Marley (Last)

5K 290 111
                                    

“Huaaah…” Sasha menguap dengan mata terpejam.

“Jangan tidur, Sasha.” Ujar Mikasa sambil menarik rambut Sasha. Dia gemas karena Sasha sempat-sempatnya tidur saat mereka sedang mengawasi para tawanan. Selain itu, Mikasa juga khawatir karena musuh sedang bersama Erwin.

“Apa yang mereka lakukan?” Tanya Jean penasaran.

“Kami hanya mengobrol, lebih tepatnya mengorek informasi dari mereka.” Ujar seseorang di belakang Jean.

“Eh?” Jean menoleh.

“Naruto?!” Seru yang lainnya.

“Aku hanya bunshin, yang asli sedang di sana. Jangan khawatir, sepertinya kita akan punya sekutu baru walau aku masih belum bisa mempercayainya.” Naruto menatap tajam.

“Benar, Naruto, terlebih lagi dia bahkan tahu tentang diriku.” Eren memegang dagunya.

“Eren, kau jangan dekat-dekat dengan wanita bongsor itu, aku merasa dia merencanakan sesuatu padamu.” Naruto memperingatkan. Eren mengangguk mengerti.

“Aku mengerti.” Jawabnya singkat.

“Lagi pula, mana mungkin dia kemari dengan suka rela menjadi sekutu? Pasti ada sesuatu yang dia rencanakan, aku yakin itu!” Seru Naruto. Eren menepuk punggungnya pelan, tanda agar Naruto tidak begitu berisik.

“Kau dan Sasuke ada di dalam, selain itu ada Levi-heichou, kurasa mereka akan baik-baik saja.” Ujar Armin. Tapi perasaannya mengatakan sebaliknya.

“Kita percayakan saja pada mereka, bukankah dalam hal mengorek informasi, Levi-heichou itu adalah ahlinya? Selain itu, Sasuke juga sangat bisa membuat orang kelepasan bicara dan kau tentu saja ahlinya membual tapi bualanmu itu selalu benar!” Seru Jean.

“Jean, kau sedang memuji atau menghinaku?” Naruto mengepalkan tangannya.

“Tidak keduanya.”

“Naruto, apa kau bisa sekalian memberi tahu kami apa yang mereka bicarakan?” Tanya Eren penasaran.

“Ya, aku bisa saja, tapi tentu tidak semua.”

“Tidak apa-apa, hal sekecil apapun pasti akan sangat berguna.” Ujar Eren yakin.

Obrolan antara pihak Paradise dan Marley masih berlangsung. Levi, Sasuke dan Naruto lebih memilih bungkam dan membiarkan Erwin membuka suaranya. Sebelum masuk ke tenda, Yelena dan temannya sudah digeledah, senjata api yang dia gunakan tergeletak di atas meja. Hanji sedang sibuk memperhatikan senjata api yang mirip dengan senapan namun berukuran lebih kecil. Selain itu, tempat pelurunya memiliki banyak sekali ruang sehingga bisa menembak berkali-kali, tidak seperti senapan yang mereka gunakan.

“Aku Yelena dan dia adalah Onyankopon. Maaf karena aku tidak bisa membawa banyak orang lagi. Sebenarnya, kapal kami dan 3 kapal lain yang datang lebih dulu berangkat bersamaan dari Marley, namun untuk jaga-jaga, kami diperintahkan untuk menyusul setelah 4 hari kemudian. Aku hanya tidak menyangka kalau lebih dari 300 awak kapal berhasil dilumpuhkan tanpa adanya korban jiwa. Selain itu, 2 kapal lainnya hancur berkeping-keping. Kerusakan yang diakibatkan oleh titan sepertinya tidak seperti itu, rasanya seperti hancur karena bom dengan daya ledak besar. Ngomong-ngomong, berapa ratus pasukan yang kalian kerahkan untuk menangkap mereka semua?” Tanya Yelena sambil menyeruput minumannya.

“Tidak banyak, hanya 1 tim.” Ujar Erwin singkat.

“Lebih tepatnya, hanya 10 orang.” Levi menjelaskan dengan sangat singkat dan pasti. Onyakonpon dan Yelena terbelalak tak percaya. Bahkan Yelena menjatuhkan gelas yang isinya sudah habis.

“Apa? Ah, maaf!” Ujarnya sambil menempatkan kembali dengan benar gelas yang ia jatuhkan barusan.

“Hanya 10 orang? Bagaimana bisa?” Kali ini laki-laki berkulit gelap bernama Onyakonpon yang angkat suara.

The HeroesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang