22. Bersenang-senang

2K 127 11
                                        

"Kita akan kemana? " tanya Melody bungung begitu Mobil yang di kemudikan Tuannya ini meninggalkan kawasan ibu kota.

Entah kali keberapa Melody mengajukan pertanyaan seperti itu. Bahkan ketika dirinya diseret paksa masuk ke dalam mobil pun ia sudah bertanya. Tapi tetap saja Rakka enggan membuka suara. Moodnya nampak buruk sejak kehadiran sang mama pagi ini.

"Bersenang-senang," balasan yang keluar dari mulut pria di sampingnya ini sontak saja membuat refleknya bekerja cepat. Mata cantiknya mendelik menatap nyalang pria yang tengah fokus menyetir ini. Bersenang-senang seperti apa yang Rakka maksud? Mendadak otaknya bertamasya 'horor'. Akankah akan terjadi seperti itu? Semisal berpetualang hingga pagi? Atau, atau aaaa TIDAAAAAK......!!!

"Ber..senang...-se...nang? " tanya Melody dengan nada bergetar.  Ia sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya.

"Ya bersenang-senang." balas Rakka tanpa beban. Berbeda dengan perempuan di sampingnya ini. Beban berat yang teramat berat seakan sudah begitu nampak menunggangi pundaknya.

"Kau pasti akan suka Mel. "

Uhuk... Uhuk...

Melody bahkan sampai terbatuk-batuk. Setelah indra pendengarannya menangkap apa yang Rakka cuitkan.  Gila saja laki-laki itu.  Dari aspek mana Melody akan menyukainya. Jika saja belum terlanjur ia bersumpah tak akan mau.

Setelah kalimat cuitan Rakka yang teramat begitu menyebalkan di telinga Melody. Tak ada lagi obrolan apapun.  Hanya bising suara mesin kendaraan saja kekosongan.   Membunuh kejenuhan ia lebih memilih menatap ke luar jendela mobil. Pohon-pohon rindang yang yang menyambutnya bersamaan dengan udara sejuk khas pegunungan juga turut menyambut kehadirannya.

Melody memejamkan mata menghirup dalam-dalam udara segar yang tak bisa ia dapatkan di Ibu Kota.

"Kau suka? " pertanyaan kembali tercipta dari mulut Rakka.

"Ehem," anggukan dari kepala Melody membuat senyum Rakka tersungging puas.

Tangan kekar itu tampa diminta langsung menuruti refleknya sendiri. Bergerak mengelus surai panjang yang menutupi sampai batas punggung. 

Sedang sang pemilik surai kaget tentunya tapi tak berlangsung lama. Setelah rasa nyaman mulai kembali menyerang.  Lebih sialnya menjadi dominan di sana. Menoleh sebentar ke arah Rakka ia tersenyum samar. Tapi lagi-lagi perasaan sedih kembali menyusup di dalam rongga-rongga bahagianya. Ujung bibir yang tadinya sedikit terangkat ke atas meski tak begitu nampak sekarang kembali membuat lekungan kebawah. Bagai pelangi tanpa warna, suram. Yah sesuram hubungannya ini.

"Tarik ujung bibirmu ke atas aku lebih suka kau seperti itu Mel." perintah Rakka kembali membuatnya terkaget. 

"Lupakan semua yang membuatmu bersedih,  mungkin aku tidak bisa berjanji akan mengurus semuanya dalam waktu dekat.  Tapi asal kau tau Mel setiap detiknya aku selalu berusaha. " lanjut Rakka menepikan mobilnya pada kawasan Villa miliknya sendiri.

"Tapi... Tapi Tuan bagaimana dengan Mbak Alona.  Dia pasti akan sangat bersedih. Belum lagi Nyonya beliau pasti akan marah besar."  balas Melody kali ini ia serius bahkan sangat serius. Inilah yang sangat ia takutkan sedari awal.  Baginya Alona sudah sangat baik padanya sedang kemarahan ibu dari Iblis itu demi Tuhan ia tak akan sanggup menghadapinya.

Wajahnya memelas penuh permohonan pada Rakka ia berharap lelaki tampan itu lekas memberinya solusi. Mungkin dengan menjauh darinya yah menjauh selamanya. Kembali hidup masing-masing. Tapi apa dirinya siap?  Siap menanggung sakitnya sendiri,  siap merawat lukanya sendiri?

"BERAPA KALI KUBILANG!  JANGAN PERDULIKAN KEBAHAGIAN ORANG LAIN!" tak bisa lagi menahan muak dengan kalimat yang Melody ucapkan. Satu bentakan dengan nada tinggi kembali terlepas dari mulutnya.  Ia benci saat perempuan itu selalu saja mengesampingkan kebahagaiaannya sendiri. Mengapa selalu saja seperti itu apa tak bisa dirinya belajar untui egois sekali saja.

"Maaf, " cicit Melody menunduk dalam-dalam matanya terpejam menahan tangisnya yang siap meledak. Sebenarnya bukan tangis atas bentakan yang ia terima. Tak bisa ia tahan bulir bening itu perlahan mematahkan pertahanannya.  Membuat aliran anak sungai di wajah cantiknya.  Sesak di dlam dadanya pun tak mau kalah ingin unjuk diri.  Isak sesaknya menyerobot meminta untuk didengar.

"Arrrgh... " Rakka mencengkram stir mobilnya menggeram di dalam hati.  Mengapa kenjadi seperti ini.  Mengapa dirinya sekarang menjadi sulit mengontrol emosinya.  Mana Rakka yang selalu bemain cantik. Jika seperti ini terus menerus ia akan benar-benar kalah. Yah kalah dikalahkan dirinya sendiri.

Tetes-tetes berbair demgan isakan itu membuat tak hanya sakit di mata dan telinganya.  Terlebih-lebih hatinya seperti ada tangan besar dan kasar yang meremas di sana.

"Maaf Mel," cicitnya bersamaan denga dekapan yang ia berikan.  Berharap akan membuat tenang dan nyaman. Sesekali ia daratkan bibirnya pada puncak kepala perempuan dalam rengkuhannya itu.  Membiarkan perempuan itu menangis di atas dadanya. Menangis atas kesalahnya.

***

Matahari perlahan mulai tenggelam mengakhir shiftnya. Membiarkan sang bulan dan bintang bertugas untuk berjaga. Menjaga mahkluk bumi atas perintah Tuhannya. Rona merah di ujung barat sana nampak membuat susana semakin hangat. Sehangat lengan kekar yang merengkuh pundaknya tanpa ada niatan untuk mengurai. Sehangat kopi yang ia seduh dengan penuh cinta kasih.

"Mel, " panggil Rakka tiba-tiba membuat Melody reflek menoleh dengan tanda tanya di dalam kepalanya.  Terlebih lagi saat Rakka tak kunjung melanjutkan pembicaraannya.

"Ya?"

"Tidak,  tidak jadi. " balas Rakka gelagapan.  Dirinya buru-buru menari kepala di depannya itu mencium keningnya cukup lama. Debaran di dalam dadanya sial saja membuat salah tingkah seperti ini.

"Kenapa Mas? " tanya Melody terlanjur penasaran. Dirinya menatap Rakka serius berharap lelaki itu akan segera berkata jujur.

"Lusa antar aku ke rumah ibu ya?"

Permintaan yang keluar dari mulut Rakka sontak saja membiat Melody kembali terkaget. Ada apa tiba-tiba laki-laki itu meminta bertemu ibunya?

"Ibuku? " tanyanya memastika.

"Iya Ibumu. " balas Rakka tersenyum manis.

"Ada perlu apa? " tanya Melody semakin penasaran.

"Tidak ada apa-apa aku hanya merindukan sosok tua itu saja." jawabnya kembali merengkuh kepala dengan wajah menggemaskan itu.

"Baiklah." balas Melody pelan.  Suranya tertahan dada bidang Rakka yang merengkuhnya. Walau sebenarnya di dalam otaknya telah terbentuk hal-hal konyol yang demi Tuhan sangat menjijikan. Ia tertawa geli sendiri menertawakan otaknya. Bisa-bisanya ia berfikir Rakka akan melamarnya.  Cuih mimpimu terlalu tinggi Mel.

"Kubuatkan makan. " ucap Melody hendak beranjak. Sayang tangan Rakka lebih erat menahannya.

"Sudah kupesankan.  Mungkin sebentar lagi akan datang. " ucap Rakka menarik kembali tubuh Melody untuk tetap duduk di sampingnya.

Susana kembali henting hanya suara hewan malam saja yang mulai mengisi kesunyian.

"Mas," panggil Melody.

"Hm, " balas Rakka asik bermain dengan rambut panjang Melody yang terbiarkan tergerai.

"Salah ya kalau aku benar berharap padamu? "

####
Bersambung

No cuap-cuap aku ngantuk banget udah nggk fokus mgetik😂 tap bintang dan berikan komennyaaaaa....

Yang mau tanya-tanya cus silakan.

Spoiler-spoilernya cek ig aku ya @Alyssa_Kaegan

Seyuuuuuuu sampai jumpa sama akuuuuuuu....


Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang