IX

2.3K 340 17
                                    

Gadis yang tampak lemah itu membuka kelopak mata indahnya perlahan. Pendar pucat yang memantul melalui jendela kamarnya membuatnya terlihat seperti manekin yang sempurna. Harum aneh yang memenuhi ruangan membuat hidungnya sedikit gatal meskipun harum itu membuatnya lebih relaks dan tenang.

Matanya dengan hati-hati menyisiri ruangan. Ah, yang benar saja. Takdir apa lagi yang akan dimainkannya sebagai jiwa yang melayang-layang di dimensi waktu lain? Seingatnya sudah tiga kali ia berakhir tak sadarkan diri dan terbangun di ruangan yang berbeda. Sama sekali asing namun entah kenapa tampak familiar.

Dan... sudah berapa lama ia terbaring? Tubuhnya terasa begitu kaku sampai-sampai ia harus menahan napas setiap menggerakkan bagian tubuhnya.

Ia bahkan bingung ingin bereaksi apa saat tiba-tiba seorang wanita muda berjalan menghampirinya dan menjerit kaget lalu segera berlari keluar ruangan.

Satu kalimat yang ditangkap Laras adalah ndoro putri sudah bangun!

Siapa sih yang disebutnya ndoro putri itu? Seingat Laras, sebelum tak sadarkan diri juga ada seseorang yang memanggilnya dengan julukan seperti itu.

Tunggu dulu. Sepertinya Laras melupakan sesuatu.

Mbok Darmi!

Wanita tua yang sudah menolong Laras itu berada dimana sekarang? Semoga saja dia baik-baik saja. Tapi, Laras takut terjadi sesuatu yang buruk pada Mbok Darmi. Nenek tua renta itu tidak butuh perlindungan.

Beberapa menit kemudian ruangan Laras tidak lagi lengang. Beberapa wanita dan satu orang lelaki yang nampaknya sudah berumur mengerubunginya sambil bertanya hal-hal tidak penting seperti,

"Ndoro Putri sudah bangun?"

Dia buta?

"Ndoro putri tidak apa-apa?"

"Ndoro putri apakah ada yang sakit?"

"Kepala ndoro sudah baikan?"

"Apa masih terasa pusing ndoro?"

Ah berisik. Ya! Pusing! Tambah sakit gara-gara ocehan berisik mereka.

Laras menggerutu dalam hati. Jujur saja ia bingung. Namun dalam menghadapi hal-hal seperti ini, mau tidak mau ia harus tenang dan tidak boleh gegabah. Laras tidak mau orang-orang mencurigai dirinya.

"Biar hamba memeriksa keadaan ndoro putri."

Lalu, wanita-wanita itu menyingkir. Membiarkan si pria tua mendekat lalu mengecek denyut nadi dan keadaan Laras.

Huh. Apa mereka tidak punya dokter atau tabib wanita? Risih tahu dipegang-pegang seperti ini.

Laras protes dalam hati. Namun lisannya membisu.

Pria tua itu bangkit lalu berbisik kepada salah satu wanita yang kelihatannya lebih senior.

"Kula pamit rumiyin, ndoro ayu."

Tabib itu pamit dan keluae dari ruangan. Meninggalkan Laras dan wanita-wanita yang sepertinya pelayan itu dalam hening sebelum salah satu wanita yang terlihat lebih senior tadi membuka suara.

"Anda harus beristirahat selama beberapa hari. Pihak keraton sudah memberi hukuman kepada penjual biadab itu, anda sudah boleh tenang, ndoro ayu."

"Dimana Mbok Darmi? Dia seorang nenek tua yang bersamaku kemarin."

Pelayan senior itu tampak berpikir sejenak.

Uh, ayolah beritahu Laras.

"Dia masih dalam perawatan karena kemarin terhempas kerumunan, ndoro."

Time Travel (Batavia's Journey) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang