22

6.2K 620 118
                                    

Diatas sana, mentari seolah menatap prihatin pada sosok yang berjalan terseok seorang diri tanpa tahu arah yang dilaluinya. Dalam diam yang bercampur dengan sesak, Jungkook sedang mencoba kembali untuk merajut serpihan dari hatinya yang telah remuk redam.

"Kau! Hanya satu bongkah kotoran dikening keluarga, jadi berhentilah membuat ulah! Berhentilah menjadi pengganggu! Kau harus ingat kata-kataku ini, Jungkook." Seokjin menjeda sesaat kala itu, lalu melanjutkan dengan sorotan yang serupa dengan pedang, menatap bengis pada sosok yang sudah babak belur berantakan yang tersungkur dikakinya.  "Tidak ada yang kotoran yang mampu menjadi bunga. Kau selamanya tetap akan pada posisimu sebagai aib keluarga!"

Jungkook memejamkan mata, menikmati sensasi denyutan yang telah kembali untuk mengusiknya. Biarkan denyutan kali ini menjadi penawar dari rasa pahit hidupnya. Sebentar saja.

"Jangan pernah datang lagi kemari, jangan pernah mencoba menginjakkan kakimu disini! Kau tentu, tau. Ayahku takkan pernah sudi menerima kehadiran anak sial yang sayangnya malah masih bernafas tanpa beban sampai sekarang! Tanpa merasa berdosa sama sekali! Kau lahir tapi kau buat ibuku mati, Jungkook! Sialan! Pergi kau! Bawa juga bangkai bunga itu dari sini! Ibuku tak pantas menerima sampah seperti itu!"

Jungkook tersenyum kecut. Dalam pandangannya yang mulai mengabur, ia menunduk kembali menatap sebuket bunga cantiknya yang telah layu bahkan rusak parah. Bunga yang ia beli dengan keadaan girang setengah mati, nyatanya berakhir mengerikan seperti ini. Hey, ini hasil keringatnya, bunga ini untuk Mama. Mama pasti sudi buat terima hadiah pertama dari Jungkookkan? Tolong yakinkan, ia sudah kerahkan semua tenaganya hanya untuk menghasilkan uang yang tak seberapa dibanding dengan para hyungnya.

Kalau saja, kemarin barangkali Mama sudi bawa ia pergi juga tentu Jungkook tak mungkin mau lagi ambil opsi buat bertahan. Hidup di Dunia ini diisi dengan manusia bengis yang kejamnya tanpa punya perasaan. Rasanya semua tidak ada perubahan sedikitpun, padahal duka sudah berlalu belasan tahun lamanya. Tapi, kenapa masih saja terasa? Kenapa dendam dihati hyungdeulnya tak mau surut jua malah justru kian hari kian tersulut semakin berkobar? Padahal, rasanya Jungkook sudah hampir hancur karena terus tercabik-cabik. Padahal, ia sudah hampir sampai pada ambang batas, lukanya tak pernah sembuh sebab terus dipecut tanpa jeda. Bahkan lukanya telah bernanah.

Bulir darah berjatuhan kembali menghiasi kaos lusuh yang dikenakannya. Jungkook mengabaikannya dan masih terus memacu langkahnya walau sebenarnya sudah hampir tak mampu berjalan. Hari ini adalah hari terbanyak untuk penyakitnya mengisi daftar absen, terhitung sudah ketiga kalinya kambuh.

Dadanya naik turun, sebab sesak diakibatkan kesakitannya semakin meraup oksigen pada paru-paru. Jungkook menunduk, terbatuk berulang kali sambil mencengkram erat dadanya. "Aaarghh!" Satu erangan lolos tanpa mampu dicegah. Ia berakhir terduduk pada tepi jalan. Kepala juga semakin berdenyut sakit.

Ia mencoba meminimalisir sakitnya dengan memukul secara brutal. Namun nihil, bukannya hilang justru malah semakin parah. Hingga dalam keadaan yang hampir pada ambang kesadaran, Jungkook mencoba mencari botol obatnya didalam tas. Dengan keadaan tangan kebas yang hampir mati rasa, Jungkook mencoba membuka botol obatnya yang tiba-tiba terasa sulit. Hingga botol itu terlepas dari tangannya yang tak lagi memiliki kekuatan untuk menggenggam. Berakhir dengan tumpahnya belasan pil dari dalam botol, bersamaan dengan berhentinya sebuah mobil Audi hitam dihadapannya.

Seseorang keluar dengan langkah panik menghampiri dirinya, "Jungkook!"

Dalam ambang kesadaran sebelum warna hitam pekat menguasai netranya. Jungkook sempat menyematkan senyum kaku serta dengan pandangannya yang telah kosong melompong ia menatap setengah percaya pada sosok yang ada dihadapannya. Lalu berujarㅡ

"Hyeong~, semuanya sudah hancur. Sudah hampir mati."


***

Malam telah merangkak naik, namun bulan enggan untuk tunjukkan dirinya sebab langit sedang bersedih, mungkin ikut menangisi sosok yang sedang terbaring lemah dengan tangan yang tertancap jarum infus.

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang