12

5.5K 506 42
                                    

Angin berbisik lembut merayapi serta merta mengalun lembut pada telinganya. Mengirim melodi tanpa suara namun berharap mampu menenangkan kegundahan hati. Sejemang pada setitik harapan muncul dengan seiring hembusan nafas yang tercekat gelisah. Bahkan raga baikpun jiwa turut ambil serta, memanjatkan doa tiada henti.

Jungkook berjalan seorang diri ditengah pekatnya langit. Hari ini tidak ada bulan apalagi bintang yang menemani malamnya. Melangkah terseok karena sudah kehabisan tenaga. Terkuras habis untuk hari yang melelahkan.

Sempat terbesit dalam pikirannya beberapa saat lalu untuk berbalik arah dan kaburㅡtidak ingin pulang kerumah. Kalau boleh jujur tentang perasaannya saat ini, Jungkook sedang dilanda ketakutan dan cemas. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia masih berada diluar. Mengingat ancamannya Seokjin hyungnya yang tak pernah main-main dan takkan mengenal ampun membuatnya tak henti-hentinya mengeluarkan keringat dingin.

Oh, tidak! Jangan mengingatkannya lagi. Mengingat akan hal ancaman tersebut hanya akan membuatnya kalut tanpa bisa berbuat apapun. Ia sudah lelah berlari, rasanya lututnya hampir lepas. Suhu tubuhnya yang tidak normal membuat pandangannya mengabur sesekali.

Jungkook demam. Dia kedinginan meski suhu tubuhnya mengatakan sebaliknya. Dia benar-benar kedinginan walau keringat masih setia mengalir disetiap sisi wajahnya yang pias.

"Chuwo~"

Jungkook mengusap kedua lengannya berharap mampu mengirim rasa hangat. Ia masih setia memacu langkahnya walau sesekali terhenti dengan nafas tersendat.
Hinggaㅡ

"Heughh...~" Jungkook membekap mulutnya sendiri dengan mata memerah berkaca-kaca menahan sesuatu yang sejak tadi bergejolak mual didalam perutnya. Berakhir dengan bertumpu pada pohon yang ada didekatnya.

"uhuk...uhuk..~hh" tangan yang digunakannya sebagai peyangga tubuh bergetar.  Jungkook lagi-lagi mengeluarkan cairan pahit dari dalam lambungnya. Ini benar-benar menyakitkan. Jantungnya memompa dalam tempo sangat cepat. Dadanya sesak luar biasa. Belum rasa pening yang mulai menyerang kepalanya, mencoba meraup semua kesadarannya.

Tapi Jungkook harus kuat. Ia tidak boleh tumbang disini. Ia harus pulang. Menghadapi apapun yang akan terjadi nanti. Sebelum semua semakin runyam. Lagi-lagi ia mendapat masalah karena perangainya.

Ia menyalahkan dirinya. Lagi.

Jungkook melanjutkan langkahnya kembali ketika dirasa semua mualnya sudah pergi. Menggelengkan kepala sesekali ketika pandangan memburam.

.
.

Menghembuskan nafas gugup ketika ia mencapai pada sepasang daun pintu Mansion Kim. Ia sudah berdiri sejak lima belas menit lamanya. Bahkan angin berhembus lumayan buas untuk menyantap tubuhnya yang kurang sehat. Tapi itu semua teralihkan dengan kegelisahan yang sejak tadi mengusainya.

Perlahan tapi pasti tangannya menyentuh knop pintu. Sensasi dingin yang dihasilkan dari gagang yang terbuat dari besi sukses mengirimkan rasa takut hingga membuatnya gemetar.

Melongok kekanan dan kekiri sambil menenteng sepatu lusuhnya, memastikan semua penghuni mansion sudah tertidur karena keadaan yang sudah gelap gulita. Memantapkan hati setelah meraup udara lalu menghembuskan. Ia mulai melangkah pasti.

Rasa-rasanya kamar terasa jauh ketika ia harus jalan dengan mengendap-endang. Rasa-rasanya ia ingin lari sekuat tenaga. Namun, takut menimbulkan suara gaduh dan membuat salah satu kakaknya memergokinya pulang larut malam.

Baru langkah yang kesepuluh ia memijakkan kaki pada lantai marmer yang sedingin es. Tiba-tiba saja ia terjebab kebelakang seperti ada yang menariknya kasar. Berakhir dengan terbanting keras kelantai yang menimbulkan suara nyaring. Lalu disusul dengan lampu ruangan yang menyala terang.

THE HOPE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang