"Sampai kapanpun kita tidak akan bisa bersama. Kita berbeda sangat jauh berbeda. " balas Melody masih dengan suara lirihnya.
"Kamu masih bisa berbicara seperti itu. Bahkan di saat rasa kita saja sama. "
"Mel kumohon percayalah aku akan memperjuangkan kita. " lanjut Rakka kali nadanya kembali turun. Bahkan sedikit memelan memohon dengan sangat. Ditangkupnya wajah berlinang air kesakitan itu. Menatapanya dalam-dalam berusaha meyakinkan.
"Mas__ PLAAKKK!!"
Suara tamparan keras memekakan telinga nampak nyaring terdengar. Membuat perih di sana. Dengan ujung yang memerah berdarah, mungkin sobek.
"Rakka kamu keterlaluan!"
"Maaf Non Alona. Tolong jangan salah faham. Tuan Rakka tidak bersalah beliau hanya mencoba meniup mata saya yang kelilipan Non. Saya mohon jangan marah pada Tuan Rakka." ucap Melody tergugup-gugup. Hanya alibi bodoh macam itu yang bisa ia keluarkan. Ia sangat yakin pasti Alona tak akan percaya. Tangannya bergetar hebat. Bagaimana jika sampai Alona tau. Bukan hanya Rakka yang mendapat tamparan. Mungkin lehernya akan mendapat tebasan. Mengingat latar belakang keluarga gadis itu yang cukup berpengaruh.
"Nggak Mel, aku tau Rakka memang suka mencari kesempatan. Lain kali kamu harus lebih berhati-hati. "
Balasan yang keluar dari mulut Alona rasanya bagai tamparan untuk Melody. Ia terdiam menatap tak percaya wajah polos perempuan yang ia sadar betul telah ia lukai ini. Melihat pancaran mata itu membuat dadanya serasa terhujam-hujam. Rasa bersalah yang terus terpupuk sejalan dengan rasa cinta yang semakin bertepuk.
Hanya kata maaf yang bisa Melody rapalkan dalam hati. Ia tau Alona memanglah bodoh dan menyebalkan. Tapi ia juga tau betul Alona sebenarnya baik. Gadis itu tulus mencintai. Hanya saja terbiasa hidup dalam keluarga serba ada membuat sifatnya masih seperti anak-anak di usianya saat ini. Mungkin sedikit didikan bisa membuat gadis itu menjadi wanita yang diidam-idamkan Rakka. Tapi bagaimana dengan dirinya?
Apa dirinya siap berjalan mundur tanpa tersungkur?
Apa dirinya sanggup hengkang tanpa terjengkang?
"Saya buatkan minum." pungkas Melody tak ingin memperpanjang. Ia berjalan ke dapur meninggalkan Alona yang masih terus memberi wejangan pada Rakka. Dan si buaya itu masih saja terus menyangkalnya.
Ia menghelah nafas berat begitu sampai di dalam dapur. Seberat beban yang ia pikul saat ini. Seberat rasa bersalah yang tak mau enyah. Dirinya merasa menjadi orang paling jahat. Rasanya sangat pantas sebutan PELAKOR tersemat pada namanya.
Satu tetes cairan kesakitan kembali terjatuh di pipinya. Disusul tetes-tetes berikutnya. Rasanya benar-benar menyakitkan. Pilihannya hanya MENYAKITI atau DISAKITI? Tidak ada pilihan mencintai atau dicintai.
Dari sini samar-samar percakapan keduanya dapat ia dengarkan. Sedikit bernafas lega. Saat tak lagi ia dengar nada tinggi dari sana. Mungkin sudah membaik. Ya membaik. Membaik untuk mereka tapi memburuk untuk hatinya.
"Sakit ya sayang? " tanya Alona mengusap pipi Rakka yang telah ia tampar tanpa ampun itu.
Rakka hanya menggeleng kecil. Lalu membawa kepala gadis itu ke dalam dekapannya. Matanya terpejam, kenapa rasanya begitu menyakitkan.
"Ini minumnya Tuan Nona," ucap Melody menaruh dua gelas teh hangat di atas meja.
"Saya permisi, kalau membutuhkan sesuatu panggil saja." lanjutnya lekas beranjak enyah sebelum hatinya semakin porak-poranda. Menatap lengan yang beberapa waktu lalu masih merangkulnya dengan nyaman itu kini tengah berganti mendekap tubuh lain lagi dengan hangat.
![](https://img.wattpad.com/cover/225113363-288-k620914.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Taste
Storie d'amore📢 ... PERINGATAN KAWASAN DEWASA❗️ AUTHOR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEGALA EFEK SAMPING YANG DIDAPAT❗️ BERBIJAKLAH DALAM MEMBACA❗️ *** "Aahhhh.... Tuan tolong hentikaaannn! " Jeritan seorang maid menggema di dalam sebua kamar. "Tidak akan sayan...