XII

1.7K 217 1
                                    

Laras tidak tahu kalau kehidupan keraton semembosankan ini. Ia sama sekali tidak diperbolehkan keluar dari keraton jika tidak ada jadwal resmi dari keraton. Hal yang disukainya hanyalah membaca koleksi buku di perpustakaan dan melihat-lihat lukisan di galeri keraton.

Selain itu? Entahlah, memang apa yang menarik dari saling menyapa saat minum teh dan nyirih? Bukannya Laras tidak menghormati budaya nyirih, tapi Laras pikir budaya itu tidak cocok untuk remaja seperti dirinya.

Seharian Laras hanya berdiam di kamar. Karena tabu bagi seorang wanita jawa berkeliaran kesana kemari alias ider. Laras sedikit tidak menyukai budaya itu. Tapi Laras mafhum, di masa ini, belum ada emansipasi wanita. Wanita masihlah berderajat lebih rendah dari laki-laki. Namun, Laras heran sekaligus bangga karena neneknya bisa menjadi seorang ratu di keraton ini. Itu artinya, derajat wanita di keraton ini sedikit terangkat. Nyai Sarajati mungkin keras, tapi dia tegas dan bisa dijadikan panutan. Wah, pantas saja neneknya di masa depan bisa se-mandiri itu. Darah yang mengalir di darahnya bukan darah sembarangan. Pantas saja kakeknya jatuh cinta sebegitu dalamnya pada neneknya.

Tapi sumpah, Laras tidak betah! Mungkin Laras bisa menyusup keluar dan mencari udara segar. Maka, ia segera membongkar lemari pakaiannya, mencari-cari baju yang sekiranya bisa ia jadikan kamuflase untuk kabur. Jangan khawatir, Laras tidak akan benar-benar kabur, ia akan kembali kok. Laras cuma butuh udara segar.

Sebuah baju sutra hitam tanpa renda dan celana hitam panjang. Wah, kenapa ada baju-baju seperti itu di lemari seorang tuan putri? Laras curiga kalau pendahulunya juga suka kabur diam-diam. Laras terkikik, baguslah kalau begitu, artinya dia tidak perlu khawatir karena mungkin penghuni keraton akan menganggap tindakannya wajar.

Ia mengambil sebuah selendang lalu melilitkannya di kepala setelah baju dan celananya terpasang elok di tubuh jelitanya. Setelah memeriksa keadaan dan dirasa aman, ia mengendap-endap sambil sesekali menghindar dari beberapa pelayan yang berjalan kesana kemari.

"Kasian Ndoro Putri. Dia sepertinya di larang melakukan terlalu banyak aktivitas di luar keraton."

Samar, Laras mendengar suara celotehan para dayang di sebuah ruangan.  Dengan gesit, gadis itu bersembunyi diantara tirai yang bersisian, tebal dan panjang, sanggup menyembunyikannya di sebalik bayang-bayang.

Awalnya Laras tidak tertarik mendengarkannya dan ingin langsung melesat keluar keraton.

"Menurut saya wajar bagi Ndoro Nyai Sarajati melakukan hal itu."

Laras sontak membatu. Apa maksud dayang-dayang itu? Apa mengurung seseorang di rumah merupakan kebenaran? Huft, Laras tidak mengerti.

"Ah, apa yang kamu maksud tentang Raden Kresna yang minggat?"

Apa? Siapa Raden Kresna? Apa mereka sedang membahas kakaknya yang hilang bersamaan dengan dirinya beberapa waktu lalu? Tapi mengapa mereka menggunakan kata 'minggat'?

Laras memutuskan menetap di sebalik tirai dan mendengarkan apa yang akan dikatakan dayang-dayang itu lebih lanjut. Informasi mereka mungkin penting. Laras akan rugi jika melewatkannya.

"Hush! Bahasamu kasar sekali.  Kalau ada yang mendengar, kita bisa di penggal Nyai tau?!"

"Tapi memang benar dia minggat!"

"Jangan menjelek-jelekkan Raden Bagus! Dia itu tampan dan sangat berwibawa tau!"

Ah, sungguh! Ini menghabiskan waktu Laras. Mereka malah melanjutkannya dengan berdebat tak penting tentang seberapa tampan kakaknya itu dan membandingkannya dengan Raden dari Keraton lain. Laras hampir saja menguap bosan dan meninggalkan tempat persembunyiannya sebelum salah seorang pelayan mulai menyinggung masalah serius.

"Buat apa membanggakan seseorang yang lebih memilih anak gundik daripada tahta?"

"Astaga Sarni! Mulutmu bisa di sobek Nyai jika ia mendengarmu berbicara tentang itu!"

Apa?

Tunggu, sebenarnya apa yang Laras lewatkan di keraton ini? Kakaknya cuma menghilang saat perburuan kan? Lalu apa maksud dari percakapan para dayang itu?

"Tapi itu benar! Sudah jadi rahasia umum di keraton. Kau tau sendiri Nyai bahkan tidak sedikitpun berekspresi saat Kepala perburuan mengatakan bahwa Raden Mas Kresna menghilang! Itu karena dia sudah tahu bahwa Raden Mas tidak menghilang begitu saja!"

"Jadi maksudmu Nyai membiarkan Raden Mas menghilang agar dia bersama dengan kekasihnya yang putri gundik itu?"

"Ya bukan begitu. Tapi dengar-dengar, Raden Mas mengancam akan membunuh adiknya jika Nyai tidak merestui hubungan mereka."

"Maksudmu membunuh Raden Ayu Larasati?"

"Ssttt! Gendeng! Jangan teriak!"

"Tenang saja, ini sudah tengah malam."

"Tetap saja!"

"Apa menghilangnya Raden Ayu dan Raden Mas secara bersamaan berhubungan dengan itu?"

"Jarene sih begitu."

Sudah cukup. Kepala Laras tiba-tiba pusing dan kakinya lemas. Sebenarnya apa yang terjadi di Keraton ini? Bukannya kangmasnya menghilang karena mungkin di caplok harimau atau di gigit ular? Itu yang ia tahu dari Mbok Darmi atas ceritanya kemarin lusa. Hanya sebatas itu yang ia tahu. Bukan cerita yang sedang dikicaukan oleh dayang-dayang itu!

Tapi mbok Darmi orang luar. Dan mereka adalah dayang-dayang yang sudah mengurus keraton sejak kecil. Sebenarnya mana yang berkata benar?

Mereka memang sedang bergunjing, tapi kenapa rasanya perkataan mereka masuk akal?

"Wah, putri yang tidak bisa diam sedang melancarkan aksinya ternyata."

Deg.

Sial, seseorang memergokinya sedang berdiri di bayang-bayang. Dia berbisik. Dan Laras menyadari bahwa orang itu ada di belakangnya. Entah sejak kapan, Laras tidak tahu, Laras bahkan tidak mendengar suara nafasnya!

Alarm di kepala Laras berbunyi. Semua syarafnya menegang dan memerintahkannya untuk segera lari dari sana. Pria itu—dari suaranya, mengetahui identitasnya. Laras besok pasti akan mati dipenggal Nyai Sarajati.

Meski sudah ketahuan, Laras tidak ingin tertangkap. Jadi ia segera melesat, berniat melanjutkan aksinya kabur dari Keraton. Setidaknya ia bisa menyusun alasan terlebih dahulu agar Nyai Sarajati tidak murka.

Namun sebuah tangan kekar mencekal lengannya hingga ia terbanting ke belakang. Sial, lelaki itu kuat sekali.

Laras beringsut mundur saat lelaki itu mengikis jarak, tapi percuma, kedua bahunya sudah di cengkram erat oleh kedua tangan berotot itu. Pria itu berjongkok membelakangi cahaya sehingga hanya siluetnya yang terlihat. Laras hanya bisa melihat dua mata tajam bercahaya itu yang kini menatap tajam pada dirinya.

"Siapa anda?" Laras sebenarnya ngeri, tapi Laras harus tahu siapa lawannya kali ini.

"Ternyata rumornya benar. Kamu lupa ingatan?"

"Siapa anda?!"

Pria dihadapannya tergelak.

"Ini aku Kresna, kangmasmu."

Mata Laras langsung melotot.

————————

tbc.

hai gais, lama nian ye tak jumpa.maapin author yg tida bertanggung jawab ini T___T

nanti double update insya Allah,
hadiah akhir taun buat kalian yang masih setia nunggu,

terimakasih semuanya!!

salam hangat,

elll

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang