Dari kejauhan, aku melihat tenda di depan rumah tetanggaku. Saat kuperhatikan lebih tegas, ada bendera kuning yang terpasang di tiangnya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, aku tidak tahu kabar duka ini karena seharian ini bekerja lembur.
Aku pun memutuskan untuk mampir sebentar guna menghaturkan bela sungkawa. Setelahnya, kembali kupacu kuda besi menuju rumahku yang terletak sekitar sepuluh rumah dari rumah duka tadi. Sepanjang perjalanan, rumah-rumah sudah tertutup rapat, jalan pun sudah sepi.
Semilir angin bernyanyi menemani, diiringin musik suara jangkrik. Pun mesin motor yang berderu, turut mengisi kesunyian. Sebuah pohon rambutan di sisi kiri jalan merisik kencang saat aku lewat, membuatku tercekat.
Namun tak kupedulikan itu. Segera saja kupacu cepat kendaraan roda dua yang kukendarai. Hingga sampailah aku di rumah.
"Lho, siapa, sih, ini yang mainnya kayak gini!" seruku geram saat kutemukan tanah merah berceceran di teras rumah.
Aku membersihkan tanah yang mengotori lantai itu. Kutebak, pasti anak tetangga yang bermain tanah di sini sore tadi. Halah, dasar bocah nakal, bikin kerjaan saja!
Setelahnya aku masuk ke rumah, membersihkan tubuh sebentar, lalu bersiap untuk tidur.
Saat sudah membaringkan tubuh dan menutupi badan dengan selimut, aku mencium bau yang asing. Kuendus sekitar, dan kutemui bahwa bau melati berasal dari selimut yang kupakai. Aku heran, seingatku saat mencuci selimut ini aku tidak menggunakan pewangi aroma melati, tapi mengapa bau melati itu tercium dari sana?
"Kok aneh ...," gumamku.
Seingatku juga, tidak ada siapa pun yang memakai selimut ini sebelumnya jika saja bau ini asalnya dari parfum seseorang—aku tinggal sendiri.
Bau itu menghilang saat kucoba memastikan kembali. Ah, mungkin ini karena efek kelelahan saja. Aku pun lekas tidur.
Sialnya, aku tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Kumiringkan badan ke kanan. Lalu kembali celentang. Dan miring lagi ke kiri. Begitu terus selama tiga jam lamanya.
Kemudian dalam kesadaran yang samar, aku membalik badan yang menghadap tembok ke arah kanan. Kuraih bantal guling yang tadi kulepas. Lalu memeluknya.
Namun ....
Ada yang aneh.
Bantal gulingnya terasa berbeda dan ... bau melati.
Aku pun membuka mata perlahan.
Dan aku tercekat.
Ingin berteriak, tapi suaraku tidak keluar. Ingin bergerak, tapi badanku tidak bangun. Aku hanya bisa melotot memandangi sesuatu yang tengah kupeluk.
Itu tetanggaku!
Tetanggaku yang terbungkus kain kafan. Wajah pucatnya menghadap langit-langit. Mata hitamnya menatap lurus-lurus.
Jantungku berdegup kencang.
Aku tak menyangka, jika selimut tetangga—selimutku—membuatnya datang ke sini, menemaniku!
Nanti apa kata tetangga?!
Bagaimana dengan suaminya?!
--
Maljum, 28/11/19.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kripik Setan
Horror[Kumpulan Cerita] Rasakan sendiri sensasi pedas asinnya! (ˇò_ó)p ps: harap segera dibaca dan masukin ke library, jangan cuma ditaro di reading list. ntar kalo ceritanya di-unpublish, nangis ... :p © SunVampire Agustus 2019