23. Terlalu Dingin Untukku

1.8K 119 15
                                    

Desahan demi desahan terdengar memenuhi ruangan ini. Malam yang harusnya teramat dingin berubah menjadi malam yang teramat panas. Khususnya bagi sepasang 'kekasih' di atas ranjang ini. Punggung kekar itu nampak mengkilat akibat keringat yang terpapar lampu kamar. Sedang pakaian dan selimut nampak tergeletak berceceran di lantai. Entah bagaimana mulanya hingga keduanya berakhir dalam penyatuan penuh gairah ini.

Melody terpejam begitu laki-laki di atasnya menghujamnya semakin dalam menghentakan kuat-kuat.  Dirinya bahkan sampai terlonjak. Sebelum akhirnya tubuh kekar di atasnya itu terjatuh lemas menimpah tubuh polosnya.

"Selamat  ulang tahun, " bisik Rakka tepat pada telinganya. Bahkan hembusan nafas hangat yang laki-laki itu keluarkan sangat terasa di sana. 

Degh...

Seketika aliran darahnya berhenti bergerak. Tanpa diminta tetes bening itu kembali terjatuh. Bagaimana Rakka bisa tau hari ulang tahunnya?  Dan bagaimana dirinya bahkan sudah lupa jika hari ini bertambah umurnya?  Ya Tuhaaaan....

"Kenapa berdiam hm? " tanya Rakka mengangkat wajahnya dan menangkup wajah di bawah kukungannya itu dengan kedua telapak tangan besarnya.

Wajah itu bersemu merah dengan mata berkaca-kaca bekas aliran yang baru saja ia terjunkan. Menggeleng pelan menandakan ia baik-baik saja. Tanpa diminta senyumnya mengembang. Benar apa kata Rakka ia harus belajar menjadi egois.  Tiada yang lebih penting dari dirinya sendiri.  Yah seperti itu.

"Terima kasih ya cups. " ujar Melody pelan diakhiri dengan satu kecupan ringan ia berikan pada bibir tipis itu.

Sedang Rakka sendiri menegang.  Tak biasanya perempuan ini seperti ini.  Bagai orang bodoh otaknya mendadak susah berfikir.  Semua sarafnya tak berguna.  Hanya syaraf pada jantung saja yang bekerja.  Bekerja membuat detuman keras di sana berkali-kali.

Hangat bekas kecupan masih sangat terasa. Sehangat perasaanya saat ini. Beberapa point telah ia dapatkan dan beberapa pintu telah ia lalui. Semakin dekat pada pintu utama.

"Tidurlah sudah lewat tengah malam." ucapnya mengakhiri obrolan. Tak tau lagi apa yang harus ia katakan. Tangannya terulur menarik selimut yang sebelumnya ia buang ke bagian dekat kaki ranjang. Membawanya ke atas memosisikan untuk menutupi tubuh polosnya bersama dengan perempuan yang kini berada dalam rengkuhannya.

"Bahagia sesimpel ini ck," batinnya menertawakan dirinya sendiri. Kemana saja ia sebelum-sebelumnya. Kenapa baru sadar bahagia itu mudah. Hanya bagaimana kau memaknai bahagiamu. Bukan melulu soal harta tahta bahkan rupa. Cukup bersama orang yang mampu membuat dadamu berdebar tanpa terkendali saja sudah luar biasa. Ucapan syukur dan terima kasih Rakka panjatkan berkali-kali. 

Berkali-kali mengecupi puncak kepala perempuan yang telah tertidur pulas itu.  Tanpa bisa dicegah kedua ujung bibirnya tertari ke atas.  Menciptakan sebuah senyuman yang luar biasa menawan. Andai saja Melody atauh bahkan perempuan lain melihat senyuman ini dapat dipastikan serangan jantung mendadak akan mereka alami. Bayangkan saja sosok. Iblis kejam seperti Rakka dapat tersenyum bagai sosok malaikat.  Sayangnya Melody telah terlelah ke dalam mimpinya. Melewatkan senyuman menawan Rakka. Terlebih lagi pada senyuman itu tertuju untuknya.

"Maaf untuk selama ini,  maaf untuk waktu yang belum tentu, " bisiknya sebelum akhirnya ikut terlelap masuk ke dalam mimpi-mimpi yang semoga indah sesuai harapan.

***

Suara gremicik air yang mengalir dari bebatuan membuat susana semakin tenang semakin hangat meskipun sebenarnya udara sangatlah dingin.  Air terjun mungkin hanya berjarak 50 menter membuat hawa dingin benar terasa.  Bahkan kabut-kabut nampak nyata terpapar menciptakan lukisan maha sempurna.

"Mau mendekat? " tawar lelaki dengan balutan jaket berwarna abu-abu tersebut.

"Tidak, " jawab perempuan di dalam rangkulannya itu.

"Kenapa?  Bukannya kau menyukainya? " tanyanya lagi. Ia tak cukup puas dengan jawaban yang perempuan itu keluarkan.

"Aku memang menyukainya.  Dan melihatnya dari kejauhan sudah cukup bagiku. Lagi pula dia terlalu dingin untukku.  Membuatku enggan menyentuhnya. " balas perempuan itu menatap laki-laki yang merengkulnya ini.  Ia sedikit mengernyit begitu mendapti wajah tampan itu nampak berubah menjadi pias.  Ada yang salahkah dengan ucapannya.

"Mas baik-baik saja kan? " tanyanya begitu laki-laki tampan yang memeluknya ini tak kunjung kembali seperti semula.  Pandangannya nampak kosong pikirannya entah kemana.

"Maaasss, "

"Hah kenapa Mel?" tanya sosok itu gelagapan.  Merasa tertampar dengan apa yang baru saja perempuan itu jelaskan. Ada yang liar biasa sakit.  Ada yang meronta-ronta tak terima. Harusnya kalau memang suka harus berjuang bukan hanya diam memandang hingga perlahan menghilang.  Bukan seperti itu tolonglah.  Kalaupun dingin cobalah bawakan secangkir kopi atau teh hangat.  Buat suasananya menjadi lebih hangat dan nyaman. Bukan malah membiarkan semakin dingin lalu membeku.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu, " balas Melody sedikit merajuk.  Menatap sosok jangkung itu kesal.

"Aku baik-baik saja tenanglah, terima kasih sudah menghawatirkan." ucap sosok jangkung tersebut.  Tangannya tergerak mengusap pipi chubby di hadapannya ini. Tentunya ulahnya itu menghasilkan rona kemerahan di tempat yang sama ia mengusap. Rona alami yang tak pernah ia dapatkan dari siapapun.

"Aku tidak mengawatirkanmu. Aku hanya tidak mau repot-repot jika sesuatu buruk terjadi padamu di sini." Alibi Melody.

Sedang sosok jangkung di dapnnya itu malah terkekeh semakin keras.  Ia sangat tau bahwa gadis di depannya ini hanya mencoba membohongi diri sendiri. Dasar keras kepala.  Apa susahnya berkata jujur haha...

"Kenapa tertawa? " tanya Melody sinis. Ia tidak suka di posisi seperti ini.  Di mana wajahnya benar-benar memanas dengan gemuruh hebat di dalam dadanya.  Bahkan lututnya saja nampak mulai melemas malas menopan berat tubuhnya.

Sosok itu sama sekali tidak oerduli dengan jeritan kekesalan Melody.  Ia malah berlalu meninggalkan perempuan itu.  Berjalan mendekat ke arah aliran air di depan sana dengan tawa yang semakin ia keraskan.  Sengaja menggoda perempuan itu.

"Rakka Calvian Rajendraaaaa berhentilah tertawa! " jeritan kedua berhasil lolos dari bibir ranum Melody.  Kakinya menghentak kesal pada sosok Rakka yang masih nampak asik menertawainya di depan sana. Namus meski dengan begitu ia tetap berjalan menyusuk Rakka yang telas berada di tepian aliran air. 

Udara yang lebih tinggi level kedinginannya menyambutnya. Begitu dirinya kini telah berada tepat di sampjng lelaki jangkung itu.  Dingin semakin terasa menusuk-nusuk hingga ke tulang. Belum lagi angin berhembus yang sesekali membawa partikel air. Membuatnya harus merapatkan jaketnya rapat-rapat. Jika tak ingin mati kedinginan di sini.

"Aku sangat tau dia dingin bahkan sangat dingin. Tapi aku tetap menyukainya.  Di balik dingin yang ia tunjukan.  Dia memiliki lebih dari satu yang aku butuhkan. Dia mampu membuatku tenang,  membuatku nyaman. Satu-satunya tempatku untuk pulang dan demi Tuhan aku sangat takut kehilangan. " ujar Rakka duduk berjongkok memainkan air yang mengalir sebelum akhirnya pada kalimat terakhir ia menatap dalam-dalam mata coklat di sampingnya ini.

Sang pemilik mata tentu saja bingung.  Perasaannya bercampur menjadi satu. Ada rasa bangga,  ada senang ada takut ya takut semuanya hanya akan menjadi mimpi.  Entah mengapa dirinya merasa kalimat yang Rakka katakan itu seperti tertuju untuknya. Tapi apa benar seperti itu? Apa benar Rakka takut kehilangan dirinya?  Apa. Benar semua yang laki-laki katakan? Apa hanya bualan manis yang berujung tangis saja?

###

Bersambuuungggg.....

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang