30. Takdir

3.8K 126 11
                                    

"Rakka heiii bocah! Apa yang kau lakukan di dalam heiiii bukaaa! Rakka keluar! "

"Diamlah! Kami sedang membuat produk baru! Jangan mengganggu Galang Pranaja! "

*****

"Apa yang kalian lakukan semalam? " tanya Galang begitu saja saat pagi telah tiba. Sumpah demi Tuhan tidak berbohong kalimat yang adik sepupunya ucapkan semalam itu masih terngiang-ngiang sampai detik ini. Antara percaya dan tidak. Ia tak percaya jika Rakka 'melakukannya' dengan seorang maid. Ia bahkan tau Rakka telah memiliki tunangan dan tak akan lama lagi akan menikah. Tapi Rakka tetaplah Rakka dengan segala keburukannya. Lelaki itu tak pernah beruba.

Sementara itu sang terdakwa sama sekali tidak perduli. Lelaki dengan setelan pakaian kerja ini seolah tak mendengar apapun. Ia tetap melahap nasi goreng yang dibuat Melody.

Lalu bagaimana dengan Melody? Tentu saja ia sangat bertolak dengan Rakka. Wajahnya gusar menahan rasa takut. Bagaimana jika Galang percaya dan melaporkan pada nyonya besar. Matilah dirinya!

"Sekali lagi kutanya, apa yang kalian lakukan semalam? " gak puas dengan jawaban yang bahkan belum keluar Galang kembali melontarkan sang tanya.

"Kami tidak melakukan apapun, " jawab Melody dengan nada yang sedikit meninggi. Ia benci di posisi seperti ini. Ia tak suka terpojokan. Ia tak suka. Ia kenatap Rakka berharap lelaki itu menyambung dengan kalimat-kalimat yang membelanya. Namun harapannya menguap begitu saja setekah satu kalimat yang dikeluarkan lelaki itu.

"Kami berpelukan sepanjang malam itu saja." ucap Rakka begitu tenang. Seolah dirinya tak takut efeknya setelah ini.

Mata milik Melody langsung mendelik disusul dengan raut wajah panik yang semakin menjadi nyata.

"Rakka! Kau bahkan punya tunangan dan kau masih... "

"Aku tidak pernah mengurusi hidupmu, jadi jangan urusi hidupku."

Mungkin kemarin-kemarin Rakka masih bisa diam saja saat hidupnya diatur oleh kakak sepupunya. Sekarang ia tak bisa diam saja. Masa depannya tidak di temtukan lelaki yang dua tahun lebih tua darinya ini. Ia punya pilihan sendiri.

"Ayo Mel, " ajaknya pada Melody yang nampak telah sembab menahan tangis ini. Ia memutuskan membawa Melody untuk ikut bekerja dengannya. Ketimbang nanti akan dicekoki pertanyaan-pertanyaan sialan dari lelaki itu.

****

Sepeninggalan Rakka dan Melody, Galang tak hentinya berpikir yang tidak-tidak. Ribuan tanda tanya juga perlahan semakin menumpuk di kepalanya. Membuat kepalanya berdenyut nyeri. Jika benar Rakka melakukannya ia tak akan segan-segan memberinya hukuman tanpa ampun. Bukan sok ingin mengurusi hidup adik sepupunya itu. Ia hanya ingin Rakka kembali pada Rakka bertahun-tahun lalu itu. Sebelum hubungan yang mengambing hitamkan sang cinta mulai merusaknya.

Menghelah nafas berat ia pasrahkan punggungnya pada sandaran kursi. Sarapannya masih utuh, dirinya benar-benar tidak bernafsu. Memejakan mata sejenak menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih lumayan dingin ini. Berharap dapat membuatnya sedikit lebih tenang. Nyatanya ekspektasi tak sejalan dengan harapan.

Bayang-bayang wajah ayu yang dimiliki Melody nampak mulai menjadi kilasan-kilasan dalam pandangannya. Wajah dengan sejuta luka ia tau itu.

"Jika Rakka menyakitimu, aku tak akan segan-segan menjadi tembok pelindungmu."

Bosan dengan pikiran yang semakin memburuk. Galang memutuskan keluar dari apartemen milik adik sepupunya ini. Mencari udara segar dengan berjalan-jalan melihat kawasan sekitar apartemen.

"Sepertinya membeli satu unit apart ide bagus," gumamnya sembari berjalan keluar dari lift yang mengantarkannya ke lantai dasar.

Melihat sekelilingnya yang nampak cukup menyenangkan. Ia rasa dirinya tak akan bosan jika tinggal di tempat ini. Dikelilingi fasilitas umum ah lebih menariknya di bagian kanan gedung ada sekolah TK dan taman bermain. Aih pasti menyenangkan sekali jika melihat bocah-bocah lucu itu setiap paginya. Memikirkannya membuat senyumnya tanpa sadar mengembang begitu saja.

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang