28

5.4K 589 84
                                    

Memori terus berdesakan melesap pada hari-hari baru. Menyisakan pahit pada setiap paginya, hingga rasanya begitu menakutkan hanya untuk sekedar membuka mata. Dadanya sesak seolah tertimpa berton-ton batu. Rasa bersalah yang masih saja tidak mau pergi justru semakin terasa perih disetiap waktu bertambah.

Jungkook tidak pernah berpikir bahwa dimasa depan hidupnya akan sepahit ini untuk dikecap. Jungkook tidak pernah punya niat untuk mencelakai orang-orang yang pernah menoreh goresan dihatinya. Jungkook juga tak pernah berharap mendapat tatapan kecewa dari semua orang yang ia sayangi. Sungguh, Jungkook benci dengan semua itu, terlebih ia benar-benar membenci dirinya sendiri.

Ditatapnya kedua tangan yang masih menyisahkan luka-luka yang belum mengering. Jungkook merasakan betapa berdosanya ia, bertapa kejinya ia. Semua tidak ia sengaja, semua tidak pernah ia rencanakan dalam lembar yang akan datang. Namun, mengapa ia merasa dirinya benar-benar begitu kotor dan jahat?

Ia meremat kedua tangannya sekuat tenaga, berharap rasa nyeri yang ditimbulkan dari goresan-goresan yang tak seberapa dari yang telah ia torehkan pada sang kakak, mampu menebus segala dosanya.

Hingga, cairan pekat kembali mengalir, airmata yang tak kuasa ia bendung ikut meluruh. Ia sedang sendiri, Yugyeom sedang tidak ada disampingnya. Jadi, dengan keadaan tanpa pengawasan, Jungkook bisa dengan bebas menyiksa dirinya.

Jika saja, dengan menghakimi diri sendiri mampu menebus kesalahan. Jika saja, dengan menghakimi diri sendiri, ia mampu mengembalikan keadaan seperti semula dengan sebaik-baiknya. Maka pisau yang ada pada pangkuannya, sudah menembus Jantungnya sejak tadi.

Semakin terasa nyeri, maka semakin kuat kepalan tangannya. Jungkook merapatkan kedua matanya. Sekarang ia benar-benar sudah jadi seorang pecundang. Ia mencoba melarikan diri dari keadaan yang sukses mengguncang jiwa. Dia lelah sungguh, Jungkook benar-benar lelah.

Rumah Yugyeom adalah tempat yang ia jadikan benteng persembunyi atas raga bercapkan pengecut. Jungkook tidak ingin memikirkan bagaimana pada akhirnya. Ia tidak ingin menerka-nerka seperti apa reaksi ibu dari sang sahabat yang begitu membencinya. Diam-diam Jungkook malah sudah banyak menggantung harapan pada seorang Kim Yugyeom. Yang menjadi satu-satunya dari semua orang yang disayanginya, ia berharap Yugyeom tidak akan pernah membencinya.

Hingga derit pintu menyapa rungunya, disaat bersamaan segala angan dan harapan meluruh seketika. Jungkook membeku sesaat, dengan wajah basah menyedihkan ia tatap seseorang yang kini tengah stagnan didepan pintu. Dengan gerakan cepat, ia lekas menghilangkan bukti pilu dan rapuh dirinya. Jungkook berjalan ragu, takut-takut menghampiri sosok yang kini sudah menatap nyalang dirinya.

"Anyeong haseyo..."

"Apa yang kau lakukan disini. Kenapa sampah sepertimu berani menginjakkan kaki dirumahku. Kenapa kau begitu percaya diri untuk menetap disini?!"

Ibu Yugyeom memotong ucapannya dan langsung melayangkan pertanyaan bertubi-tubi.

"Jangan karena aku sedang tidak ada dirumah selama beberapa hari, kau bisa dengan bebas mencoba menerobos rumahku. Kau pasti mencoba memanfaatkan kebaikan anak ku. Jangan naif, Jungkook."

Jungkook langsung menatap terkejut Ibu sang sahabat. Lidahnya kelu untuk menjawab bahwa semua tuduhan itu tidak benar.

"Apa? Kau tidak mampu mengelak, ya. Kau itu sudah pecundang, penjilat pula. Tidak tahu malu sekali."

Untuk yang kesekian kalinya Jungkook merasakan jantungnya mendapat serangan anak panah bertubi-tubi. Begitu nyeri rasanya, ada kabut pekat yang menghias kedua netranya. Ia tercekat hingga rasanya begitu sesak.

"Kenapa kau diam saja, bodoh. Lihat..."

Tangan lentik itu menujuk kearah kedua tangan Jungkook. Lalu melanjutkan ultimantumnya, "lihat, sudah sejauh apa kau berulah. Bahkan kau melampiaskannya pada dirimu sendiri. Dasar, orang gila."

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang