36

5.8K 624 188
                                    

Dia punya segala yang dielu-elukan tiap insan yang ada dimuka bumi. Harta berlimpah, rumah yang megah, mobil serta pakaian mewah, plus wajah rupawan yang jadi primadona banyak wanita. Namun, perlu diingat kembali bahwa kehidupan itu tak ada satupun yang benar-benar sempurna. Dia yang tampak punya segalanya, pada kenyataannya menjadi seseorang yang paling kehilangan di Dunia. Dia tidak sesempurna itu, dia justru tak memiliki apa yang oranglain miliki. Dia tidak punya dan tak pernah merasakan seperti apa itu kehangatan keluarga.

Sedari kecil, Seokjin sudah ditempah untuk jadi sosok yang benar-benar sempurna, tangguh, serta kokoh. Dia si sulung yang tak kenal dengan kata lelah. Hidupnya diisi untuk memenuhi ambisi gila sang Ayah. Bahkan karena terlampau berat beban yang dipikul pada kedua bahunya. Seokjin telak tak lagi tahu apa itu rasa sakit. Ia sudah lama mati rasa.

Kehangatan keluarganya yang selalu ditunjukkan didepan umum, nyatanya hanya palsu. Selayaknya setara dengan omong kosong belaka.

Bahkan sampai detik ini, Seokjin masih tak mampu menyingkirkan perkataan sang ayah yang seolah telah tertanam didalam kepala,

"Kau adalah penerus perusahaan. Maka jadilah yang paling sempurna diantara yang sempurna."

"Berhenti mengeluh."

"Jangan manja."

"Ayah mendidikmu dengan sedemikian rupa demi masa depanmu juga."

Seokjin juga pernah samar-samar mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Padahal  ibu sedang mengandung Jungkook kala itu. Selain sifat ambisius yang selalu mengingikan Seokjin menjadi manusia super sempurna, ayah juga selalu menuntut ibu untuk memiliki seorang anak perempuan, menjadikan ibunya seperti hewan ternak, tidak manusiawi sama sekali.

Ketika pintu kamar terbuka, Seokjin terkejut ketika mama langsung berhambur untuk memeluknya. Menangis tersedu-sedu yang terdengar begitu menyayat hati. Seokjin merasakan hatinya perih ketika perkataan yang sangat tak pernah ia ingin dengar terlontar dari bibir ibunya,

"Mama akan bercerai dengan ayahmu, Jin. Maafkan mama, ya."

Kakinya bergetar, Seokjin merasa tak kuasa lagi untuk bertumpu. Ia mengeleng lemah, sangat lemah. "Andwae..."

"Mama sudah tidak tahan lagi. Nanti setelah bercerai, mama akan bawa pergi kalian semua. Mama tidak akan pernah rela jika kalian terutama kamu harus ikut dengan dia. Kamu harus hidup selayaknya teman seusiamu, bukan seperti ini. Jangan terlalu memaksakam diri, nak. Kamu juga berhak bahagia."

Seokjin masih menggeleng kukuh. Ia mencoba menetralisir rasa sesak didalam dada sebelum mengucapkan kalimat menyakinkan ibunya, dengan sangat bertolak belakang dengan apa yang dirasakan, "Mama tidak perlu khawatir. Seokjin baik-baik saja. Ayah mendidikku supaya kelak bisa mandiri. Mama, aku sungguhan tidak apa-apa."

"Tapi Ayahmu itu sudah keterlaluan. Ayahmu itu sudah gila, Jin! Berhenti berpura-pura bahwa kamu tidak merasa tertekan selama ini. Bagaimana bisa dia hanya memberimu istirahat 2 jam dalam sehari. Bagaimana bisa dia setega itu dengan darah dagingnya sendiri. Apa kebahagian itu tak ada apa apanya dibandingkan dengan harta dan reputasi sialan itu?!"

"Mama." Seokjin mengusap airmata yang ada pada pipi ibunya. Ia menatap dengan netra teduh. Mencoba menenangkan serta menyakinkan. Seokjin bahkan mengabaikan hatinya yang sejak tadi terasa tersayat, "Mama tidak boleh seperti ini. Mama harus tenang. Jika mama cerai dengan ayah, lantas bagaimana nasibku serta adik-adikku? Apa mama juga sudah memikirkan perasaan mereka, tentang betapa sakitnya ketika tahu orangtua yang mereka sayangi memilih untuk berpisah? Seokjin tidak ingin yang lainnya justru malah membenci mama, ah tidak, Seokjin tidak ingin siapapun itu membenci mama maupun ayah."

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang