26. Ingkar dan Janji

1.6K 122 36
                                    

Gelap malam semakin pekat memeluk bumi.  Memerintah semua penghuninya untuk berhenti beraktivitas. Memejamkan mata dan lekas berlayar bersama mimpi yang semoga indah.  Nyatanya tidak untuk perempuan dengan piyama berlengan panjang ini. Masih di tempat yang sama.  Sama seperti sejak ia menerima chat 4 jam lalu. Udara dingin yang menusuk hingga tulang menemani kesendiriannya. Sesekali ia merapatkan jaket yang melapisi tubuh bagian atasnya. Bekas hujan sore tadi juga masih meninggalkan dingin yang begitu nyata. Menghelah nafas berat terasa amat lelah dengan keadaan yang semakin lama semakin terasa semu "Untuk hal sepeleh seperti ini saja aku harus menunggu begitu lama tanpa kepastian." batinnya sembari memandang nanar tart  didepannya. "Lalu bagaimana nanti dengan hubungan yang kuharap serius itu?" lanjutnya membuang muka. Sudah terlalu muak.

Melihat jam pada layar ponselnya. Membuat harapannya benar-benar kikis. 00:18 ia memutuskan mengemasi semua dan membawanya ke dapur.  Ah lebih tepatnya di atas meja makan. Mau membuangnya.  Rasanya sangat sayang ia membuat dengan susah payah dan ingat bubuk-bubuk cinta juga ia tambahkan sebagai komposisinya. Tapi apa hasilnya? Tetap sebua rasa kecewa.

Menutup dan memastikan pintu balkon terkunci ia lekas bergerak menuju tempat tidurnya. "Bodoh sudah tau dia iblis mengapa aku masih begitu berharap padanya." merutuki kebodohannya ia bersusah payah memaksa memejamkan mata.  Sial saja bayangan iblis itu masih saja terus mengganggunya.

"RAKKA BANGSAT!!!" jeritnya begitu kesal.  Ya kesal pada dirinya sendiri. Permainan belum selesai dan dirinya telah kalah cish memalukan.

***
Lain cerita dengan Melody yang memuncak kemarahannya.  Rakka lelaki jangkung ini nampak gelisah.  Sesekali ia melihat jam yang melingkar indah pada pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir setengah satu dini hari dan dirinya masih berada di tempat terkutuk ini. Siapa sangka acara makan malam ternyata hanya kedok semata. Perayaan Anniversary  hubungan menjijikan cuihhh.

Meski sudah masuk dini hari beberapa karyawan masih bekerja keras. Membersihkan sisa-sisa perayaan menyebalkan ini. Para orang tua nampak masih berbincang-bincang. Hingga dirinya memutuskan berdiri membuat semuanya menoleh dengan tanda tanya besar untuknya. Bahkan Alona yang semula merangkul manja lengannya smpai tersentak.

"Ada apa nak Rakka? " tanya sosok perempuan seumuran dengan Mamanya itu.

Menghadap ke arah wanita itu sebagai bentuk rasa hormatnya.  Berlaga melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Ia memasang senyum tak enak pada tetua-tetua yang berada di sini.

"Besok pagi aku ada meeting.  Jadi aku harus pulang sekarang. Maaf tidak bisa begabung lebih lama, permisi. " bohong Rakka. Ia bahkan lekas beranjak tanpa menunggu satu atau dua kata yang mungkin saja akan keluar dari salah satu mulut-mulut ini.  Langkah lebar penuh kebebasannya meninggalkan neraka ini.  Bahkan sedikit berlari ia ingin segera menjumpai sosok yang telah menunggunya di rumah. Ia tidak suka melanggar janji.  Tapi bagaimana ketika ia hendak membawa pulang sang bukti. Ingkar datang menghadangnya merayu-rayunya. Mengulur-ulur waktu. Membuat semuanya menjadi lebih lambat dari waktu yang telah disepakati.

Tuas gas ia tekan dalam-dalam guna mempercepat perjalanan. Membayar waktu yang telah terbuang tiada guna. Beruntung jalanan sepi.  Jadi mobil yang ia kendarai bisa melenggang seenaknya tanpa perduli kendaraan lain yang mungkin akan memberinya klakson penuh umpatan.

"Maaf membuatmu menunggu lebih lama, " Rasa bersalah tanpa diminta mulai merambat ke dalam organ sensitif itu. Menghambat aliran udara yang harusnya lancar keluar masuk. Kelebat-kelebat bayangan senyum indah pada wajah cantik itu perlahan mulai kembali membuat fokusnya berantakan. Kuat-kuat ia kenginjak pedal rem begitu hewan entah apa itu.  Mungkin anjing atau kucing hampir saja terlindas roda mobilnya. Dadanya berdebar meski hanya sebua hewan yang akan menjadi korbannya. Ini semua akibat bayangan Melody yang tak kunjung enyah dari kepalanya.  "Selamat kau berhasil membuatku segila ini." tersenyum sinis meremehkan diri sendiri. Dirinya yang benar-benar telah kalah pada permainan yang bahkan belum sampai pada puncaknya.

****

Tap... Tap... Tap..

Suara tapak kaki nampak terdengar begitu nyaring mengisi kekosongan pada sunyinya malam yang hampir terengut sang pagi ini. Sesekali ia menguap maklum saja jika dirinya mengantuk.  Sirinya belum mencicipi tidur dari jam 6 pagi lalu dan tinggal beberapa jam lagi sudah kembali pada jam yang sama ia terbangun. Hingga pada akhirnya kantuknya hilang sempurna begitu pengelihatannya menangkap sosok lelaki berjas putih khas rumah sakit itu.

"Dari mana dia? Malam-malam seperti ini? " batinnya bertanya-tanya. Firasatnya tiba-tiba memburuk begitu sadar dari mana arah lelaki itu. Jangan-jangan... Aaaahhh tidak,  tidak mungkin. Buru-buru ia memperlebar dan mempercepat langkahnya.  Ja ingin segera menyangkal firasat buruknya. Nafasnya tersenggal-senggal begitu dirinya sampai di depan pintu berwarna hitam itu. Jemarinya dengan lincah menekan kode digit. Gelap,  pertama kali ia dapatkan. Ah mungkin Melody sudah tertidur. Pelan-lelan ia menutup pintu kembali. Berjalan pelan agar tak membuat kegaduhan yang mungkin saja akan membangunkan perempuan itu. Namjn jantungnya kembali berdebar menyakitkan saat dirinya membuka pintu kamar yang harusnya berisi perempuan itu nyatanya kosong. Tempat tidurnya berantakan sepertinya habis digunakan.  Firasatnya kembali memburuk bahkan jauh lebih parah.  Bagaimana jika lelaki yang ia jumpai tadi benar habis 'bermain' dengan wanitanya disini? Tidak bisa dibiarkan.  Dengan amarah yang memuncak ia menyalakan lampu utama mencari sosok yang mungkin menjadi tersangka atas kekacauan ini. Langkah kakinya berubah menjadi kasar  menahan amarah. Jika benar apa yang ia pikirkan.  Demi Tuhan ia tak akan memaafkan.  Mungkin membunuh keduanya bahkan menjadi solusi terbaik.

"Melody bangsat keluaaaaar! " teriaknya membuka setiap ruangan yang ada. Tak ada sahutan sama sekali.  Sepertinya perempuan itu memang sedang tidak ada di dalam sini. Buru-buru dirinya berlari hendak mencari di luar namun pintu terbuka lebih dulu dari luar. Amarahnya kian menjadi-jadi begitu Melody muncul dari balik sana.  Benar dugaannya.

"DARI MANA!!! " bentaknya tanpa ampun. 

Melody sedikit tersentak kaget. Harusnya ia yang mengajukan pertanyaan seperti itu.  Ah tapi dirinya kan sudah tau dari mana lelaki itu pergi.  Yah merayakan perayaan anniversary. Lalu kenapa pulang-pulang malah memberinya amarah seperti ini. Salah dirinya di mana.

"Apa perdulimu," balas Melody begitu santai.  Bahkan dengan santainya dirimya menyingkirkan tubuh besar itu yang menghalanginya. Sudah terlalu malas dan muak.

"MUNAFIK.  KAU TIDAK MAU KUSENTUH DAN KAU BERMAIN DENGAN LAKI-LAKI DALAM APARTEMENKU! "

Memejamkan mata Melody. Mendengar semuanya.  Dadanya sesak menahan amarah.  Dari mana Rakka bisa menyimpulkan seperti itu.

"Dari mana kau mendapatkan kesimpulan seperti itu?" tanyanya masih mencoba sabar.

"Semuanya sudah jelas Mel.  Kalau memang tak suka denganku bilang. Bilang kalau kau memang lebih memilih Bima. " 

"Maksudmu apa membawa-bawa Bima. Dia bahkan tidak tau apa-apa soal hubungan kita." tak terima karena memang tak begitu kenyataanya amarahnya meledak. Ia tidak suka ketika perasaanya di remehkan. Ia mencintai dengan tulus. Kenapa malah seperti ini.

"Alah aku sudah tau Mel kau main belakang selama aku tidak ada iya kan? "

Plaaak....

Tak bisa ditahan telapak tangannya mendarat dengan keras lada pipi itu.  Ia tidak perduli nantinya akan seperti apa.  Sudah keterlaluan laki-laki ini menginjak-injak harga dirinya.

"Cukup Tuan Rakka yang terhormat! "

"Dengarkan aku Tuan.. Bahkan kau tidak pernah tau apa-apa tentang diriku. Kau tidak pernah tau betapa aku menderita setiap harinya atas perasaan yang tak seharusnya ada. Betapa aku marah pada keadaan. Keadaan yang tak mungkin berubah. Kau bahkan tidak pernah tau betapa aku selalu ketakutan dengan harapan yang sangat tipis pada setiap janjimu. Untuk hal sepeleh macam ini saja kau tak bisa membawa pulang bukti. Lalu bagaimana dengan hubungan yang bahkan kau saja tidak pernah mau berjanji."

"Jika boleh aku izin menyerah sampai di sini."

###

Bersambung

Dikit aja hehehe

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang