Hujan

29 10 0
                                    

Hujan masih merintik syahdu. Aku berdiri seorang diri di depan sebuah gedung dekat trotoar kala itu. Tempat kita janji bertemu. Tuk rayakan hari jadimu.

Lampu tiang jalan serta mobil terparkir berjajar menemaniku dalam kesunyian yang padu. Rupanya hujan mendorong orang-orang untuk berteduh ke dalam bangunan, kecuali aku. Yang masih tetap tegap di sini meski air dan angin mencumbu kulitku hingga beku.

Kulirik jam yang bertengger manis di pergelangan tangan yang pucat kedinginan. Setengah jam sudah kau ingkar dari waktu berjanjian. Harap-harap cemas aku memperhatikan kendaraan yang sesekali melintas di jalan. Berharap sosokmu datang membawa senyuman.

Kilat guntur tak menyusutkan tekadku. Menunggumu bukanlah perkara sulit bagiku. Sebab sebelumnya aku pun pernah menjalani penantian panjang untuk mendapatkan hatimu.

Aku menggosok-gosok kedua telapak tangan yang semakin memucat. Berharap itu dapat menimbulkan rasa hangat. Tubuhku menggigil. Lalu tiba-tiba pundakku ditepuk dan seseorang memanggil.

"Hei."

Dengan cepat aku menoleh. Tapi bukan sosokmu-lah yang ada di hadapanku. Melainkan seorang laki-laki pucat yang aneh.

"Sedang apa kau di sini?" tanyanya.

"Menunggu kekasihku."

"Dia tak akan datang," ucapnya.

Aku ingin mendebat, tapi kata-katanya kembali merambat.

"Lebih baik kau temani tubuhmu. Mungkin kekasihmu nanti akan menemuimu."

Dahiku mengernyit heran. "Tubuhku?"

"Ya, tubuhmu." Telunjuknya mengarah ke suatu tempat. "Di sana."

Di dekat pertigaan beberapa meter dari tempatku kini, beberapa orang berkerumun. Aku bisa melihat seorang yang terbaring di pinggir jalan. Seseorang yang memakai jaket marun. Sama seperti yang kukenakan.

"Itu ...?"

Kenapa ....

Kenapa bisa?

Seketika aku tertegun. Memori beberapa saat lalu mengalun. Kesadaranku bangun.

Tadi, saat hendak menemuimu di sini, aku menyeberang jalan dekat pertigaan. Hujan jatuh tanpa perkiraan, membuatku kelabakan. Aku tergesa melintasi jalan, hingga menimbulkan kecelakaan.

Namun aku tak apa-apa. Aku yakin tadi aku baik-baik saja. Meski sedikit nyeri di bagian kepala.

"Huh?"

Aku menyentuh kepalaku yang tadi nyeri. Dan terkejut saat mengetahui ada luka yang menganga. Kini rasa sakitnya kembali. Cairan merah yang mengotori telapak tangan pun buatku tak percaya.

"A-apa ...."

"Kau sudah mati."

Seakan mengetahui ketidakpercayaanku, laki-laki itu berkata.

--
Malming, 211219.

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang