Suasana yang terasa berbeda begitu sangat menyiksa. Yugyeom masih diam termenung seorang diri diatas bangsal rumah sakit. Ia mengusir semua orang untuk keluar dari dalam ruangan tempat ia dirawat. Kini tinggal hanya ia sendiri, membiarkan dirinya kembali tenggelam dalam laut kesakitan tanpa berkeinginan untuk menyelamatkan diri. Otaknya sejak tadi tak ia izinkan untuk berhenti memutar memori yang lalu. Memori yang berisikan tentang ia dan sahabatnya, Jeon Jungkook.
"Kenapa kamu terus mengikuti langkahku hingga sejauh ini? Pulanglah, nanti ibumu mengkhawatirkanmu."
"Tidak mau. Aku ingin tahu dimana rumahmu, masa hanya kau saja yang boleh tahu rumahku. Sementara aku tidak boleh."
"Yugyeom--"
"Aku bilang tidak mau, ya tidak mau!" Suaranya meninggi, memotong perkataan Jungkook begitu saja hingga sang empu terkejut. Dilihatnya sang sahabat pada akhirnya hanya menghembuskan nafas pasrah. Yugyeom tersenyum senang, pada akhirnya Jungkook mau mengalah dan membiarkan dirinya yang terus membututi langkah kakinya.
"Jungkook, kenapa bibi itu tidak pernah mengantar ataupun menjemputmu lagi? Sejauh ini aku hanya melihatnya sebanyak dua kali."
Yugyeom menatap punggung kecil yang ada didepannya. Jungkook terlihat kembali menghela nafas. "Bibi punya banyak pekerjaan menumpuk. Jadi tidak bisa jemput.".
"Lantas, bagaimana dengan ayahmu." Seketika saat itu juga Jungkook menghentikan langkahnya. "Kenapa ayahmu tidak pernah datang untuk mengantar maupun menjemputmu?"
Jungkook diam sebentar, ia menggeleng ragu-ragu. "Ayahku juga sibuk."
Yugyeom kecil saat itu belum mengerti, bahwa ada sorot kesedihan yang terselip dari sepasang bola mata bening sahabatnya. Ia malah kembali melontarkan kalimat yang mungkin saja justru menyakiti Jungkook. "Ayahku juga sibuk, kok. Tapi ayah tetap menyempatkan diri untuk menjemputku walau seminggu satu kali. Masa ayahmu tidak bisa." Nada bicaranya memelan diakhir kalimat.
Jungkook tersenyum walau itu terkesan dipaksakan, tapi Yugyeom merasa sedikit lega. Ia hanya takut Jungkook akan marah mendengar ucapannya, "Mungkin lain kali ayah akan menjemputku. Untuk saat ini ayah memang belum punya waktu luang. Tidak apa-apa, kok. Yang terpenting ayah tetap sehat supaya bisa selalu tersenyum."
Yugyeom terus menantikannya hingga mereka lulus dari Taman Kanak-kanak. Ayah temannya itu tak pernah sekalipun datang untuk menyambutnya yang baru keluar dari kelas.
Hingga Yugyeom mulai dapat menyimpulkan dari bagaimana tatapan takut Jungkook ketika mendapati ayahnya dirumah saat ia pulang dengan membawa orang lain. Yugyeom tahu, itu bukan tatapan hangat yang sering ditujukan ayahnya untuk dirinya. Tatapan itu sangat dingin dan sangat mengerikan.
"Anak siapa yang kau bawa kerumahku." Itu bukan terdengar seperti pertanyaan, namun malah terdengar seperti tuduhan.
"A-ayah dia temanku."
"Aku tidak bertanya dia temanmu atau bukan. Kenapa kau berani membawa orang lain kerumahku!"
Yugyeom sampai terkejut mendengar teriakan ayahnya Jungkook. Sementara Jungkook hanya menunduk tak berani menatap ayahnya. Ia hanya menatap jari-jarinya yang saling menaut satu sama lainnya, tidak berhenti bergerak gelisah.
"Suruh dia pulang sekarang juga."
Hingga sosok itu lenyap dari hadapan mereka, Jungkook baru memberanikan dirinya untuk mengangkat kepala, wajahnya terlihat ketakutan. "Yugyeom, kamu sudah tahu rumahku kan? Sekarang kamu pulang, ya. Pasti ibumu sedang panik mencarimu. Besok kita akan bermain lagi. Aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HOPE (✓)
FanfictionJeon Jungkook harus hidup diantara orang-orang yang membencinya karena kesalahan besar yang tak disengaja. Tapi, semua itu tak membuatnya gentar dan masih tetap berharap bisa medapatkan maaf dari semua kakaknya dan bisa hidup bahagia bersama. Meskip...