31. Susu Strobery

439 11 0
                                        

Tak membalas apapun Bima hanya mengangguk kecil lalu segera berkemas dan lekas menuju perempuan dengan rambut kecoklatan itu. Selama perjalanan menuju mobil pun keduanya hanya diam. Bima yang sibuk dengan ponselnya sedang perempuan itu sibuk dengan senandung kecil  yang ia ciptakan sendiri. Hingga Bima hampir saja melempar ponselnya ketika perempuan itu kembali bersuara.

"Besok ada janji pemeriksaan untuk Nona Alona Etmaja, jangan lupa ya! "

Seketika tanpa menunggu satu atau dua detik langkah Bima langsung terhenti.  Nafasnya memburu tiba-tiba. Aliran darahnya terasa mulai tidak seperti semestinya.  Mengakibatkan getaran kecil pada kedua tangannya yang terkepal kuat.

"Bim... Bim baik-baik saja kan? "

Merasa aneh dan tak biasa perempuan dengan balutan hoodie  coklat itu mengajukan tanya disertai dengan sentuhan kecil pada bahu lelaki di sampingnya ini.  Ia percaya Bima tak sedang baik-baik saja.  Lelaki dengan wajah yang selalu hangat kecuali jika berhadapan dengannya itu sebelumnya tak pernah muncul dengan wajah dingin dan kaku seperti ini. Ia yakin dokter yang lumayan sediki cukup menawan ini sedang tidak baik-baik saja.

"Bisa dibatalkan saja? " pertanyaan yang lagi-lagi membuat mengerutkan dahi tak mengerti. Tak biasanya pula Bima tidak professional  seperti ini. Ada apa dengan lelaki ini?

"Loh kenapa?" tanya Dira penasaran.  Bagaimana mungkin Bima sampai meminta membatalkan janji pemeriksaan. Itu kewajibannya bukan? Lagi pula pasiennya nanti adalah anak dari keluarga konglomerat ternama.  Bisa-bisanya Bima menolak.  Cish sepertinya memang ada sesuatu yang dokter itu sembunyikan.

"Berhentilah bertanya Dira! "

Satu kalimat dengan nada yang meninggi membuat jantung Dira atau perempuan dengan balutan hodie coklat itu berpacu kencang.  Untuk kali pertama ia mendapat bentakan dari lelaki yang ia kenal berwibawa itu. Sekesal-kesalnya,  sebenci-bencinya bahkan saat marah yang teramat sangat pun Bima tak pernah mengeluarkan nada tinggi untuknya. Lalu sekarang semuanya nampak nyata di depan matanya. Tamat tiwayatnya,  nampaknya dirinya salah berbicara.

"Maaf, " lirihnya menunduk.

"Lebih cepat jalannya atau kutinggal! " tak membalas Bima lebih memilih mengalihkan pembicaraan. Hari-hari terakhir ini memang cukup begitu melelahkan untuk fisik dan mentalnya. Lalu untuk hari besok dan seterusnya ia tak tau nasibnya akan seperti apa. 

***

Jam  sudah menunjukan waktu untuk memejamkan mata.  Namun tidak dengan lelaki dengan pakaian yang sudah tak tertata rapi ini.  Kemeja sepulang kerja belum sempat ia ganti. Hanya menanggalkan beberapa kancing saja membiarkan udara sejuk dari ac menghilangkan keringatnya. Matanya memerah menatap layar laptop di depannya. Jika ditanya apa dirinya mengantuk.  Maka tak usah diragukan lagi jawabannya pasti sangat.

Hingga ssbua suara langka kaki mencuri pendengarannya.

"Belum tidur? " tanyanya begitu sosok ayu itu memenuhi pengelihatnya.

"Ck, harusnya aku yang bertanya seperti itu." balas sosok itu setelah jaraknya semakin menipis. Pandangan tak suka jelas terpancar untuk Rakka. Ia tak suka bila Rakka mengabaikan kesehatannya seperti ini. Jam sudah menunjukan angka satu dan lelaki itu masih kepala batu.

"Sebentar lagi selesai, kembalilah tidur Mel." Rakka mebalas lembut mengusap bahu yang berlapis piyama itu. Dadanya menghangat begitu saja.  Rasa lelahnya juga perlahan memudar satu per satu. Semenyenangkan inikah jika dirinya benar-benar memperistri seorang Melody. Ya Tuhaaaan bagaimana ini..... Dirinya benar-benar telah gila dan KALAH. Bisa jadi sekarang dirinya begitu bahagia di atas bahagia tapi ia tidak tau kedepannya akan bagaimana mungkin dirinya akan menangis tersungkur-sungkur akibat kekalahannya.

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang