Mata

13 5 0
                                    

"Iya, sini cepetan."

Anif mematikan sambungan teleponnya. Setelah berkutat sebentar dengan ponsel, dia bergegas menaiki sepeda motor yang terparkir di teras rumah. Mesin motor dinyalakan, lalu dia pun bertolak menuju tempat yang telah diseting di aplikasi petunjuk arah pada ponselnya.

Memakan waktu dua jam untuk sampai ke tempat yang dituju. Anif menatap rumah di depannya. Tempat dia akan merayakan malam tahun baru bersama teman-temannya.

Anif membawa masuk motornya setelah membuka pintu gerbang, lalu memarkirkan motor itu di halaman rumah. Setelahnya, ia berjalan ke arah pintu. Mengetuk pintu itu dan menunggu seseorang membukanya.

Lama tak ada yang membukakan pintu, Anif mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. Baru saja akan mendial nomor sang teman, pintu di depannya terbuka. Pemuda itu pun mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel.

"Ris?" panggilnya saat tak mendapati siapa pun. Ia celingukan. Lalu menoleh ke belakang sejenak. "Ri—WAAAH!" Anif berseru kaget ketika kembali berbalik ke pintu dan mendapati wajah sang teman ada tepat di depan wajahnya.

"Udah sampe." Sosok pemuda di depan Anif berujar.

"Astaga, elu ngagetin aja, Ris!" Anif mengelus dada.

Setelah itu, temannya itu mengajak Anif masuk ke rumah dan membawanya ke halaman belakang.

"Sepi, ya, daerah rumah om elu."

Pemuda di depan Anif mengangguk. "Iya, sepi di sini, mah," balasnya.

Malam ini om dan tantenya teman Anif itu merayakan tahun baru di luar kota, dan dia diperbolehkan untuk merayakan malam tahun baru di sini bersama teman-temannya sekalian menjaga rumah.

"Yang lain belom pada dateng?" tanya Anif sesampainya mereka di halaman belakang. Temannya mengangguk menanggapi. "Udah malem banget gini ...." Anif bergumam. "Ris, kita langsung siapin aja, biar nanti langsung makan."

Mereka pun menyiapkan keperluan untuk bakar-bakar. Sebelumnya, Anif dan teman-temannya telah patungan untuk membeli bahan-bahan. Ada ikan, ayam, dan jagung.

"Gua yang nyalain baranya." Anif mengambil peralatan memanggang. Pemuda itu lalu berjongkok, berkutat dengan arang dan api. Mengipasi api itu. Tak butuh waktu lama hingga bara menyala. "Ris, mana ikannya!" Dia berseru kemudian. Derap langkah terdengar setelahnya.

Anif mengatur letak panggangan.

"Nih."

Dia mengalihkan tatapannya dari panggangan ke sampingnya. Alisnya mengernyit melihat baskom yang disodorkan. Tak lama kemudian, matanya membelalak. Dia pun mengangkat pandangannya ke atas.

Anif tersentak. Dia terdiam sejenak, lalu berteriak, "WAAAH!!!" Kemudian buru-buru bangkit hingga terhuyung ke belakang. Pemuda itu menatap sebentar temannya.

Sosok itu kini berbeda. Wajahnya pucat. Dan yang paling mengerikan adalah ..., matanya bolong! Dan sesuatu yang tadi disodorkan di dalam baskom itu adalah bola matanya.

Anif terbirit menghampiri motornya. Sebelum menyalakan mesin, ponselnya berbunyi. Dengan tangan gemetar, dia melihat siapa penelepon itu. Itu Haris temannya! Ragu-ragu, dia pun mengangkatnya.

"Lu lama banget, sih, Nif!" seru orang di ujung telepon. "Buruan, lah! Ini bocah-bocah udah pada dateng!"

Lengan Anif terjatuh lemas di sisi badan. Pemuda itu tak lagi mendengarkan ocehan di telepon. Perlahan, kepalanya mendongak ke arah rumah.

Dan sosok bermata bolong yang menyerupai temannya itu menyeringai di balik jendela.

--
Maljum, 8/1/21 (lewat 41 menit)

Halo... '-')/

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang