Netranya menatap takut keadaan sekeliling. Dirinya masih terkurung dalam ruangan pengap lagi kotor, --Gudang sekolah. Kejadian yang masih terekam jelas dalam ingatan seolah mampu mengiris hatinya kian dalam. Jungkook kembali merasa bahwa dirinya tidak berguna, benar-benar membawa petaka untuk orang yang ia sayangi. Yugyeom celaka karena dirinya. Rencana yang telah ia susun sedemikian rupa hancur dalam sekejab. Sekarang ia tak tahu bagaimana kabar sahabat yang sangat ingin ia lindungi itu. Ditambah trauma yang mulai menyerang kadar kewarasan, Jungkook berharap setelah ini tak ada lagi yang harus terugikan lagi tersakiti.
Hari mulai petang ketika dirinya kembali meraup kesadaran. Napasnya masih tersenggal akibat batuk yang menyerang secara brutal tak lagi ia hiraukan. Matanya sampai berair menahan denyutan yang mulai menjalar pada kepala, juga mencoba menahan sesak yang tiada henti menghimpit dada.
Jungkook mencoba berdiri, walau meski pada akhirnya kembali jatuh terduduk akibat kakinya yang terasa begitu ngilu untuk menapak. Pergelangan kakinya membengkak dan membiru, Jungkook bahkan tak menyadari bahwa kini wajahnya telah babak belur akibat dikeroyok oleh beberapa orang yang mencoba melukai Yugyeom.
Tak lama setelahnya, liquid anyir jatuh mengenai tangannya. Jungkook tersenyum pahit. Ah, sekarang ia mengerti, mengapa Tuhan memberinya nasib yang benar-benar tak beruntung. Dan mulai sekarang juga, ia tak kan lagi menuntut pada Tuhan untuk memberikannya sedikit saja kebahagiaan.
Disusul dengan isi perutnya yang kembali berulah. Jungkook terbatuk, mengerang yang terasa begitu menyakitkan, mencoba mengeluarkan segala kesakitan yang bersarang didalam tubuhnya. Ia kembali memuntahkan darah.
Tubuhnya sekarang benar-benar lemas dan tak bertenaga. Namun, Jungkook tetap memaksa tubuh ringkihnya untuk beranjak dari sana. Kekhawatirannya pada sang teman bahkan mampu mengalahkan rasa trauma yang dideritanya.
Kesunyian menyambutnya ketika ia membuka daun pintu gudang tua tersebut. Tidak ada lagi penghuni sekolah yang tersisa, semua orang sudah kembali kerumah mereka masing-masing, tentu saja, sebab hari sudah hampir beranjak malam. Jungkook berjalan perlahan meski dengan langkah yang pincang. Ia menyusuri koridor sekolah, sekedar ingin mengecek UKS.
Setiba disana, ia tak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan. Ruangan tersebut telah kosong. Mungkin Yugyeom sudah dibawa pulang oleh keluarganya. Jungkook hanya bisa berdoa, semoga Yugyeom baik-baik saja.
"Lho." Jungkook menoleh ketika sebuah suara memasuki runggunya. Ia mengukir senyum, ketika mendapati Satpam yang berjaga, dan justru senyumannya hanya dibalas dengan ringisan ngilu oleh Satpam tersebut.
"Annyeong haseyo." Ia membungkuk sopan, lalu menghampiri Satpam tersebut tanpa melunturkan senyumnya.
"Kenapa belum pulang? Itu juga, wajahnya kenapa sampai babak belur begitu. Kamu berkelahi?"
Ia langsung dihadiahi banyak pertanyaan. Namun Jungkook masih mengukir senyumnya dan menjawab, "oh ini." Katanya terkekeh lalu melanjutkan, "tadi hanya sedang terkena masalah kecil. Tidak sakit kok, nanti juga pasti sembuh. Saya permisi, Ahjussi."
Lalu setelahnya ia melangkah meninggalkan sang Satpam tanpa menoleh kembali, bahkan tak menghiraukan ketika ia dipanggil.
Setelah punggung rapuh tersebut lenyap dari pandangan, Sang Satpam hanya bisa mengeleng-geleng prihatin. Perasaannya menjadi perih bukan hanya karena melihat keadaan Jungkook yang babak belur, tapi juga karena sirat terluka yang terselip dari pacaran bola mata pemuda tersebut.
Senyuman itu palsu, terlebih binar terang pada netranya. Benar-benar palsu.
***
Jungkook rasanya hanya ingin cepat sampai ke rumah, meski tak bisa menjamin bahwa dirinya takkan mendapat hal yang tak mengenakkan kembali. Namun, kemarin Doyoung hyung berpesan padanya, untuk harus datang ke Cafe. Jadi, tak ada pilihan lain untuk tidak menepati janjinya, ia tetap pergi kesana meski tubuhnya benar-benar lemas untuk diajak berkompromi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HOPE (✓)
FanficJeon Jungkook harus hidup diantara orang-orang yang membencinya karena kesalahan besar yang tak disengaja. Tapi, semua itu tak membuatnya gentar dan masih tetap berharap bisa medapatkan maaf dari semua kakaknya dan bisa hidup bahagia bersama. Meskip...