III

3.7K 482 17
                                    

"Makan dulu, non. Tuan Nico tidak akan senang kalau Nona menolak makan." bujuk seorang pembantu—entahlah apa itu namanya—disana kepada Laras yang sedari kemarin menolak makan.

"Buat apa juga dia menyuruhku makan? Toh, nanti juga aku akan dibunuhnya."

"Tuan Nicolaas bukan londo seperti itu, non. Percayalah pada mbok." mata Mbok Sumi menatap Laras lembut. Membuat Laras tiba-tiba teringat Ibundanya yang sudah meninggal.

"Baiklah, aku akan makan Mbok."

Laras menyelesaikan makannya dengan baik. Ia sangat kelaparan, namun Laras malu untuk mengakui.

"Aku tidak akan dijadikan gundik kan, mbok?" Laras menatap Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia pernah mendengar bahwa tentara Belanda suka memelihara gundik. Inlander yang memuaskan nafsu tentara Belanda.

"Tuan Nico londo baik, non. Dia tidak akan memaksa kamu, Laras."

"Tapi kalau non mau, ya mungkin saja."

Wajah Laras memerah. Dia teringat dengan wajah eropa Nico yang di atas rata-rata alias tampan.

"I-itu tidak akan terjadi mbok!" Pekik Laras.

Sebelum Mbok Sumi menghilang di pintu, ia menambahkan, "Tuan Nico juga belum pernah mempunyai nyai, non."

"Mbok!"

****

Laras termenung bosan di jendela rumah Nico. Ia menatap Mbok Sumi yang sedang menyapu pekarangan rumah.

"Tuan Nico tidak lama lagi akan pulang non."

Benar, tidak lama kemudian, kereta kuda masuk ke halaman rumah disusul Nicolaas yang melompat dari dalam. Mata pria itu langsung tertuju pada Laras yang mengamatinya dari jendela. Keduanya sejenak bertatapan. Lalu Laras mengalihkan wajahnya.

Apa-apaan? Kenapa wajahku memanas?

Nicolaas mengulum senyum. Pria itu masuk ke dalam rumah untuk mandi dan berganti baju. Ia berniat mengunjungi kamar milik Laras.

"Goedenavond, Laras."

Laras mengernyit tidak paham, yang membuat Nico terheran-heran. Bukankah inlander diwajibkan bisa bahasa Belanda? Kenapa gadis di depannya ini tidak memahami ucapannya?

Sebenarnya darimana kau berasal, Laras?

"Aku bilang selamat sore."

Barulah Laras berhenti memasang raut wajah kebingungan.

"Selamat sore juga, Nicolaas."

Laras duduk dengan kikuk saat menyadari Nico memandangnya dengan pandangan intens.

"Kenapa kau melihatku begitu?" tanya Laras ketus, berusaha keras menyembunyikan kegugupannya.

"Aku baru sadar,"

"A-apa?" Laras semakin gugup saat Nico mendekat dan duduk di sampingnya.

"Kau cantik, Laras. Rambut hitammu menunjukkan bahwa kau inlander, tapi kulitmu kenapa bisa putih bersih seperti ini?"

Tidak tahukah Nico bahwa Laras menghabiskan waktu berjam-jam di akhir pekan untuk salon?

Nico mengambil rambut Laras yang menutupi wajah cantik itu, menggulungnya ke belakang sehingga menampakkan leher jenjang milik Laras. Nico mendaratkan kecupan disana, membuat Laras menegang dan bulu roma gadis itu berdiri.

"J-jangan macam-macam!" gertak Laras.

"Kau sangat lucu." Nico tertawa lalu mengusap pucuk kepala Laras. Membuat gadis itu bernafas lega saat Nico bangkit dan kembali bersandar di pintu.

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang