"Pakai sendiri atau kupakaikan!" tanya Rakka tidak ada nada-nada kehalusan di sana.Setiap kata demi kata yang ia ucapkan tetap saja dengan bumbu bentakan. Namun meski begitu telinga Melody masih dapat mendengar dengan jelas ada secerca kekhawatiran yang tersamarkan di sana.
"Saya bisa memakainya sendiri Tuan. " balas Melody lemah.
"Baiklah cepat ganti pakaianmu. Aku akan keluar sebentar."
Rakka berjalan keluar meninggalkan Melody dengan pikiran yang semakin kacau.
"Mengapa begini? Padahal dari awal aku tahu kau biadap! "
Batin Melody memandang punggung tegap milik tuannya itu yang menghilang ditelan pintu. Dirinya tersenyum miring. Menertawai kebodohannya yang hampir saja terjatuh.
Nyatanya keadaan tak sejahat itu membiarkn dirinya terjatuh semakin dalam. Otak dengan ribuan peringatan menahannya untuk tetap menatap dari sisi saja. "Ingat berhati-hatilah iblis itu biadab tak lebih dari manusia tanpa adab! " batinnya terus mensugesti dengan kalimat-kalimat peringatan berbalut kebencian.
Katakan siapa yang tak benci ketika hidupmu seolah ada pada kendalinya. Seenaknya merusak masa depan. Satu-satunya harta yang ia miliki. Coba katakan siapa yang tak marah. Mentang-mentang ia hanya perempuan tak punya dan dirinya laki-laki serba ada cish.
Kodrat hidup di dunia tipu-tipu hm... Yang kaya bisa berkuasa yang tak. Punya semakin sengsara BANGSAAAT!!!
Harta Tahta Rupa? Rakka memiliki semua itu. Melody tidak munafik ia mengakui ketampanan Tuannya yang bagaikan dewa Yunani. Membuat siapa saja yang melihatnya. Pasti akan tergila-gila namun tidak untuk dirinya. Harta Tahta Rupa yang Rakka miliki tak berarti apapun.
Melody memandang pantulan dirinya di cermin besar. Dengan kemeja kebesaran milik laki-laki biadap itu yang melekat di tubuhnya. Menutup sampai batas paha. Dingin tentu saja masih ia rasakan. Lama kelamaan laki-laki itu tak hanya menyiksa hatinya namun juga tubuhnya.
Mungkin jika perempuan lain akan berbunga-bunga berkesampatan memakai kemeja milik Rakka namun tidak dengan dirinya. Semua terasa hambar mungkin dirinya sudah tertular virus tak punya rasa dari seorang Rakka Calvian Rajendra.
Ia terduduk di atas kasur empuk yang harusnya nyaman itu dengan pandangan kosong. Hingga kedatangan Rakka saja tak ia ketahui. Laki-laki itu telah berada di belakangnya dengan secangkir teh hangat.
"Minumlah. " ucap Rakka sedikit melembut tak seperti biasa. Entah rencana apa yang telah dirinya susun.
"Terima kasih. Seharusnya Tuan tidak melakukan ini, saya bisa sendiri. " balas Melody menerima minuman tersebut menyesapnya secara perlahan.
"Dari awal aku tau kau hebat." bisik Rakka tepat di telinga Melody.
"Terima kasih untuk selama ini." lanjut Rakka tak berpindah posisi.
Melody tertegun seolah apa yang beberapa detik lalu ia ucapkan bertolak belakang dengan apa yang baru saja Rakka ucapkan. Mengapa begini? Ia tau Rakka tak mungkin tulus mengucapnya. Laki-laki dengan jutaan akal busuknya itu sepertinya telah merencanakan sesuatu padanya.
"Oke baiklah sepertinya permainan harus sudah dimulai dari sekarang."
Melody membatin sembari menatap tangan kekar milik Tuannya itu yang melingkar mendekapnya. Tersenyum dalam hati menyiapkan segala rencana yang tak kalah busuk dari hati seorang Rakka.
Berdiam membiarkan sosok Rakka mendekapnya dari belakang. Tak mungkin rasanya jika ia sudah memulai permainannya dengan sifat agresif yang ada Tuannya itu akan curiga. Jadi biarlah semua berjalan apa adanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Taste
Romance📢 ... PERINGATAN KAWASAN DEWASA❗️ AUTHOR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEGALA EFEK SAMPING YANG DIDAPAT❗️ BERBIJAKLAH DALAM MEMBACA❗️ *** "Aahhhh.... Tuan tolong hentikaaannn! " Jeritan seorang maid menggema di dalam sebua kamar. "Tidak akan sayan...