Kebisingan musik yang berdentum keras memenuhi seisi ruangan dalam bangunan tempat dimana para manusia mencari puing-puing kepuasan yang fana. Tempat dimana kesenangan akan kau dapatkan dengan begitu mudah juga dengan pulang diberi imbalan berupa sekarung dosa. Setidaknya itulah yang dapat didefinisikan dari sebuah club tempat berpesta pora dengan dihiasi tawa sinting dari orang-orang yang ada didalamnya, orang-orang kerap mengartikannya begitu, namun bagi Yoongi semuanya tampak hambar. Kesenangan yang ditawarkan tak jua mampu menenangkan badai yang sedang menaunginya.
Ia menatap segelas minuman yang memabukkan ditangannya. Terhitung sudah dua gelas yang ia tenggak namun belum juga mampu mengusir bayang bayang Jungkook dari pikirannya. Ia tampak begitu tak terurus, bahkan penampilannya sangatberantakan. Sebelum cairan pahit itu kembali menyentuh lidahnya untuk yang kesekian kalinya, Yoongi tersentak sesaat ketika seseorang menepuk bahunya dan berteriak tepat dirungunya dengan begitu keras, "Apa yang kau lakukan, Yoongi?! Adikmu sedang berjuang di Rumah Sakit dan kau malah tanpa bersalah meninggalkannya demi minuman setan itu?!"
Prangg!
Yoongi menatap datar seseorang yang baru saja membanting gelas yang ada pada genggamannya. Ia mendecih sebelum pada akhirnya menjawab dingin, "bukan urusanku."
Pemuda yang ada dihadapannya menatap tak percaya, "bagaimana bisa kau mengatakan sesuatu yang menyangkut nyawa adikmu sendiri bukanlah urusanmu? Dimana sebenarnya kau letakkan hati nuranimu itu, Yoon?"
"Pergilah, Hwang. Jangan campuri urusan keluarga oranglain."
"Ini sudah yang ketiga kalinya, Yoon. Kau harus menghentikannya, keracunan makanan juga dapat merenggut nyawa seseorang. Jangan sampai karena egomu, kau kehilangan seseorang lagi."
Seketika saat itu juga Yoongi berpaling, ada sengat kecil yang menggetarkan hatinya. Seketika, rasa takut itu mulai menyerang, namun Yoongi masih kukuh akan egonya untuk tak mempedulikan lagi bagaimanapun keadaan saudara-saudaranya. Baginya mereka semua sudah sepantasnya mendapat hal setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan. Penyesalan mereka yang tiada artinya membuat Yoongi muak, terlebih ia sudah muak pada dirinya sendiri yang begitu pecundang.
"Kau bahkan sama sekali belum memastikan keadaan Jimin setelah kecelakaan itu. Mentalnya pasti sangat terguncang. Bagaimana jika dia melakukan hal yang justru membawanya dalam bahaya seperti Hoseok?Atau bahkan lebih parah dari itu. Kau mungkin takkan pernah terpikir tentang perasaannya yang pasti sangat tertekan. Bagaimana jika dia malah memilih untuk mengakhiri hidupnya karena dihantui oleh rasa bersalah?"
Yoongi menatap tajam Dokter Hwang, "Jaga bicaramu atau kurebok mulutmu sekarang juga!"
Namun nyatanya pemuda yang ada dihadapannya sama sekali tak menghiraukan ancamannya, Dokter Hwang justru kembali berbicara yang membuatnya semakin tercekat, "kau seorang kakak, Yoon. Bukankah tugas seorang kakak adalah melindungi adiknya? Lantas apa yang sudah kau lakukan. Kau bahkan telah kehilangan salah satunya. Dan kini kau malah membiarkan yang lainnya untuk meregang nyawa juga karena egomu yang terlalu besar. Jangan sampai kau menyesal untuk yang kesekian kalinya, Yoongi."
Brakk!
Yoongi menggebrak meja. Emosinya seketika tersulut, matanya menatap nyalang Dokter Hwang yang hanya membalas menatapnya datar. "Kau--"
Sebelum melayangkan satu bogeman pada Dokter Hwang, pergerakannya terhenti seketika. Ponselnya berdering nyaring, Yoongi menatap malas nama yang tertera pada layar ponselnya. Suara menyebalkan Dokter Hwang kembali menyahut, "Angkat. Kau sudah mengabaikannya selama sebulan penuh. Firasatku juga mendadak tak enak. Jangan sampai kau mengabaikan sesuatu hal yang membuatmu semakin didera penyesalan sepanjang hidupmu."
***
Setiap detik yang berlalu ia habiskam hanya untuk meratapi semua yang sudah terjadi. Ia memilih untuk memendamnya sendiri. Mengucilkan diri dari semua saudaranya. Tanpa terkecuali saudara kembarnya, Kim Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HOPE (✓)
FanfictionJeon Jungkook harus hidup diantara orang-orang yang membencinya karena kesalahan besar yang tak disengaja. Tapi, semua itu tak membuatnya gentar dan masih tetap berharap bisa medapatkan maaf dari semua kakaknya dan bisa hidup bahagia bersama. Meskip...