25. Perlahan Semua akan Menghilang

1.7K 112 13
                                    


"Sekali lagi percayalah Tuhan sudah mengatur takdir indah untukmu Mel. Meski sekalipun harus jatuh tenggelam terlebih dahulu." bisik Rakka begitu sampai di dalam rumah kayu tersebut. Seketika rangkulannya hanya menjadi ruang kosong begitu sang pemilik melarikan diri begitu saja. Ia memejamkan mata erat-erat tak kasa melihat dan mendengar semuanya.

"Ibu!"

###

Aroma air langit yang menimpa tanah di Bumi ini harusnya begitu membuat tenang.  Namun tidak di tempat ini.  Tanah merah yang basa terguyur hujan beberapa menit lalu itu nampaknya membuat semakin kacau berantakan tak berdaya.

Melody memandang tak mengerti gundukan tanah merah bertabur bunga itu.  Guratan lelah,  berbaur dengan tanda tanya nampak jelas terukir di wajahnya. Lebih lagi mata sayu itu nampak benar menunjukan ketakberdayaannya. Tanpa suara ia berbalik perlahan meninggalkan semuanya dengan harapan ia benar-benar bisa mengiklaskan yang telah terlewati dan menjadikan semuanya hanya batas kenangan yang tak akan terbuang.

Lelaki berkemeja hitam itu ah panggil saja dia Rakka. Ya Rakka,  melihat Melody berbalik dan perlahan berjalan menjauh.  Ia lekas menyusul masih dengan payung hitam yang sedari tadi dipegangnya. Tak terlalu dekat masih dengan jarak yang memang sengaja ia ciptakan sendiri ia  payungi kepala dengan beban fikiran berat itu. Tak banyak bicara ia tau bahkan sangat tau.  Yang dibutuhkan perempuan di depannya ini bukanlah cuitan omong kosong menenangkan. Ia tau karena ia pernah mengalami.  Memang tidak pergi untuk selamanya tapi ia rasa sakitnya juga sama. Sama-sama ditinggal sosok penting untuk hidupnya. Dan ia benci ketika orang banyak bicara menyuruhnya mengiklaskan dan melupakan. Ia begitu benci ia tidak butuh omong kosong yang tak membuahkan apapun itu. Ia lebih suka sebuah pelukan. Ya pelukan, pelukan lebih membuatnya tenang.  Tanpa perlu memaksa melupakan atau mengiklaskan. Tetapi membiarkan semua berjalan begitu saja  hingga semuanya benar-benar tertinggal hanya di dalam kenangan saja. Iklas itu bohong. Hanya saja terbiasa tanpa hadirnya membuat tak lagi terluka. Membuat rasanya mati begitu saja. Jika ditanya apa ia masih ingat semuanya sampai detik ini. Jawabannya iya.  Dirinya masih ingat jelas setiap moment yang pernah dirinya lewati. Tapi jika ditanya apa ia menyimpan dendam.  Maka jawabannya tidak.  Ia tidak menyimpan dendam.  Bahkan dirinya sudah memaafkan namun tidak untuk melupakan. Semuanya masih teringat tereiam jelas.

Greebb...

Langkah gontai Melody terhenti tubuhnya melemas saat sepasang lengan kekar menariknya ke dalam rengkuhan dada bidang. Air matanya yang semula telah mengering kini mengingkari lagi. Ia tak bisa pura-pura baik-baik saja. Ia sedang kacau berantakan dan tak berdaya.

"Menanggislah sampai kau puas, " hanya itu yang bisa katakan pada Melody.  Dekpannya yang semakin erat saat ia rasa tubuh di dalam rengkuhannya ini bergetar hebat.  Ia memang tidak bisa merasakakan sakit yang dirasakan pemilik tubuh ini. Tapi ia tau bahkan sangat yakin sakitnya pasti luar biasa bahkan mungkin berkali lipat dari apa yang ia bayangkan.

"Mas ayo balik ke Jakarta. " ucap suara parau Melody di antara isakannya.

Sedikit kaget namun tak banyak protes Rakka menyanggupi.  Secepat ini Melody meminta kembali ke Jakarta.  Tapi ya sudah mungkin memang ini cara perempuan itu melewati hari-hari buruknya.

"Baiklah. "

Setelah keduanya ah tidak lebih tepatnya Rakka yang mewakili berpamitan pada kerabat-kerabat.  Keduanya lekas kembali ke Ibu Kota.

Melangkah gontai menuju mobil mewah di depan sana.  Isak tangis berbaur dengan sesenggukan masih mengiringi langkahnya pergi. Temasuk senyum sinis di ujung sana.

"Hidup selalu seperti itu.  Ada yang terjatuh pasti ada yang tertawa.  Tapi ingat roda kehidupan terus berputar." ucap Rakka sebelum ia menyalakan mesin mobil.

Taste Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang