Memoar II

2K 311 8
                                    

"Mereka menentang keras hubungan kami. Kakekmu ini di tolak mentah-mentah oleh ayah dan ibu dari nenekmu."

()()()

"Buyutmu itu keturunan ningrat, Laras. Dari kecil sudah di didik aturan keraton. Wataknya tangguh dan keras seperti sudah ditakdirkan menjadi Ratu."

Laras menganga, "Apakah eyang buyut cantik kek?"

"Cantik sekali. Kakek hanya dapat melihatnya sekali. Itupun saat lamaran kakek di tolaknya mentah-mentah. Mungkin karena gen keraton yang mengalir kental di darahnya." Kakek Laras mencoba mengingat. Seperti apa rupa mertuanya itu. Lalu sebuah kelibat memori membuatnya tertegun. Ia lalu memandang wajah cucu satu-satunya, yang tak lain adalah Laras yang masih terlihat antusias dengan ceritanya. Sebuah kebetulan yang aneh kontur wajah cucunya memiliki kesamaan dengan mertuanya itu. Ah, mungkin si kakek renta itu salah ingat.

"Lalu? Kenapa kakek keras kepala sekali meminang nenek?"

Kakek tersenyum, "Itu karena... Hanya nenekmu-lah satu-satunya orang yang mengerti dan tidak pernah melempar tatapan benci atau jijik pada kakek, Laras."

"Bahkan keluarga kakek sendiripun membenci kakek. Padahal kakek mencari uang juga untuk mereka. Tapi mungkin kakek juga bodoh karena mencari uang dengan cara seperti itu, Laras."

"Kakek nggak salah. Kakek kan terpaksa," ucap Laras kecil dengan berapi-api.

Kakek mengelus kepala kecil milik cucunya, "terimakasih Laras. Kamu memang memiliki hati yang baik."

"Saat eyang buyutmu menentang hubungan kami, nenekmu sakit keras Laras. Tak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Coba saja tanya nenekmu kapan-kapan. Tapi eyang buyutmu keras kepala. Mereka menentang keras hubungan kami. Kakekmu ini di tolak mentah-mentah oleh ayah dan ibu dari nenekmu."

Laras terdiam takjub. Menanti kata demi kata lagi yang akan diceritakan oleh kakeknya.

"Kakek juga frustasi setengah mati. Kakek memutuskan berhenti bekerja dari pekerjaan kakek. Saat itu benar-benar masa paling berat dalam hidup kakek. Kakek ditolak, direndahkan, pengangguran dan dijauhkan dari orang yang kakek cintai, Laras."

Setitik air mata jatuh dari sudut mata orang tua itu. Mengenang kembali masa-masa paling berat di hidupnya sangatlah menyakitkan. Tapi ia juga bangga pada dirinya sendiri karena berhasil melewati semua itu dengan tabah.

"Ih kakek cengeng banget sih. Sekarang nenek kan udah ada disini. Ada Laras juga."

Kakek tergelak, "Iya iya... Cucunya kakek yang paling cantik memang pandai menghibur."

"Saat itu kakek benar-benar putus asa. Kakek akhirnya nekat mengirim surat diam-diam pada nenekmu. Kakek dengan berani mengajaknya meninggalkan keraton. Meninggalkan darah keraton yang sudah di embannya selama 17 tahun nenekmu hidup."

"Betapa bahagianya kakekmu ini Laras. Saat nenekmu menyambut dengan suka hati ide kakek yang begitu nekat dan mungkin berbahaya."

"Kami kabur. Menjauh dari kota dan keraton dengan segala aturannya itu. Kakek juga meninggalkan keluarga kakek. Nenekmu bahkan menangis selama seminggu penuh karena tak tega hati meninggalkan buyutmu sendirian di keraton. Hidup kami mungkin dulu tak mudah. Kakek mencari kerja serabutan membantu para pemilik sawah menggarap padi. Membersihkan kandang ternak. Kami hidup serba kekurangan, Laras. Kakek sempat menyesal karena menyeret nenekmu yang pernah hidup enak di keraton ke kehidupan budak pada jaman itu."

"Namun nenekmu berhati tabah. Dia tidak sekalipun menyesal memilih hidup bersama kakek, Laras. Dia bahagia dan begitupun juga kakek. Kami berdua bekerja keras sampai akhirnya kakek bisa membeli ladang."

"Hidup di jaman itu berat sekali ya kek. Nggak kebayang kalau Laras yang ada di posisi nenek. Laras pasti akan merengek minta pulang ke keraton."

"Untunglah kamu lahir di jaman modern ya, Laras."

"Laras! Kakek! Sudah malam, ayo lekas masuk, nanti bisa masuk angin jika terlalu lama di luar."

Kakek dan Laras tertawa serempak. Pas sekali nenek memanggil saat cerita mereka selesai.

***

double update?
maybe.

tunggu aja besok hehehhe.

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang