"Ayolah, apa yang kau khawatirkan tentangnya?"
"Dia tidak sopan Nico! Kau melihatnya sendiri!"
"Ya, memang. Karena itulah dia unik."
Dahi Henrick mengerut dalam, sahabatnya mungkin benar-benar sudah gila.
Unik? Unik Nico bilang? Gadis itu tidak unik bodoh! Dia aneh bin gila!
Dan sepertinya Nico pun ikut-ikutan gila. Hanya satu kesimpulan yang bisa Henrick dapat melalui semua kondisi ini, dia menghela nafas, menyadari bahwa ini mungkin adalah awal dari sebuah masalah yang akan membuat sahabatnya itu mendapat masalah di kemudian hari.
"Aku tidak akan tinggal diam. Dia akan kulaporkan ke kantor. Biar diurusi oleh ahlinya langsung." Henrick tanpa basa-basi lagi langsung beranjak. Dia tidak mau lebih lama berdebat dengan Nicolaas.
"Tunggu Henrick! Kau gila? Dia tamuku, kau tidak berhak mengatur-aturnya." Mata Nico menyipit tidak suka.
"Nico, jika kita tidak segera bertindak, akan ada masalah besar yang menanti dirimu bodoh!"
Suara Henrick meninggi penuh peringatan. Seharusnya Nico tahu kalau semua perkataan Henrick selalu penuh arti.
"Seperti?"
"Kau tidak tau kabar terbaru tentang keadaan Belanda di seberang sana?"
Nico mengerutkan dahinya dalam, menyadari bahwa kini Henrick benar-benar serius dalam penekanan kata-katanya. Ada apa sebenarnya?
"Kita mungkin akan ditarik pulang dalam waktu dekat, Nico."
"Apa?"
***
Kacau. Kacau sudah. Laras tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi setelah dia menantang londo yang notabene sahabat Nico tadi. Meskipun dia dekat dengan Nico, sifatnya yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Nico sangatlah membuatnya jengkel setengah mati. Makanya ia berani menantang tadi. Tapi Henrick tentulah tidak seperti Nico yang bisa mentolerir semua tingkah tidak sopannya itu.
Beberapa saat menunggu, pintu kamarnya terbuka, Laras hampir terlonjak karena kaget. Untunglah itu cuma Nico yang masuk ke kamarnya dengan raut yang sulit diartikan. Seperti putus asa dan khawatir bercampur satu.
Saat mata birunya bertemu dengan Laras, sepersekian detik kemudian, bibirnya menyunggingkan senyum tulus.
"Laras, entah kenapa hanya dengan melihatmu saja hatiku sudah terasa begitu tenang."
Laras hanya diam sambil mencoba memahami kalimat yang Nico lontarkan padanya.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Laras sedikit khawatir. Nico mendengus, tetap memasang senyumnya lalu menjatuhkan tubuhnya di samping Laras. Mereka berdua kini berada di ranjang yang sama. Bedanya Laras masih duduk dan Nico sudah berbaring dengan mata tertutup.
"Tidak," jawab Nico jujur. Menurutnya, tak perlu topeng untuk menghadapi gadisnya. Nico sudah membiarkan Laras sedikit demi sedikit masuk dalam kehidupannya. Namun, entah kenapa semesta seperti tidak menyetujuinya.
"Aku tidak akan bertanya. Lakukanlah apa yang kau inginkan, mungkin bisa membuatmu lebih lega."
"Laras, jika aku menginginkanmu, maukah kau pergi bersamaku pulang ke Netherland?"
***
Nyatanya, meskipun Nico sudah menyuruhnya untuk melupakan ajakan nya untuk pulang ke Belanda, Laras masih tetap tidak bisa lupa. Ditambah lagi raut wajah Nico yang tidak seperti biasanya. Laki-laki itu terlihat gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)
Historical FictionCOMPLETED Bagaimana ini? Laras sepertinya terjebak pada masa kolonial. Permainan semesta tak berhenti begitu saja saat ia tak sengaja bertemu dengan kelibat masa lalu dan sejarah keluarganya. . Terjebak di keadaan yang asing tentu lah sangat mengeri...