33. HONEY MOON

483 11 0
                                    

Jarum jam terus berputar memakan waktu demi waktu.  Udara dingin juga kian semakin menusuk-nusuk tulang. Membawa siapa saja semakin lenyap dalam alam mimpi. Tapi tidak dengan lelaki ini.

Rakka lelaki itu masih bersandar pada kepala tempat tidur.  Matanya membawa begitu banyak beban.  Bahkan beratnya masih sama setelah dirinya sore tadi sempat membagi beban pada kakak sepupunya itu. Semuanya masih sama saja.  Membuat kacau pikirannya.

Belum lagi perkataan yang Melody katakan beberapa waktu lalu. Masih terngiang berputar menikam jantungnya. Arrghs... 

Rakka mengusap wajahnya frustasi. Dirinya tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Melody. Khayalan menikah dan membangun bahterai rumah tangga sudah berlalu-lalang si kepalanya sebelumnya. Tapi mendengar apa yang Melody katakan perlahan semuanya mulai mengabur.

Sedang di lain tempat Melody nampak masih terpejam merangkai mimpinya yang semoga indah.  Setelah fakta-fakta yang beberapa hari ini cukup membuatnya hampir gila. Kelopak matanya juga nampaknya masih sedikit bengkak akibat terlalu banyak menangis.

Menangisi hidupnya, menangisi kebodohannnya.  Jelas-jelas dirinya dan Rakka itu jauh berbeda. Mungkin saja keduanya sama-sama menyukai tapi apa takdirnya nyatanya tidak memberi garis. Seperti Matahari dan Bulaj tujuannya sama tapi garisnya berbeda.

***

Langit masih cukup gelap  udara Juga masih sangat dingin.  Tapi Melody perempuan itu nampaknya mulai kembali terjaga.  Sekujur tubuhnya rasanya masih begitu sakit. Apalagi perutnya rasanya seperti diaduk-aduk.  Siap mengeluarkan isi di dalamnya. 

Buru-buru Melody terbangun sebelum kasurnya menjadi sasaran muntahannya.  Tapi tunggu ini bukan kasurnya.  Ia menoleh ke sekeliling ini kamar Rakka. 

Melody cukup kaget seingatnga semalam ia tidur di kamarnya sendiri. Lalu bagaimana bisa sekarang dirinya terbangun di kamar lelaki itu.  Lebih-lebih di dalam pelukan lengan kekar itu.

Ah entahlah.  Melody buru-buru menyingkirkan tangan kekar itu dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Mengeluarkan isi lambungnya.  Tapi nyatanya hanya air yang keluar.

Untung saja suara gaduh dari dalam kamar mandi ini tak sampai membuat Rakka terbangun.

"Pada akhirnya aku mengaku kalah Mas. Kalah akan permainan yang aku buat sendiri. Selamat atas kemenanganmu, " ucapnya begitu pelan sembari terduduk di tepian ranjang memandang lelaki tampan yang masih terpejam itu.

Dadanya begitu sesak menahan air matanya yang siap tumpah ruah.  Semenyakitkan ini ternyata. Aih cinta oh cinta perihalmu kenapa sulit sekali dimengerti.

"Astaga sayang kamu sudah bangun?"

Pertanyaan tiba-tiba itu sontak saja membuat Melody mengalihkan pandangannya. Dengan cepat jemarinya mengusap sudut matanya yang berair.

"Sayang kamu baik-baik saja kan? " pertanyaan selanjutnya menyusul bahkan sebelum pertanyaan yang pertama terjawab.

Rakka lekas memperbaiki posisinya menjadi terduduk.  Hatinya berdebar hebat begitu ia membuka matanya perempuannya ini sudah terbangun.  Lebih-lebih nampaknya perempuannya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Hey tatap aku, " pinta Rakka lembut begitu Mepody masih enggan menatapnya.

Tangannya tergerak menggapai kepala itu dengan perlahan Rakka memutar menghadapkan ke arahnya. Ia begitu kaget saat mendapati wajah ayu itu telah berlinang. Dadanya mencelos panas.

Tak tau harus berkata apa.  Tak mungkin juga ia bertanya. Rakka tau jelas penyebab perempuannya ini tak seceria dahulu. Dan itu semua karenanya.

"Bersiap-siaplah setelah ini kita cari sarapan sayang. " ucap Rakka memilih mengalihkan suasana. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang