XXII

1.2K 97 6
                                    

Hei, prasangka adalah hal kejam.
Membunuh dari yang diam-diam
Namun ada kalanya, kau harus tau alasannya.

----------

Henrick baru saja akan menarik kekang kudanya, namun suara tapak kaki kuda asing terdengar memasuki halaman kediaman sahabatnya, Nicolaas. Cepat-cepat ia turun lalu bersembunyi di balik kereta kuda.

Mungkin mereka adalah tentara Jepang yang akan menahan Nico walaupun sekarang lelaki itu tidak berada disana. Namun suara lembut perempuan yang fasih berbicara Indonesia menyapa pendengarannya. Ah, seperti tidak asing. Seperti suara tinggi yang pernah memarahinya—

"Laras?"

Sang gadis yang baru saja turun dari kuda menoleh, mendapati sahabat kekasihnya menaiki kuda dengan sikap waspada yang berlebihan.

"Nico? Kenapa kalian bisa datang bersama?"

"Bisa saja. Kenapa tidak? Kau juga kenapa masih disini dan belum berangkat?" Nico heran kenapa sahabatnya itu masih disini padahal keberangkatan kloter kedua telah lepas jangkar beberapa waktu lalu.

"Aku ikut kloter ketiga."

"Jangan bilang kau menunggu Nico?" Cerca Laras.

"H-hah? Buat apa?! Tidak tuh."

"Ck, dasar tsundere."

"Kau bicara bahasa apa? Aku tidak mengerti."

"Itu artinya kau baik."

"Oh. Benarkah? Aku memang baik sih."

Laras memutar bola matanya.

"Aku akan mengemas barang-barang ku. Kau tunggulah disini. Henrick kau jagalah dia dan ajak dia sembunyi kalau ada pergerakan mencurigakan."

"Ya. Dasar tukang perintah."

Nico hanya memberinya tatapan tajam sekilas yang dibalas oleh dua tangan terangkat dari Henrick.

Setelah Nico tidak terlihat barulah Henrick berani bertanya.

"Aku melihatmu menikah kemarin. Kenapa kau bisa bersama Nico sekarang?"

"Kau tahu, selalu ada kekuatan cinta di setiap cinta yang tulus."

"Ugh. Itu menjijikkan. Berhenti omong-kosong. Jangan bilang dia menyusup ke keraton dan menculikmu?"

"Ya. Bersama kakakku."

"Astaga. Dia itu benar-benar. Apa dia tidak tahu betapa berbahayanya tindakannya itu? Kalau tertangkap bagaimana?"

"Kau ini sahabatnya apa ibunya? Cerewet sekali."

"Apa??"

"Bukan apa-apa."

Henrick sudah bersiap beradu mulut ketika Nico keluar dengan satu buntalan kain yang tidak terlalu besar.

"Kita tunggu matahari terbenam lalu berangkat."

Senja telah menyapa cakrawala. Matahari sebentar lagi akan menghilang. Cahayanya sebentar lagi akan meluruh tenggelam dalam ilusi samudra.

oOo

"Mereka akan berangkat pukul 7 malam nanti dari pelabuhan kecil di barat Batavia."

"Informasi diterima."

"Ingat janjimu."

Sosok itu tersenyum aneh, "tentu saja."

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang