23

6K 663 259
                                    

Kalau saja menghunuskan satu buah pisau bukanlah setara dengan merenggut paksa nyawa seseorang. Mungkin Seokjin akan melampiaskan rasa kesalnya dengan cara demikian. Menghujamkan pada Jungkook berulang kali hingga membuat anak itu menjerit sakit, membuat Jungkook menderita dari hari kehari hingga mundur dengan sendirinya.

Ia berharap Jungkook lekas menghilang. Mati.

"Beraninya kau tunjukkan wajah sialanmu itu! Kenapa kau kembali, huh?!"

Rencana yang telah disusun sebaik mungkin, nyatanya tak ada satupun yang berjalan sesuai dengan keinginannya. Semuanya kacau begitu saja, sejak sosok yang amat ia benci menampakkan diri, Memasang tampang tak berdosa. Jungkook benar-benar membuatnya murka.

"Padahal tidak ada yang mengharapkanmu, kenapa kau masih tunjukkan wajahmu? Tidakkah kau merasa bersalah? Merusak momen bahagia keluargaku,huh, pembunuh?"

Dadanya seolah terlilit tali, rasanya sesak dan sakit. Tidak, seharusnya tidak seperti ini, bukankah ia sudah terbiasa menerima kata-kata yang tajam yang berpotensi melukai? Kenapa relung hatinya tak jua sedia mau menerima kenyataan? Seokjin hyeong benar, dia memang pembunuh.

Seokjin menendang Jungkook tanpa belas kasih hingga membuat anak itu jatuh tersungkur dibeberapa anak tangga.

"Bangun kau brengsek?!"

Ada suara batuk teredam, Seokjin mendengarnya. Namun, karena kebencian telah mengambil alih segalanya. Belas kasih adalah sebuah kata yang hanya tertempel pada langit, sulit untuk digapai. Alih-alih merasa kasihan ketika wajah pucat pasi yang telah berhias darah pada ujung bibir tersebut mendongak, menatapnya dengan sepasang netra meredup penuh dengan sekantung kekecewaan, Seokjin justru semakin bengis pada sosok adik yang tak pernah ia anggap sama sekali. Menatap penuh dengan amarah, ia tega menjambak rambut yang tak lagi lebat itu dengan kuat. Dalam satu sentakan, ia paksa Jungkook untuk berdiri.

"Aku bilang berdiri, Sialan!"

Sensasi perih dan ngilu menjalar pada kulit kepalanya. Diam-diam Jungkook menggigit bibir dalamnya guna menahan erangan. Dengan mengumpulkan sisa tenaga yang ada, ia paksakan diri untuk berdiri walau dengan kaki yang gemetar.

"Jangan pernah berani mengijakkan kakimu dirumah ini tanpa seijinku."

Setelah mengatakan itu ia kembali membuat tubuh lemah sang adik ambruk. Mengempaskan keras hingga menghantam pijakan yang basah.

"Dengarkan aku. Kau, sekalipun telah mati ataupun lenyap dari muka bumi ini. Kami takkan perduli hal tersebut. Kau hanya perusak, kau pembunuh, kau sialan yang sepantasnya tak hidup."

Seokjin mencengkram kuat kerah bajunya, nafasnya tercekat, hatinya seolah diremukkan. Dengan nafas yang tak terkendali, hampir kehilangan pasokan oksigen, Jungkook mencoba meloloskan kata dengan segenap keberanian yang ia punya, "maaf-hh.."

Maaf yang diungkapkamnya justru membuat amarah kakaknya semakin tersulut, Seokjin semakin menatap nyalang dirinya. Matanya memejam dengan rahang mengeras, ada samar terdengar suara gemelatuk beradunya gigi. Jungkook mengerti, kesalahannya terlampau besar tak terkira, permohonan maaf takkan merubah keadaan menjadi lebih baik.

"Maaf? Maaf katamu??"

Dug!

Kepalanya beradu dengan kerasnya pijakan, rasa ngilu kembali menjalar. Jungkook memejamkan mata, meredam sakit yang tak terkira. Ini salahnya, ini salahnya.

"Bedebah! Masih sanggup kau ucapkan maaf, setelah kau rusak semuanya. Dimana kau letakkan akal pikiranmu itu! Apa harusku benturkan tempurungmu ini hingga hancur baru kau bisa berpikir seberapa besar salahmu?!"

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang