Demonstran

55 12 4
                                    

"Udah pada siap, nih?" Seorang bapak paruh baya bertanya dengan tampang serius.

Di depan tempat praktiknya, kini dipenuhi oleh sekumpulan mahluk soft. Ada Mbak Kunkun, Bang Maman, Dek Uyuy, Mas Wowo, Mak Wewe, Siluman Miper, dan sebangsa mahluk halus lainnya. Mereka telah beraliansi untuk menyuarakan pendapat mengenai sebuah aturan yang akan disahkan.

"Tumbangkan RUU KUHP. Santet harus tetap berjaya di Indonesia sebagai khasanah nusantara!"

Begitulah bunyi tulisan yang ada di baju putihnya Mbak Kunkun.

Ya, mereka berencana untuk berdemo dengan beberapa Mbah Dukun dan pegiat santet lainnya di depan gedung DPR. Menghalau untuk disahkannya aturan Undang-undang baru yang akan disahkan pada tanggal 24 September 2019. Mereka tentunya tak mau kalah dengan para mahasiswa yang turun ke jalan. Mereka juga peduli Indonesia. Apalagi aturan aneh ini menyenggol mereka. Maka, tak kan segan-segan aliansi demonstrasi itu bergerak dan menyuarakan aspirasi sebagai penghuni Republik Indonesia.

"Kami para pegiat santet merasa keberatan dengan aturan RUU KUHP! Ini sama saja menghambat rezeki orang! Tidak bisa dibiarkan!" teriak seorang Mak dukun santet ketika sampai di depan gedung DPR--bergabung dengan para mahasiswa yang tengah berorasi.

"Betul!" sahut seorang Mbah.

"Santet adalah warisan budaya Indonesia! Harus tetap dilestarikan sebagai identitas bangsa!"

"Betul!"

"Segera tarik RUU KUHP. Jika kalian ingin selamat!"

"Betul!"

Demonstran itu mulai ricuh. Para genderuwo mengamuk menggoyang-goyangkan pepohonan di dekat gedung. Para kuntilanak cekikikan keras menggunakan toa. Pocong-pocong bergulingan di jalan. Dan sekelompok tuyul pun tak tinggal diam, mereka diam-diam merogoh kantung mahasiswa yang sedang berdemo--kadang mereka itu suka lupa tujuan, aji mumpung.

Demo menjadi semakin sengit karena banyaknya kembang api yang membikin mata perih. Tembakan karet yang lumayan sakit pun melesak. Tetapi tuntutan dengan keras terus bergaung. Mereka, para pendemo yang ikut turun ke jalan amat peduli dengan nasib bangsa Indonesia. Menolak demokrasi yang dikebiri, reformasi yang dikorupsi, hutan yang dibakari. Bagi mereka, KPK harga mati!

Maljum, 26/9/19.

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang