21. Bagian Penting

1.9K 137 27
                                    

"Bagaimana jika aku yang bertanya. "

"A__apa? " tanya Melody terbata. Katakan siapa yang tak gugup ditatap laki-laki sedekat ini.

"Apa kau mau kunikahi? "

***

Hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang mengisi kesunyian pagi ini. Tidak ada dialog-dialog manis seperti pagi-pagi sebelumnya. Meja makan yang nampak teramat suram.  Semua ini terjadi akibat perbincangan semalam. Permintaan melupakan dari otaknya malah membuat kalimat-kalimat itu semakin nyata terpapar.  Mendengung di dalam kepalanya yang mulai memberat. Lelah Melody menumpuhkan kepalanya pada permukaan meja makan.  Perduli apa jika nanti Tuannya itu memarahinya.  Pusing di kepalanya juga akibat ulah iblis brengsek itu juga kan?

"Kau sakit Mel? " tanya Rakka merasa ada yang tidak beres dengan perempuan cantik di depannya ini. Seperti tidak biasa. Wajahnya nampak sedikit pucat.

Melody menggeleng kembali dengan berat hati menegakan kepalanya.  Melanjutkan menyantap sarapan pagi ini.  Meski tidak bohong sebenarnya ia tak lapar sama sekali belum lagi perutnya bergejolak muak mengingat tiap janji manis yang Rakka ucap.

"Jadi keluar kotanya? " tanya Melody berusaha mengalihkan topik.

"Tidak. "

"Kenapa? "

"Sedari awal memang tidak pernah ada acara pekerjaan di luar kota.  Aku hanya menghindari Alona." jelas Rakka setelah makanan di dalam mulutnya berhasil ia telan.

Mendengar penjelasan Rakka seperti itu sontak saja kedua bola mata Melody membelalak tak percaya. Pria di depannya ini benar-benar tak punya hati.  Apa ia tak berfikir bahwa ini akan sangat melukai Alona.  Gadis itu tulus mencintainya. Bahkan gadis itu telah berusaha keras agar bisa menjadi wanita yang dirinya damba. Tapi apa balasanya? Hanya ribuan lubang kesakitan saja yang ia berikan. Memang dasar iblis tak berperasaan. Dan bodoh dirinya masih saja menaruh perasaan.

Berdecak kesal ia memalingkan wajahnya.  Malas menatap kembaran pohon pisang ini.  Ya kembaran pohon pisang yang hanya memiliki jantung tapi tak punya hati.

"Aku bahkan sudah berusaha keras membuatnya menjadi wanita yang pantas untukmu. " lirih Melody lelah.

"Aku tidak pernah memintamu melakukan itu! Bagiku tiada yang pantas untukku selain dirimu." berbanding terbalik dengan Melody yang menggunakan intonasi nada rendah maka Rakka menaikan beberapa oktav intonasinya pada kalimat pertama.

Nada tinggi itu sontak saja membuat Melody menelan ludahnya susah payah. Meski bukan kali pertama ia menerima bentakan seperti ini. 

"Sekarang jawab pertanyaanku." lanjut Rakka menaruh sendok dan garpunya.  Mengesampingkan acara sarapan dan kembali menaruh harapan.  Harapan pada sosok di depannya ini. Yah hal bodoh kbali ia lakukan dengan berharap pada iblis ini.

"Kau mencintaiku kan? " tanyanya ah ini bukan terdengar seperti kalimat tanya melainkan kalimat ancaman. Mana ada pria yang bertanya tentang perasaan dengan otot yang mengeras di wajahmya. Belum lagi kepalan tangannya. Seolah kepalan itu sipap menghantam pipinya jika ia mengatakan 'tidak'. Ck dasar.

"..."

Tak ada jawaban. Bukan menyangkal.  Hanya saja ia malas mengakui. Bukan karena tak cinta lagi.  Tapi takut patah lagi. 

"..."

Masih tak ada sahutan hingga derap langka kaki yang nampak terdengar nyaring semakin mendekat. Seseorang masuk ke dalam Apartement Rakka tanpa permisi. Siapakah gerangan?  Siapa yang berani masuk ke dalam tempat tinggalnya tanpa izin.

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang