VIII

2.4K 340 10
                                    

"Menurutmu kita akan bertahan berapa lama?"

Rekan yang diajak berbicara tampak berpikir sejenak. Raut keduanya tak kalah serius dengan beberapa rekannya yang lain. Mereka semua dalam kemelut yang tidak semestinya terjadi. Bagaimana tidak? Sejarah 300 tahun mereka mungkin akan berakhir. Kejayaan dan kekuasaan yang selama ini mereka agung-agungkan mungkin akan segera lenyap dari genggaman.

"Beberapa tahun. Mungkin dua sampai tiga paling lama. "

Mendengar itu, yang tadi melontar pertanyaan tampak menyesal telah bertanya. Itu artinya segalanya akan berakhir dalam waktu dekat. Kehancuran mereka bukanlah sebuah kabar burung belaka.

***

Laras menghitung burung kenari yang hinggap di pohon mangga milik Mbok Darmi. Totalnya ada 16 ekor. Cuit mereka membuat riuh yang Laras sukai. Membuat pikirannya tak lagi bergumul pada muara yang sama sejak semalam.

"Nduk? Kamu disini saja ya, simbok mau ke pasar menjual kayu bakar."

Laras menoleh. Mendapati Mbok Darmi yang masih kokoh menggendong beberapa ikat kayu bakar di punggungnya. Laras diam-diam mengagumi hal itu.  Lalu tiba-tiba satu ide terlintas di benaknya.

"Laras boleh ikut tidak mbok?" Tanyanya antusias yang dibalas dengan tatapan heran dari Mbok Darmi. Beberapa hari ini Laras tinggal di rumahnya, tak sekalipun ia lihat antusiasme gadis itu terhadap dunia luar.

"Kalau kamu mau, tentu saja boleh."

Laras tersenyum senang. Sebenarnya, ia masih takut untuk menunjukkan dirinya ke dunia luar. Ia takut Henrick akan menemukannya dan membawanya untuk dijadikan pelacur. Ia takut seseorang mengenalinya dan membawanya pada Henrick. Sial, mungkin saja ia trauma dengan lelaki bajingan itu. Tapi setidaknya, ada kemungkinan ia juga bertemu dengan Nico bukan? Laras janji ia akan berhati-hati.

***

Suasananya ramai seperti biasa. Namanya juga pasar. Laras mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan merasa tidak mengenali semua orang disana. Ia menghela nafas lega dan kembali mengikuti Mbok Darmi yang masih tegap berjalan. Di punggungnya kini juga terpikul kayu bakar yang mungkin sama beratnya dengan kayu bakar yang dipikul Mbok Darmi. Itu berat dan Laras hampir kepayahan. Namun melihat Mbok Darmi yang masih tidak mengeluh, dia diam saja. Mana bisa ia mengeluh dengan tubuh segar bugar sementara di depannya ada nenek renta yang juga memikul beban yang sama?

Akhirnya beban itu hilang. Mbok Darmi sudah menukarnya dengan uang sehingga mereka bisa pulang. Namun ada satu masalah.

"Kenapa hanya segini? Biasanya aku dapat lebih banyak."

"Harga kayu bakar sekarang sedang turun nek. Coba saja tanya penjual yang lain."

"Tapi kenapa sampai hanya seratus perak setiap ikatnya? Ini berlebihan, biasanya aku dapat satu gulden."

"Heh nenek renta! Sekarang sedang musim panas, kau buta hah? Tidak ada yang butuh perapian tambahan kecuali orang itu mau mati kepanasan!"

"Jaga bicara anda Tuan. Jangan membentak orang tua!" Laras menengahi. Dia benar-benar geram pada orang bernada tinggi dan berkata melecehkan itu.

"Wanita muda, sebaiknya kau bawa nenek renta itu pergi sebelum aku kehabisan kesabaran."

"Kau bercanda? Apa kau tidak pernah diajari sopan santun? Kaulah yang harus berhenti mencela sebelum Tuhan menghukum anda dengan karma!"

"Kau! Berani-beraninya menyumpahiku!" Penjual kayu bakar itu maju menerjang Laras dengan tendangan, membuat gadis itu tersungkur ke tanah. Kepalanya tak sengaja membentur gerobak. Orang-orang menyibak, kerumunan terbentuk. Mengurung Laras yang kini jadi pusat perhatian. Selendang yang menutupi wajahnya tersingkap. Lalu orang-orang mulai histeris.

"Ra-raden Ayu Kesumajati!" Seseorang menunjuk wajahnya sambil berseru. Pusing mendera, Laras hampir tidak mengerti orang-orang sedang membicarakan apa tentang dirinya. Darah merembes menetes menuruni dahinya yang mulus. Lalu hening, Laras tidak lagi mendengar gumaman terkejut orang-orang di sana. Kegelapan telah merenggut semuanya.

***




Laras teringat satu hal. Bagaimana asal mula ia bisa begitu tergila-gila pada sejarah dan benda-benda yang berhubungan dengan mereka. Itu karena dulu, Laras pernah tinggal bersama kakek dan neneknya di desa. Desa yang jauh dari keramaian kota. Tempat dimana kau bisa menemukan sungai-sungai jernih yang mengalir tenang di kaki gunung. Lengkap dengan landskap sawah yang membentang mengelilingi rumah-rumah penduduk yang dibangun dengan kayu.

Kakeknya begitu mencintai masa lalunya. Sama seperti cintanya pada istrinya. Kisah mereka sangat menginspirasi Laras.  Dulu, kakeknya adalah salah satu kacung Belanda. Yang diperbudak Belanda, dan dibenci oleh pribumi. Hidup kakeknya susah, benar-benar miris saat kau berjuang demi satu perak untuk memenuhi perutmu di saat malam-malam penuh sepi, tapi kau tidak memiliki tempat pulang. Penduduk desa tidak ada yang menerimanya karena kakeknya adalah kacung Belanda. Pengkhianat bangsa sendiri katanya. Yang mau-maunya diperbudak oleh mereka, menjadi bagian dari mereka. Kakek tertawa miris saat menceritakannya pada Laras. Katanya, bukannya sama saja aku dengan mereka? Mereka pun juga diperbudak oleh londo, hanya saja mereka lebih naif dan bersikap seolah-olah mereka adalah masyarakat yang merdeka.

"Ayah dan Ibunda kakek dimana?" Tanya Laras kecil saat itu.

"Mereka sudah lama tiada saat kakek seusiamu, Laras. Bersyukurlah kamu memiliki orang tua yang masih lengkap. Yang masih bisa mencukupi kamu. Kalau tidak, kamu bakalan jadi seperti kakek yang mengkhianati bangsa sendiri." Kakeknya tertawa.

"Kakek tidak jahat! Kakek 'kan, melakukannya karena terpaksa. Kakek butuh uang, jadi kakek bekerja dengan mereka."

Kakeknya tergelak, "andai saja mereka punya pemikiran sepertimu, cucuku. Kakek akan sangat bahagia."

Laras ikut tertawa, senang karena dipuji begitu oleh kakeknya.

"Uh, lalu bagaimana kakek bertemu dengan nenek?"

"Ah... Kamu bener mau dengar? Bakal panjang loh."

"Iya kek! Aduh, buruan, mumpung nenek masih ada di dapur."

Dari dapur, seorang wanita menyaut, "memang kenapa kalau ada nenek, Laras?"

Laras terkikik geli, "nggak apa-apa nek! Sini kalau mau gabung!"

Tidak ada sahutan lagi. Berarti aman. Neneknya tidak akan menghalangi sesi bercerita antara kakek dan cucunya itu.

"Buyutmu—orang tua nenekmu, adalah orang berderajat tinggi, Laras."

***

Annyeong :)

Maaf ya gabisa rutin update. Lagi sibuk di dunia nyata. Ada beberapa event dalam waktu dekat. Readers TTBJ, mohon doanya yaa. Semoga dilancarkan. aamiin.

Ugh, bulan Maret banyak penentuan yaa. Jadi capek sendiri. Tapi gapapa, semangat buat orang-orang yang juga sedang berjuang di luar sana.

Kamu pasti bisa!

Jangan lupa berdoa yaa sayang.

Tertanda,

Lily

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang