandangi daun pintu mewah milik keluarga Kim yang sejak kemarin malam tidak terbuka. Pikirannya terbang jauh entah kemana hingga sebuah alas kaki seseorang mendarat tepat dipipinya kembali menarik kesadarannya. Pelaku yang tak lain ialah salah satu kakaknya sendiri. Tersenyum pongah meremehkan sosok adik yang tak pernah ia anggap, memandangnya dengan pandangan seolah Jungkook hanyalah sebuah benda yang amat sangat mengganggu dan harus segera dimusnahkan.

"Masih ingin menambah waktu untuk tidur diluar hingga esok, eoh, anak sialan?"

Sakit. Hatinya sakit. Cahaya pada sepasang netranya kian memudar ketika mendengar ucapan yang cukup menjadi sarapan untuk pagi hari ini. Jungkook hanya mampu menggeleng namun tak mampu meluncurkan suaranya. Tenggorakkan terasa seperti tercekik.

"Hahh..." Taehyung menghela nafas sambil melipat tangan didepan dada. Membuang pandangan sejenak lalu kemudian kembali mengarah pada Jungkook. "Padahal kalau ingin aku sangat bersenang hati sampai ingin rasanya bertepuk tangan. Bahkan kalau sampai selamanya pun tidak apa-apa. Kalau bisa, menghilang saja sekalian dan tidak usah melihatkan wujudmu disini. Opsi terakhir bahkan terdengar lebih menarik dan mampu menyehatkan mataku".

Jungkook hanya diam membisu dengan tangan yang kian erat meremas ujung pakaiannya sebab hanya itu yang ia mampu kerahkan sebagai pelampisan segala kesakitan yang menghujamnya.

"Baiklah, sangat tidak berguna bila harus berlama-lama berbicara dengan manusia yang dirudung kesialan sepertimu, takutnya nanti tertular pula. Sekarang sebaiknya cepat cuci mobilku. 20 menit ketika aku datang, harus sudah bersih."

Taehyung mengangkat alisnya ketika tidak mendapat jawaban yang dia inginkan" heh, kau ini selain pembawa sial ternyata tuli juga ya?" Kakinya pun, tidak bisa menahan untuk tidak menjejak pada bahu Jungkook sampai membuat anak itu meringis. Ketika sakit dibahunya kembali menarik kesadarannya, Jungkook segera mendongak menatap sang kakak dengan pandangan kosong.

"Tsk! Dasar idiot!" Makinya pada Jungkook. "Aku bilang cuci mobilku sekarang! 20 menit harus selesai!"

"Ne" Jungkook mengangguk patuh, kemudian menunduk sebentar seperti sulit ingin mengatakan sesuatu "tapi, bagaimana dengan sarapan--"

Taehyung cepat-cepat menukas, "Jin hyung sedah memasak. Jadi sekarang cepat lakukan apa yang kuperintahkan."

"Baik, Tuan."jeda sesaat sambil mencoba untuk menegakkan tubuhnya, Jungkook menatap takut sang kakak kembali.

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang