19. Jendela

2.9K 169 23
                                    

"Kamu nggak usah khawatir aku bisa jaga diri kok, "

Rahangnya mengeras seiring dengan emosinya yang membuatnya tak waras. Ia berjalan cepat tak tahan melihat perempuan yang harusnya tertawa-tawa bersamanya itu. Kini nampak asik berbahagia dengan laki-laki lain. Katakan saja dirinya egois. Ya memang seperti itu kenyataanya.

"TUAN! " jerit Melody begitu ponselnya disambar kasar Rakka. Memejamkan mata erat-erat. Tak siap dengan kenyataan yang harus ia hadapai setelah ini.

wajah Melody semakin memucat saat laki-laki biadab itu mengeluarkan suara tingginya.

"DENGAR JANGAN PERNAH MENGGANGGU MILIKKU!"

"Mas," lirih Melody begitu didapati wajah pias Rakka. Ia tak tau setelah ini akan seperti apa hidupnya. Menutup matanya rapat-rapat seiring dengan meluruhnya tubuh itu bersimpuh di atas lantai marmer. Sesak, takut, semuanya berbaur menjadi satu. Menciptakan bulir bening yang perlahan tanpa di minta mulai jatuh bertetesan. Mengotori pipi menganak sungai di sana. Menunduk dalam-dalam. Tangannya terkepal kuat ingin berteriak memaki memarahi sosok tak tau aturan di depannya ini.

Susah payah dirinya membuat alur agar tak nampak. Tapi iblis satu ini ini dengan tak tau dirinya mengacaukan alurnya. Tak tau kah semua alur gelap ini juga demi kelangsungan kisah kasihnya. Jendela kecil yang ia tutup rapat-rapat seakan menjadi percuma. Setelah dengan bodohnya laki-laki itu tanpa sadar membuka pintu utama. Siap saja dirinya akan segera hilang dari Dunia.

Tangisnya semakin deras dadanya semakin mengeras. Menahan semua yang sebenarnya tak bisa ia tahan lagi. Ingin meledak meluapkan semua amarahnya. Namun dirinya sadar betul mau semarah apapun. Tak akan membuat semuanya menjadi lebih baik. Dan sepertinya hanya akan semakin menambah buruk.

Lalu apa dengan melupakan semuanya akan menjadi baik. Tidak! Yang dilupakan akan kembali terkenang di masa yang datang. Lalu bagaimana jika di lewati saja apa bisa? Bisa, bisa kembali berjumpa di persimpangan dengan perihal luka yang masih sama. Ditinggalkan, dia akan menyusul mendahuluimu lalu tertawa terbahak-bahak. Menertawakanmu yang terlalu pengencut.

Satu-satunya cara. Berjalan bersama. Mengurai tali yang kusut. Lalu kembali ke dalam hidup masing-masing tanpa perasaan yang asing. Bertemu di masa yang akan datang atau berpapasan di persimpangan bahkan saat dia berjalan satu langkah di depanmu pun tak akan menjadi masalah. Saat semua rasa telah tiada. Tiada cinta apalagi luka. Semuanya kembali seperti semula. Sebelum rasa mengacaukan segalanya.

Namun kenyataanya tidak semudah itu. Tetap ada perasaan kecewa, hati yang terluka dan jatuhnya air mata.

"Aku mati-matian menahan jendelanya agar tidak terbuka, dan kamu dengan seenaknya membuka pintu utamanya. " lirih Melody di dalam tangisnya. Ia bangkit dari posisi bersimpunya. Muak sudah dengan alur permainan sialan ini. Malas menjadi pemeran utama yang selalu tersia-sia.

"Mel, aku nggak sengaja." balas Rakka memegang kedua bahu lemas perempuan di depannya ini.

Demi Tuhan sungguh dirinya tak menyangka akhirnya akan seperti ini. Seharusnya dirinya lebih bisa menahan diri dan memperitungkan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan bodoh. Rasa-rasanya ia membuka pintu untuk menyetorkan nyawa. Tak apa jika nyawanya sendiri. Tapi kali ini ia bersama nyawa lain yang telah menjadi nyawanya.

"Iya aku paham kamu nggak sengaja. Tapi aku lebih paham kalau aku dengan bodohnya sengaja masuk ke dalam permainan ini. Sebaiknya kita sudahi saja mas, aku nggak mau bikin Alona lebih kecewa. Dia terlalu baik untuk semua luka ini. " tutur Melody setelah itu dirinya berlalu meninggalkan Rakka yang masih terpatung mencerna setiap detail kata yang keluar dari mulutnya.

Brak... Brak.. Brak...

"Meeel.... Buka pintunya! " teriak Rakka sembari menggebrak pintu kamar Melody yang terkunci dari dalam itu.

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang